Pencari Kayu Bakar Didenda Rp2 M, Istri Mengadu ke KY
A
A
A
JAKARTA - Istri dan anak Busrin Al Karyo, pencari kayu bakar yang divonis dua tahun dan denda Rp2 miliar oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Probolinggo, mengadu ke Komisi Yudisial (KY).
Istri Busrin, Susilowati, datang ke KY dan didampingi kuasa hukum dan Yayasan Bantuan Hukum Bela Keadilan Probolinggo. Mereka meminta keadilan dari KY. Pasalnya, hukuman yang diterima suaminya berupa pidana dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar dianggap tidak setimpal dengan perbuatan yang dilakukan Busrin.
Ketua Yayasan Bantuan Hukum Bela Keadilan Probolinggo Jumanto menjelaskan, dalam perkara itu Pengadilan Negeri (PN) Probolinggo membuat persidangan cukup singkat, yakni hanya tiga kali. Sehingga, KY diminta untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik para hakim yang memutus perkara tersebut.
"Tidak tahu perkembangannya, hanya sidang tiga kali kemudian diputus oleh majelis hakim, penasihat hukum tidak pernah muncul dalam persidangan," kata Jumanto saat menyerahkan pengaduan ke KY, di Jakarta, Jumat (5/12/2014).
Menurut Jumanto, meski PN Probolinggo menyiapkan kuasa hukum bagi Busrin, tetapi dalam proses persidangan kuasa hukum itu tidak pernah hadir. "Ini (vonis) seperti disetting, Pak Busrin kasihan jadi korban," ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum Busrin, Usman menyatakan, dalam menyidangkan perkara Busrin, PN Probolinggo dinilai janggal. Pasalnya, terpidana yang bekerja sebagai kuli pengambil pasir itu langsung divonis di pengadilan tingkat pertama, tanpa ada upaya banding, kasasi, maupun kesempatan membela diri lainnya di pengadilan.
"Setelah dikonfirmasi ke Pak Busrin, maka hanya tiga kali sidang, tidak ada pleidoi dari kuasa hukumnya, tidak ada eksepsi dan pleidoi, perkara ini hanya dihadiri terdakwa yang tidak tahu hukum sama sekali," ungkapnya.
Dia menambahkan, dengan kehadiran istri dan anak Busrin ke sejumlah lembaga negara seperti DPR, Mahkamah Agung, Presiden, dan ke KY, pihaknya berharap Busrin bisa lepas dari hukuman penjara dan denda yang dianggap tidak pantas.
"Kedatangan kita ke sini karena ada novum. Novum diartikan di sini bukan selalu bukti-bukti baru, tapi ada keadaan baru dalam perkara ini," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, vonis dua tahun dan denda Rp2 miliar yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Probolinggo terhadap Busrin (48), pencari kayu bakar, mencengangkan publik. Dengan barang bukti dua meter kubik potongan pohon mangrove, warga Desa Pesisir, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, harus menjalani hukuman dan membayar denda yang di luar nalarnya dan keluarganya.
Majelis Hakim PN Probolinggo memvonis terdakwa dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar, subsider satu bulan tahanan. Vonis terdakwa yang dijerat dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Terluar ini lebih rendah satu bulan masa subsider dari tuntutan jaksa.
Busrin menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) 2B Probolinggo sejak 16 Juni 2014.
Istri Busrin, Susilowati, datang ke KY dan didampingi kuasa hukum dan Yayasan Bantuan Hukum Bela Keadilan Probolinggo. Mereka meminta keadilan dari KY. Pasalnya, hukuman yang diterima suaminya berupa pidana dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar dianggap tidak setimpal dengan perbuatan yang dilakukan Busrin.
Ketua Yayasan Bantuan Hukum Bela Keadilan Probolinggo Jumanto menjelaskan, dalam perkara itu Pengadilan Negeri (PN) Probolinggo membuat persidangan cukup singkat, yakni hanya tiga kali. Sehingga, KY diminta untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik para hakim yang memutus perkara tersebut.
"Tidak tahu perkembangannya, hanya sidang tiga kali kemudian diputus oleh majelis hakim, penasihat hukum tidak pernah muncul dalam persidangan," kata Jumanto saat menyerahkan pengaduan ke KY, di Jakarta, Jumat (5/12/2014).
Menurut Jumanto, meski PN Probolinggo menyiapkan kuasa hukum bagi Busrin, tetapi dalam proses persidangan kuasa hukum itu tidak pernah hadir. "Ini (vonis) seperti disetting, Pak Busrin kasihan jadi korban," ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum Busrin, Usman menyatakan, dalam menyidangkan perkara Busrin, PN Probolinggo dinilai janggal. Pasalnya, terpidana yang bekerja sebagai kuli pengambil pasir itu langsung divonis di pengadilan tingkat pertama, tanpa ada upaya banding, kasasi, maupun kesempatan membela diri lainnya di pengadilan.
"Setelah dikonfirmasi ke Pak Busrin, maka hanya tiga kali sidang, tidak ada pleidoi dari kuasa hukumnya, tidak ada eksepsi dan pleidoi, perkara ini hanya dihadiri terdakwa yang tidak tahu hukum sama sekali," ungkapnya.
Dia menambahkan, dengan kehadiran istri dan anak Busrin ke sejumlah lembaga negara seperti DPR, Mahkamah Agung, Presiden, dan ke KY, pihaknya berharap Busrin bisa lepas dari hukuman penjara dan denda yang dianggap tidak pantas.
"Kedatangan kita ke sini karena ada novum. Novum diartikan di sini bukan selalu bukti-bukti baru, tapi ada keadaan baru dalam perkara ini," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, vonis dua tahun dan denda Rp2 miliar yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Probolinggo terhadap Busrin (48), pencari kayu bakar, mencengangkan publik. Dengan barang bukti dua meter kubik potongan pohon mangrove, warga Desa Pesisir, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, harus menjalani hukuman dan membayar denda yang di luar nalarnya dan keluarganya.
Majelis Hakim PN Probolinggo memvonis terdakwa dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar, subsider satu bulan tahanan. Vonis terdakwa yang dijerat dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Terluar ini lebih rendah satu bulan masa subsider dari tuntutan jaksa.
Busrin menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) 2B Probolinggo sejak 16 Juni 2014.
(zik)