Aliran Lumpur Ancam Dua Desa

Selasa, 02 Desember 2014 - 12:40 WIB
Aliran Lumpur Ancam Dua Desa
Aliran Lumpur Ancam Dua Desa
A A A
SIDOARJO - Jebolnya tanggul lumpur di titik 73 Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, mulai mengenangi rumahrumah warga.

Luberan lumpur bercampur air itu mulai menggenangi bekas permukiman warga Desa Kedungbendo yang sudah ditinggal pemiliknya. Aliran lumpur cukup deras itu melalui rumah-rumah kosong milik warga Desa Kedungbendo menuju Sungai Ketapang. Akibatnya, sungai di sepanjang desa terjadi pendangkalan.

Aliran lumpur juga mengancam kawasan Desa Gempolsari dan Kali Tengah yang berdekatan dengan Desa Kedungbendo. Letak Desa Kedungbendo itu tepat di sebelah utara tanggul yang jebol sehingga air lumpur terus menggenangi desa itu. Setidaknya ada empat rumah yang masih dihuni warga sebelum tanggul jebol, tapi sejak tanggul jebol, rumah warga itu ditinggal dan pindah ke rumah lain.

“Sejak kemarin, penghuni empat rumah itu sudah pindah semuanya,” ujar Kepala Desa Gempolsari Abdul Haris. Abdul Haris menambahkan, Sungai Ketapang sangat rawan meluber menuju dua desa tersebut.

Pasalnya, di sepanjang sungai itu terdapat satu jembatan yang saat ini buntu karena endapan lumpurnya meninggi sehingga air yang mengalir tertahan di jembatan itu. “Jembatan itu tepat di perbatasan antara Desa Kedungbendo dengan Desa Gempolsari,” katanya.

Sementara Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) hingga kemarin belum berupaya menutup tanggul yang jebol. “Kami tidak bisa berbuat apa-apa sehingga tanggul tetap dibiarkan seperti itu,” ujar Humas BPLS, Dwinanto Hesti Prasetyo. Lumpur yang berasal dari pusat semburan mengalir ke utara dengan membuat alur sendiri.

Selain itu, air lumpur itu semakin mengikis tanggul dengan lubang yang semakin besar. “Rata-rata lumpur yang keluar dari pusat semburan masih mencapai 30 ribu sampai 50 ribu meter kubik per hari,” ujar Dwinanto.

Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi peraturan presiden (perpres) penanganan lumpur. Pasalnya, dengan perpres itu yang akan dijadikan payung hukum untuk anggaran pelunasan ganti rugi korban lumpur dari APBN.

Sebelum ada revisi Perpres Lumpur, permasalahan pelunasan ganti rugi yang ditanggung pemerintah tidak ada kejelasan. “Kuncinya di Perpres Lumpur, jika sudah ada perpresnya tinggal mengalokasikan anggaran pelunasan ganti rugi korban lumpur di APBN,” ujar Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, Mahmud SE.

Mahmud menjelaskan, meskipun sudah ada pertemuan Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (DP-BPLS) dengan sejumlah pihak terkait dan pelunasan ganti rugi ditanggung pemerintah. Kenyataannya sampai saat ini belum ada langkah konkret dari pemerintah. Bahkan, informasi yang diperoleh, ternyata anggaran pelunasan ganti rugi itu belum dimasukkan dalam nota APBN 2015.

Hal ini yang membuat korban lumpur bergolak dan melarang BPLS memperkuat tanggul. Jika penguatan tanggul lumpur terus dilarang oleh korban lumpur, saat musim hujan, kawasan lumpur tidak akan terselamatkan dan tanggul akan jebol.

“Kami optimistis setelah Jokowi merevisi Perpres Lumpur dan memasukkan anggaran pelunasan ganti rugi oleh pemerintah, korban lumpur akan membuka blokade dan membiarkan BPLS memperkuat tanggul,” kata Mahmud.

Politikus asal PAN itu menegaskan, Jokowi harus bertindak cepat dalam menangani masalah lumpur. Apalagi ketika berkampanye di hadapan korban lumpur beberapa waktu lalu, Presiden Indonesia ketujuh itu mengatakan pemerintah harus hadir menyelesaikan masalah lumpur.

Kini saatnya korban lumpur menagih janji Jokowi yang jika terpilih menjadi presiden akan segera menuntaskan masalah lumpur. “Selagi tidak ada revisi Perpres Lumpur, anggaran untuk pelunasan ganti rugi tidak bisa dialokasikan di APBN,” kata Mahmud.

Abdul Rouf
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7947 seconds (0.1#10.140)