Berlebih di Antara Pemadaman Bergilir

Senin, 15 Desember 2014 - 14:08 WIB
Berlebih di Antara Pemadaman Bergilir
Berlebih di Antara Pemadaman Bergilir
A A A
APA jadinya jika sebagian wilayah Jawa Timur (Jatim) tak teraliri listrik? Diprediksi banyak investor berpikir ulang untuk berinvestasi, karena listrik merupakan sumber penghidupan dalam pengembangan bisnis.

Jika benar terjadi, kemungkinan investor menjauh dari tanah Jatim. Sebab listrik telah menjadi faktor utama melakukan produksi. Data PLN Jatim menunjukkan ada muatan berlebihan. Suplai yang dihasilkan dari produk pembangkit listrik saat ini mencapai 8.670 MW dengan sisa pemakaian sebesar 2.173 MW.

Jumlah kapasitas produksi dihasilkan dari pembangkit Madura, PLTU Gresik, PLTGU Grati, PLTU Paiton, PLTU Paiton III, PLTU Paiton IX, PLTU Pacitan, dan PLTU TJ. Bahkan, saat ini Jatim mulai membangun beberapa PLTU untuk menambah daya produksi aliran listrik.

Namun, hasil produksi aliran listrik ini terancam tersendat. Artinya, perusahaan- perusahaan di Jatim harus siap-siap mencari cadangan jika listrik tiba-tiba mati. Fakta ini diketahui karena sejumlah Gardu Induk (GI) eksisting di wilayah Jatim sudah menampung beban maksimal. Kondisi ini yang akan menjadikan pemadaman secara bergiliran.

Dari data PLN yang dipaparkan KORAN SINDO JATIM , saat ini ada sekitar sembilan kabupaten/ kota terancam mengalami pemadaman bergilir. Daerah itu adalah Surabaya, Sidoarjo, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pamekasan, Blitar, Tulungagung, dan Jombang.

Di daerah-daerah ini, PLN kesulitan mengembangkan GI dengan mendirikan tower. Sebab banyak masyarakat tidak menghendaki daerahnya berdiri GI sebagai perluasan jaringan listrik. Hal ini terjadi lantaran banyak yang menilai jika lahan dilewati aliran listrik bakal memiliki nilai jual lebih rendah dibandingkan dengan lahan biasa (tanpa dilewati aliran listrik).

PLN hingga kini masih kebingungan melangkah karena tim lobi yang diturunkan tidak pernah membuahkan hasil. Selain bermasalah dengan warga, PLN juga harus bermasalah dengan perizinan yang ada di kabupaten/kota. Tidak sedikit pemerintah daerah menahan perizinan mendirikan bangunan karena warga sekitar tak sepakat atas keberadaan bangunan GI.

” Pembangunan GI di sejumlah titik hingga saat ini masih terkendala dan belum bisa terealisasi karena ada penolakan dari masyarakat,” kata Manager Area Pengaturan Beban Jawa Timur, Bambang Warsono.

Di Surabaya bagian selatan misalnya, GI Waru, Rungkut, Sukolilo, Ngagel, dan Sampang, bebannya sudah mencapai 70%. Artinya dengan kondisi itu, dua tahun ke depan, jika pembangunan GI di sekitar Juanda masih belum bisa terealisasi, dipastikan daerah itu akan mengalami pemadaman bergilir.

Begitu juga dengan seluruh daerah di Madura, akan mengalami hal sama karena GI Tandes, Perak, Ujung, dan Kenjeran, bebannya sudah mencapai 67%. ”Yang paling parah daerah Jombang. Kami memperkirakan satu tahun ke depan akan terjadi pemadaman bergilir jika pembangunan GI dan SUTT 150 KV Jombang tidak terealisasi. Karena beban GI Kertosono ke GI Ploso sudah mencapai 80%,” urainya.

Dia mengutarakan, banyaknya GI dan trafo yang mendekati maksimal, hal ini dipicu dengan kenaikan konsumsi listrik masyarakat. Sebab cadangan kapasitas yang dibangun pada awal menjadi menipis dan butuh ada investasi dengan membangun instalasi baru. Jika dipaksakan, jaringan kabel GI akan putus.

Sementara kondisi trafo jika dipaksakan, akan meledak. Saat ini, ujarnya, GI yang bebannya mendekati maksimal mencapai 20% dari total 140 GI yang ada di Jatim. Sementara jumlah trafo yang bebannya diatas 60% mencapai 50% dari total jumlah trafo di seluruh Jatim yang mencapai lebih dari 300 trafo.

”Jika pembangunan tidak bisa dilakukan, satu-satunya solusi yang bisa dilaksanakan adalah pengurangan beban. Terpaksa PLN akan melakukan pemadaman bergilir di wilayah-wilayah tersebut,” ujarnya.

Selain menyebabkan pemadaman bergilir, kondisi ini juga menyebabkan penyambungan baru, khususnya untuk industri menjadi terkendala. Pengembangan kawasan industri di wilayah Jombang dan lainnya terancam ”jalan di tempat”.

Deputi Manager Perencanaan dan Lingkungan Hidup Unit Induk Pembangunan (UIP) VII, Achmad Ismail menuturkan, sedikitnya ada dua industri besar yang mengajukan penambahan daya namun hingga kini belum bisa direalisasikan. Kedua industri itu adalah Chiljedang dengan daya 40 MW di Ploso Jombang dan PT Indofood sebesar 30 MW di Perak Surabaya.

”Kalau untuk wilayah pantura, seperti Gresik, Lamongan, dan Tuban, masih aman. Industri akan bisa masuk dan langsung mendapatkan pasokan karena infrastruktur di sana masih memadai,” katanya.

2015 Kebangkitan Pembangunan Suplai Listrik

PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) terus mengoptimalisasikan kinerja dengan menambah kapasitas terpasang di berbagai pembangkit di wilayah kerjanya, termasuk di Unit Pembangkitan Brantas. Tahun 2015, menjadi tahun pembuktian untuk eksis melayani masyarakat.

PJB memutuskan membangun dua Pembangkit Tenaga Air (PLTA) yang akan dioptimalkan atau ditambah kapasitasnya dan satu PLTA baru yang akan dibangun. Dua PLTA tersebut adalah PLTA Sutami di Kabupaten Malang dengan kapasitas eksisting sebesar 3x35 Megawatt (MW) akan ditambah sebesar 2X50 MW.

PLTA Ludoyo Blitar diperbesar dari kapasitas terpasang 4,7 MW ditambah 1X9 MW. Sementara PLTA yang akan dibangun adalah PLTA Kesamben di Blitar dengan kapasitas 2x18 MW. General Manager PT PJB UP Brantas, Wisrawan Wahyu Wibowo menuturkan, saat ini total PLTA yang dikelola UP Brantas tersebar di lima kabupaten, yaitu Malang, Blitar, Tulungagung, Madiun, dan Ponorogo, dengan kapasitas produksi mencapai 13 PLTA dan total kapasitas 291 MW.

Dengan penambahan itu, nanti akan ada 14 PLTA dengan total kapasitas 346 MW. Upaya tersebut dilakukan karena sebenarnya potensi air di beberapa waduk yang dikelola UP Brantas masih besar dan bisa dikembangkan.

Di Waduk Sutami misalnya, potensi air yang mengalir melalui Sungai Brantas mencapai 146 meter kubik per detik. ”Ada delapan waduk untuk menampung air sebagai sumber daya untuk pengoperasian PLTA. Delapan waduk tersebut di antaranya Selorejo, Wonorejo, Lodoyo, Wlingi, Sengguruh, Sutami, dan Lahor Dam,” katanya.

Menurutnya, selama masyarakat mau menjaga hutan, maka kemungkinan besar air yang masuk ke waduk bisa terjaga dan tidak akan berkurang. Karena hal paling berdampak negatif terhadap suplai air di waduk adalah penebangan hutan. Sedimentasi, ujarnya, akan terjadi jika masyarakat membangun atau mengubah pola tanam dengan menebang pohon.

”Kondisi ini terjadi di PLTA Sengguru. Saat ini sedimentasi sudah mencapai 90% sehingga produksi listrik di sana hanya mencapai 20% hingga 30% dari kapasitas awal sebesar 36.000 Kwh. Ini terjadi sejak 2007,” ujarnya.

Karena itu, dia berharap masyarakat sekitar mau memikirkan kelangsungan air waduk dengan melestarikan hutan. Tidak hanya untuk produksi listrik, karena air yang ada di waduk tersebut juga untuk mengaliri persawahan atau irigasi pertanian di wilayah itu.

Sementara untuk merealisasikan target korporasi menjadi perusahaan kelas dunia tahun 2018, PT Pembangkit Jawa Bali Unit Pembangkit (UP) Gresik menargetkan adanya penambahan kapasitas produksi sebesar 750 Megawatt (MW) dari posisi saat ini mencapai 2.218,98 MW menjadi 2.968,98 MW.

General Manager PT PJB UP Gresik, Sugianto mengatakan, PT PJB UP Gresik akan terus berupaya meningkatkan ketahanan energi listrik dalam negeri. Salah satunya dengan terus meningkat total daya yang terpasang. Hingga tahun 2018, UP Gresik telah menargetkan ada penambahan sebesar 750 MW di lokasi yang sama.

”Penambahan ini sejalan dengan target PT PJB tahun 2018 yang mampu menambah daya terpasang sebesar 3.268 MW dari posisi saat ini sebesar 6.900 MW menjadi 11.000 MW di 2018,” katanya. Sementara total daya terpasang di seluruh Indonesia ditarget mencapai 45.000. MW. B

esaran daya tersebut jauh lebih kecil dibanding dengan beberapa negara lain, seperti China mencapai 1 juta MW, Amerika 890.000 MW, India 280.- 000 MW, dan Jepang 720.000 MW. Saat ini, kata dia, PT PJB UP Gresik telah mengoperasikan tiga jenis pembangkit, yaitu PLTG unit I dan II, PLTU unit I, II dan III, IV dan PLTGU Blok I, II dan III dengan total daya terpasang sebesar 2.218,98 MW.

Untuk mencapai target penambahan 750 MW di 2018, UP Gresik merencanakan pembangunan PTLGU Blok VI di lokasi yang sama dengan luas lahan 3 hektare. ”Semua sudah tender, rencananya 2018 sudah bisa beroperasi. Tetapi ini kembali lagi pada keputusan dari pusat karena untuk pasokan gas juga masih menunggu,” kata dia.

Dari total kebutuhan gas di seluruh pembangkit milik UP Gresik, diperkirakan mencapai 320 juta metrik ton kaki kubik (mmscfd). Seluruhnya dipenuhi dari empat pemasok utama, yaitu Santos, Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO), HESS, dan Kangean Energy Indonesia (KEI) Ltd.

Selain mengejar realisasi pembangunan PLTGU Blok IV, saat ini UP Gresik juga tengah merampungkan pembangunan CNG Plant berkapasitas 20 mmscfd di lokasi itu. CNG Plant itu nanti digunakan menampung gas yang tidak terpakai untuk dikompres dan dikirim ke Lombok serta Bawean.

”Kalau CNG Plant ini kami hanya ketempatan, yang membangun adalah PLN Pusat dan investasinya juga dari pusat. Tetapi nantinya, kami yang akan diserahi untuk mengoperasikannya,” katanya.

Arief Ardliyanto
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6738 seconds (0.1#10.140)