Jatim Pasar Besar Produk Ilegal
A
A
A
SURABAYA - Jawa Timur (Jatim) menjadi pasar besar peredaran obat, makanan, minuman, dan kosmetik ilegal. Longgarnya pengawasan oleh dinas terkait di Pemprov Jatim maupun 38 kabupaten/kota menjadi salah satu pemicunya.
Kendati demikian, razia di pasaran rutin dilakukan. Barang hasil sitaan segera dimusnahkan, seperti yang dilaksanakan di Kantor Balai pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jatim, kemarin. Di antaranya obat dan makanan ilegal selama 2013-2014, seperti kosmetik, obat keras, obat tradisional, dan pangan senilai Rp 1,9 miliar lebih.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim Harisasono mengatakan, pihaknya lebih mengedepankan pemahaman pembinaan dan pengetahuan kepada para pelaku usaha. Bahaya produk yang tidak sesuai rekomendasi BPOM menjadi materi penyuluhan.
“Pembinaan kami lakukan pada perusahaan yang mengantongi izin. Jika ada perusahaan tanpa izin, pasti kami tutup,” kata dia di sela-sela pemusnahan produk ilegal. Menurut dia, Pemprov Jatim sudah memiliki program perlindungan konsumen.
Ini yang melatarbelakangi jaminan bagi konsumen mendapatkan barang berkualitas dan terjamin dari sisi kesehatan. “Untuk melakukan pengawasan peredaran produk impor menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ada beberapa upaya yang akan kami lakukan,” ungkapnya.
Upaya yang akan dilakukan antara lain penguatan sistem pengawasan obat dan makanan, pembentukan satuan tugas pemberantasan produk obat dan makanan ilegal. Selain itu, pembentukan jejaring keamanan pangan daerah, penyusunan nota kesepahaman antara Balai Besar POM dan kepala daerah berikut perjanjian kerja sama dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu) Jatim meminta BPOM mempermudah izin edar jamu tradisional. Langkah ini menekan angka peredaran jamu ilegal. Wakil Ketua GP Jamu Jatim Jarwoto memastikan obat tradisional yang dimusnahkan BPOM tersebut bukan berasal dari anggota GP Jamu.
Sampai sekarang anggota GP Jatim Jatim sebanyak 100 pengusaha lebih. Mayoritas anggota GP berasal dari usaha kecil mikro dan menengah (UMKM). Menurutnya, GP Jamu selalu koordinasi dengan BPOM untuk memastikan kandungan jamu layak konsumsi. “Kami selalu membina anggota. Kalau bukan anggota, kami tidak bisa membina,” kata Jarwoto.
Menurutnya, permudahan izin edar ini juga untuk mempersiapkan pengusaha menghadapi pasar bebas. Bila BPOM tidak mempermudah izin edar, pengusaha lokal akan kesulitan mengeluarkan produknya. “Kami juga kesulitan bersaing dengan produk impor,” katanya.
Menanggapi hal itu, Roy Sparingga berjanji akan mempermudah izin produk lokal. Sebagai produk asli Indonesia, BPOM akan mendorong pengusaha lokal agar bisa bersaing dalam era pasar bebas ini di antaranya jamu. Diakuinya mayoritas produk ilegal yang dimusnahkan tadi pagi adalah produk lokal.
Dari kemasan produk diketahui produk tersebut berasal dari Jawa Tengah, Cilacap, dan lainnya. Tapi, Roy yakin produsen produk tersebut tidak sesuai dengan yang tertera di kemasan. “Pelaku utamanya memang orang-orang tertentu. Saya pastikan pelaku utamanya bukan berasal dari Surabaya,” kata Roy.
Dalam rentang waktu setahun ini, BPOM Surabaya telah membongkar obat dan makanan ilegal sebanyak 33 kasus. Sebanyak 20 dari 33 kasus tersebut sudah ditangani kejaksaan. BPOM memusnahkan puluhan ribu kemasan ilegal senilai Rp1,9 miliar lebih tadi pagi.
Menurutnya, Surabaya memang menjadi bagian pintu masuk produk impor ilegal. Karena itu, saat bertemu dengan Gubernur Jatim Soekarwo beberapa waktu lalu, BPOM minta pintu masuk ke Surabaya diperketat. “Tujuannya produk yang masuk Surabaya bisa aman,” katanya.
Terpisah, Direktur Lembaga Perlindungan Konsumen Surabaya (LPKS) Paidi Prawiroredjo menegaskan, peredaran produk ilegal selalu akan terjadi dan merugikan masyarakat dari sisi materi maupun kesehatan. “Ini karena pihak terkait selalu jalan sendiri-sendiri, tidak ada sinergi. Ada BPOM, kepolisian, Dinkes, Disperindag, Satpol PP jalan sendiri-sendiri,” kata Yoyok, sapaannya.
Di sisi lain, razia yang dilakukan pihak terkait juga hanya sebatas momentum hari besar. Misalnya, Idul Fitri, Natal, maupun Tahun Baru. Seharusnya razia dilakukan berkala dan periodik.
Sementara produksi dan peredaran dilakukan setiap hari oleh produsen dan distributor. “Di mall saja ada kosmetik ilegal, apalagi mamin yang diproduksi kelas rumahan dan beredar luas di perkampungan,” katanya.
Soeprayitno
Kendati demikian, razia di pasaran rutin dilakukan. Barang hasil sitaan segera dimusnahkan, seperti yang dilaksanakan di Kantor Balai pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jatim, kemarin. Di antaranya obat dan makanan ilegal selama 2013-2014, seperti kosmetik, obat keras, obat tradisional, dan pangan senilai Rp 1,9 miliar lebih.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim Harisasono mengatakan, pihaknya lebih mengedepankan pemahaman pembinaan dan pengetahuan kepada para pelaku usaha. Bahaya produk yang tidak sesuai rekomendasi BPOM menjadi materi penyuluhan.
“Pembinaan kami lakukan pada perusahaan yang mengantongi izin. Jika ada perusahaan tanpa izin, pasti kami tutup,” kata dia di sela-sela pemusnahan produk ilegal. Menurut dia, Pemprov Jatim sudah memiliki program perlindungan konsumen.
Ini yang melatarbelakangi jaminan bagi konsumen mendapatkan barang berkualitas dan terjamin dari sisi kesehatan. “Untuk melakukan pengawasan peredaran produk impor menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ada beberapa upaya yang akan kami lakukan,” ungkapnya.
Upaya yang akan dilakukan antara lain penguatan sistem pengawasan obat dan makanan, pembentukan satuan tugas pemberantasan produk obat dan makanan ilegal. Selain itu, pembentukan jejaring keamanan pangan daerah, penyusunan nota kesepahaman antara Balai Besar POM dan kepala daerah berikut perjanjian kerja sama dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu) Jatim meminta BPOM mempermudah izin edar jamu tradisional. Langkah ini menekan angka peredaran jamu ilegal. Wakil Ketua GP Jamu Jatim Jarwoto memastikan obat tradisional yang dimusnahkan BPOM tersebut bukan berasal dari anggota GP Jamu.
Sampai sekarang anggota GP Jatim Jatim sebanyak 100 pengusaha lebih. Mayoritas anggota GP berasal dari usaha kecil mikro dan menengah (UMKM). Menurutnya, GP Jamu selalu koordinasi dengan BPOM untuk memastikan kandungan jamu layak konsumsi. “Kami selalu membina anggota. Kalau bukan anggota, kami tidak bisa membina,” kata Jarwoto.
Menurutnya, permudahan izin edar ini juga untuk mempersiapkan pengusaha menghadapi pasar bebas. Bila BPOM tidak mempermudah izin edar, pengusaha lokal akan kesulitan mengeluarkan produknya. “Kami juga kesulitan bersaing dengan produk impor,” katanya.
Menanggapi hal itu, Roy Sparingga berjanji akan mempermudah izin produk lokal. Sebagai produk asli Indonesia, BPOM akan mendorong pengusaha lokal agar bisa bersaing dalam era pasar bebas ini di antaranya jamu. Diakuinya mayoritas produk ilegal yang dimusnahkan tadi pagi adalah produk lokal.
Dari kemasan produk diketahui produk tersebut berasal dari Jawa Tengah, Cilacap, dan lainnya. Tapi, Roy yakin produsen produk tersebut tidak sesuai dengan yang tertera di kemasan. “Pelaku utamanya memang orang-orang tertentu. Saya pastikan pelaku utamanya bukan berasal dari Surabaya,” kata Roy.
Dalam rentang waktu setahun ini, BPOM Surabaya telah membongkar obat dan makanan ilegal sebanyak 33 kasus. Sebanyak 20 dari 33 kasus tersebut sudah ditangani kejaksaan. BPOM memusnahkan puluhan ribu kemasan ilegal senilai Rp1,9 miliar lebih tadi pagi.
Menurutnya, Surabaya memang menjadi bagian pintu masuk produk impor ilegal. Karena itu, saat bertemu dengan Gubernur Jatim Soekarwo beberapa waktu lalu, BPOM minta pintu masuk ke Surabaya diperketat. “Tujuannya produk yang masuk Surabaya bisa aman,” katanya.
Terpisah, Direktur Lembaga Perlindungan Konsumen Surabaya (LPKS) Paidi Prawiroredjo menegaskan, peredaran produk ilegal selalu akan terjadi dan merugikan masyarakat dari sisi materi maupun kesehatan. “Ini karena pihak terkait selalu jalan sendiri-sendiri, tidak ada sinergi. Ada BPOM, kepolisian, Dinkes, Disperindag, Satpol PP jalan sendiri-sendiri,” kata Yoyok, sapaannya.
Di sisi lain, razia yang dilakukan pihak terkait juga hanya sebatas momentum hari besar. Misalnya, Idul Fitri, Natal, maupun Tahun Baru. Seharusnya razia dilakukan berkala dan periodik.
Sementara produksi dan peredaran dilakukan setiap hari oleh produsen dan distributor. “Di mall saja ada kosmetik ilegal, apalagi mamin yang diproduksi kelas rumahan dan beredar luas di perkampungan,” katanya.
Soeprayitno
(ftr)