Kado di Tengah Misteri Pembunuh Munir
A
A
A
BATU - Perjuangan almarhum Munir Said Thalib menegakkan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) kembali mendapatkan pengakuan.
Kali ini Komisi Nasional (Komnas) HAM memberikan Anugerah HAM 2014 kepada suami dari Suciwati tersebut. Pemberian ini diberikan langsung kepada Suciwati di Omah Munir Jalan Bukit Berbunga, Desa Sidomulyo, Kota Batu, kemarin siang. Penyerahan Anugerah HAM kepada Suciwati diberikan oleh Wakil Ketua Komnas Ham Bidang Internal dan Kordinator Hari HAM tahun 2014, Ansori Sinungan.
Turut menyaksikan dalam acara penyerahan Anugerah HAM tahun ini, yakni ibu-ibu dari Sekolah Perempuan Desa, perwakilan dari Pemkot Batu, serta tokoh masyarakat Desa Sidomulyo. Selain kepada Munir, Anugerah HAM tahun 2014 juga diberikan kepada Maria Ulfa Soebadiyo, mantan Menteri Sosial (Mensos) pertama RI yang mengusulkan HAM masuk dalam UUD 1945.
“Dua tokoh ini layak menerima anugerah HAM karena mereka gigih berjuang hingga akhir hayat,” ujar Ansori. Dia mengatakan, pascareformasi, masyarakat hidup terlalu bebas sehingga sampai mengganggu ketertiban umum. Bangsa ini seolah kehilangan semangat nasionalisme dan jati dirinya.
“Sebelum reformasi pola hidup masyarakat terlalu tertib sehingga masalah HAM menjadi terabaikan. Untuk saat ini pola pendekatan Komnas HAM melalui dialogis sambil mendorong kepada pemerintah menyelesaikan masalah pelanggaran HAM yang hingga kini belum diselesaikan,” kata dia.
Selesai menerima penghargaan, Suciwati menyatakan, tidak pernah terpikirkan olehnya termasuk oleh almarhum suaminya untuk mendapatkan penghargaan semacam ini. Karena yang diperjuangkan adalah HAM bagi rakyat kecil yang tertindas. “Alih-alih kami memikirkan anugerah semacam ini. Keselamatan jiwa kami tidak pernah kami pikirkan. Perjuangan suami saya hanya satu menegakan HAM di Indonesia,” ujar Suciwati.
Suciwati berharap Komnas HAM bisa berbuat lebih banyak lagi untuk para korban HAM. Pelakunya harus bisa diseret ke pengadilan HAM. “Bukan masalah suami saya. Banyak pelanggaran HAM di Indonesia yang bisa dituntaskan oleh pemerintah,” kata Suciwati.
Dia ingin kelembagaan Komnas HAM sama seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK memiliki hak menyelidiki, menyidik, dan menyeret pelaku koruptor ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). Saat ini Komnas HAM memiliki tugas berat membenahi internalnya. Melakukan koordinasi dengan legislatif supaya merevisi UU tentang HAM. Dengan begitu, Komnas HAM memiliki kewenangan yang sama dengan KPK.
“Menurut kami, selama penegakan hukum masih lemah. Maka selama itu pula pelanggaran HAM di Indonesia akan terjadi. Jadi kami sangat berharap masalah pelanggaran HAM pada suami saya dan orang lain segera ditegakan kebenarannya. Pemerintah terutama penegak hukum harus menyeret pelaku pelanggaran HAM ke pengadilan,” kata Suciwati.
Maman Adi Saputro
Kali ini Komisi Nasional (Komnas) HAM memberikan Anugerah HAM 2014 kepada suami dari Suciwati tersebut. Pemberian ini diberikan langsung kepada Suciwati di Omah Munir Jalan Bukit Berbunga, Desa Sidomulyo, Kota Batu, kemarin siang. Penyerahan Anugerah HAM kepada Suciwati diberikan oleh Wakil Ketua Komnas Ham Bidang Internal dan Kordinator Hari HAM tahun 2014, Ansori Sinungan.
Turut menyaksikan dalam acara penyerahan Anugerah HAM tahun ini, yakni ibu-ibu dari Sekolah Perempuan Desa, perwakilan dari Pemkot Batu, serta tokoh masyarakat Desa Sidomulyo. Selain kepada Munir, Anugerah HAM tahun 2014 juga diberikan kepada Maria Ulfa Soebadiyo, mantan Menteri Sosial (Mensos) pertama RI yang mengusulkan HAM masuk dalam UUD 1945.
“Dua tokoh ini layak menerima anugerah HAM karena mereka gigih berjuang hingga akhir hayat,” ujar Ansori. Dia mengatakan, pascareformasi, masyarakat hidup terlalu bebas sehingga sampai mengganggu ketertiban umum. Bangsa ini seolah kehilangan semangat nasionalisme dan jati dirinya.
“Sebelum reformasi pola hidup masyarakat terlalu tertib sehingga masalah HAM menjadi terabaikan. Untuk saat ini pola pendekatan Komnas HAM melalui dialogis sambil mendorong kepada pemerintah menyelesaikan masalah pelanggaran HAM yang hingga kini belum diselesaikan,” kata dia.
Selesai menerima penghargaan, Suciwati menyatakan, tidak pernah terpikirkan olehnya termasuk oleh almarhum suaminya untuk mendapatkan penghargaan semacam ini. Karena yang diperjuangkan adalah HAM bagi rakyat kecil yang tertindas. “Alih-alih kami memikirkan anugerah semacam ini. Keselamatan jiwa kami tidak pernah kami pikirkan. Perjuangan suami saya hanya satu menegakan HAM di Indonesia,” ujar Suciwati.
Suciwati berharap Komnas HAM bisa berbuat lebih banyak lagi untuk para korban HAM. Pelakunya harus bisa diseret ke pengadilan HAM. “Bukan masalah suami saya. Banyak pelanggaran HAM di Indonesia yang bisa dituntaskan oleh pemerintah,” kata Suciwati.
Dia ingin kelembagaan Komnas HAM sama seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK memiliki hak menyelidiki, menyidik, dan menyeret pelaku koruptor ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). Saat ini Komnas HAM memiliki tugas berat membenahi internalnya. Melakukan koordinasi dengan legislatif supaya merevisi UU tentang HAM. Dengan begitu, Komnas HAM memiliki kewenangan yang sama dengan KPK.
“Menurut kami, selama penegakan hukum masih lemah. Maka selama itu pula pelanggaran HAM di Indonesia akan terjadi. Jadi kami sangat berharap masalah pelanggaran HAM pada suami saya dan orang lain segera ditegakan kebenarannya. Pemerintah terutama penegak hukum harus menyeret pelaku pelanggaran HAM ke pengadilan,” kata Suciwati.
Maman Adi Saputro
(ftr)