BKKBN Bentuk Kader Generasi Berencana
A
A
A
SURABAYA - Seks bebas yang membudaya di kalangan pelajar seharusnya menjadi perhatian serius semua pihak. Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Timur mengaku telah melakukan sejumlah langkah guna menekan perilaku seks bebas pelajar, salah satunya dengan membentuk Kader Generasi Berencana (KGB).
Kepala BKKBN Provinsi Jatim Dwi Listywardani menjelaskan, KGB dibentuk di seluruh lembaga pendidikan, baik pesantren maupun sekolah, yang direkrut dari pelajar sendiri. Melalui KGB, siswa bisa memperoleh informasi dan konseling. Selain mengampanyekan pernikahan pada usia yang pas, mereka juga mengajak para pelajar agar tidak melakukan seks bebas, tidak berpacaran, dan menggunakan narkoba.
”Namanya pendidik sebaya dan konselor sebaya. Mereka sengaja dipilih agar gampang berinteraksi. Saat ini ada 10 kelompok di masing-masing kabupaten/ kota di Jatim,” ujar Dwi ditemui di kantornya kemarin. Menurut Dwi, perilaku seks bebas yang bermuara pada banyaknya siswi hamil memang membutuhkan penanganan lebih intensif dan melibatkan banyak pihak, mulai dari pihak sekolah, keluarga, pemangku kebijakan, dan masyarakat.
Di sekolah misalnya, Dwi memandang perlu diperdalam pendidikan karakter agar siswa lebih tahan terhadap godaan seks bebas yang sebenarnya bukan budaya timur. Data di BKKBN menyebutkan angka kelahiran wanita di bawah usia 20 tahun cukup tinggi. Meski tidak spesifik menunjuk pelajar, Dwi mengatakan, di daerah-daerah seperti Madura dan wilayah Tapal Kuda masih banyak siswa putus sekolah dan menikah.
Ada pula yang menikah karena terpaksa lantaran hamil dulu. ”Karena terlanjur hamil, maka Kantor Urusan Agama (KUA) terpaksa menikahkan. Nah, di Jatim, kami juga curiga seperti itu,” katanya. Dia mengakui gaya hidup bebas masyarakat sudah tak terkontrol lagi. Anak-anak pada usia SMP dan SMA misalnya, sudah tidak malu lagi berpacaran, berduaan di tempat gelap, atau bahkan tidur bersama.
”Wajar saja bila banyak pelajar hamil di luar nikah. Ini berbeda dengan zaman kita dahulu. Jangankan berpacaran, ketahuan berboncengan dengan lawan jenis saja malu,” katanya. Kemunduran ini, kata Dwi, yang mesti segera diatasi. Keluarga dan sekolah sebagai elemen terdekat harus memberi perhatian lebih lagi untuk bisa mengingatkan, memproteksi mereka agar tidak kebablasan bergaul. ”Dan yang tak kalah penting juga pribadi mereka sendiri. Karakter mereka harus kuat,” ujar dia.
Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Biyanto mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir Muhammadiyah telah memperhatikan kecenderungan perilaku pelajar yang kian mengkhawatirkan. Secara khusus disampaikan kepada para guru di lembaga pendidikan Muhammadiyah agar lebih mengawasi siswanya.
”Kami sudah sampaikan ke kepala sekolah, guru agama, guru bimbingan dan konseling untuk memperhatikan perilaku anak-anak,” kata Biyanto tadi malam. Mereka, kata Biyanto, juga diwajibkan membekali anak-anak dengan pengetahuan seputar kesehatan reproduksi dan penjagaan diri agar tidak melakukan seks bebas, salah satunya melalui buku. Buku juga menekankan kebiasaan anak agar bertanya kepada orang yang benar seputar keingintahuannya tentang seks.
Di sekolah, orang yang tepat adalah guru dan di rumah tentu orang tua. ”Jadi anak jangan browsing sendiri di internet, jadinya tidak sehat, tidak baik. Di sekolah Muhammadiyah juga ada pembiasaan menjalankan hidup secara Islami. Guru, murid, dan semua karyawan membiasakan hidup Islami,” ucapnya.
Anggota Komisi E DPRD Jatim Kartika Hidayati mengaku prihatin dengan tingginya angka siswi hamil di Jatim. Karena itu, dia mendesak Kurikulum 2013 yang lebih mengedepankan pendidikan karakter segera dilaksanakan. Dia menilai membentuk karakter anak menjadi hal paling penting dan merupakan tanggung jawab guru di sekolah serta orang tua di rumah.
”Coba saja diamati, selama ini anak-anak yang menjadi korban hubungan bebas rata-rata karena orang tua sedikit memberikan waktu bertemu anak. Anak juga kurang mendapatkan pengetahuan agama dan kesehatan,” kata politikus PKB ini.
Kartika juga mengkritik bahwa saat ini sekolah-sekolah sibuk bersaing soal prestasi akademik, tapi mengabaikan karakter anak didik. ”Percuma kalau mereka berprestasi, tapi karakternya rendah. Padahal mereka generasi muda kita, yang tentu memiliki kemampuan tidak saja pada akademik tapi juga karakter,” kata dia.
Soeprayitno/ Ihya ulumuddin
Kepala BKKBN Provinsi Jatim Dwi Listywardani menjelaskan, KGB dibentuk di seluruh lembaga pendidikan, baik pesantren maupun sekolah, yang direkrut dari pelajar sendiri. Melalui KGB, siswa bisa memperoleh informasi dan konseling. Selain mengampanyekan pernikahan pada usia yang pas, mereka juga mengajak para pelajar agar tidak melakukan seks bebas, tidak berpacaran, dan menggunakan narkoba.
”Namanya pendidik sebaya dan konselor sebaya. Mereka sengaja dipilih agar gampang berinteraksi. Saat ini ada 10 kelompok di masing-masing kabupaten/ kota di Jatim,” ujar Dwi ditemui di kantornya kemarin. Menurut Dwi, perilaku seks bebas yang bermuara pada banyaknya siswi hamil memang membutuhkan penanganan lebih intensif dan melibatkan banyak pihak, mulai dari pihak sekolah, keluarga, pemangku kebijakan, dan masyarakat.
Di sekolah misalnya, Dwi memandang perlu diperdalam pendidikan karakter agar siswa lebih tahan terhadap godaan seks bebas yang sebenarnya bukan budaya timur. Data di BKKBN menyebutkan angka kelahiran wanita di bawah usia 20 tahun cukup tinggi. Meski tidak spesifik menunjuk pelajar, Dwi mengatakan, di daerah-daerah seperti Madura dan wilayah Tapal Kuda masih banyak siswa putus sekolah dan menikah.
Ada pula yang menikah karena terpaksa lantaran hamil dulu. ”Karena terlanjur hamil, maka Kantor Urusan Agama (KUA) terpaksa menikahkan. Nah, di Jatim, kami juga curiga seperti itu,” katanya. Dia mengakui gaya hidup bebas masyarakat sudah tak terkontrol lagi. Anak-anak pada usia SMP dan SMA misalnya, sudah tidak malu lagi berpacaran, berduaan di tempat gelap, atau bahkan tidur bersama.
”Wajar saja bila banyak pelajar hamil di luar nikah. Ini berbeda dengan zaman kita dahulu. Jangankan berpacaran, ketahuan berboncengan dengan lawan jenis saja malu,” katanya. Kemunduran ini, kata Dwi, yang mesti segera diatasi. Keluarga dan sekolah sebagai elemen terdekat harus memberi perhatian lebih lagi untuk bisa mengingatkan, memproteksi mereka agar tidak kebablasan bergaul. ”Dan yang tak kalah penting juga pribadi mereka sendiri. Karakter mereka harus kuat,” ujar dia.
Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Biyanto mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir Muhammadiyah telah memperhatikan kecenderungan perilaku pelajar yang kian mengkhawatirkan. Secara khusus disampaikan kepada para guru di lembaga pendidikan Muhammadiyah agar lebih mengawasi siswanya.
”Kami sudah sampaikan ke kepala sekolah, guru agama, guru bimbingan dan konseling untuk memperhatikan perilaku anak-anak,” kata Biyanto tadi malam. Mereka, kata Biyanto, juga diwajibkan membekali anak-anak dengan pengetahuan seputar kesehatan reproduksi dan penjagaan diri agar tidak melakukan seks bebas, salah satunya melalui buku. Buku juga menekankan kebiasaan anak agar bertanya kepada orang yang benar seputar keingintahuannya tentang seks.
Di sekolah, orang yang tepat adalah guru dan di rumah tentu orang tua. ”Jadi anak jangan browsing sendiri di internet, jadinya tidak sehat, tidak baik. Di sekolah Muhammadiyah juga ada pembiasaan menjalankan hidup secara Islami. Guru, murid, dan semua karyawan membiasakan hidup Islami,” ucapnya.
Anggota Komisi E DPRD Jatim Kartika Hidayati mengaku prihatin dengan tingginya angka siswi hamil di Jatim. Karena itu, dia mendesak Kurikulum 2013 yang lebih mengedepankan pendidikan karakter segera dilaksanakan. Dia menilai membentuk karakter anak menjadi hal paling penting dan merupakan tanggung jawab guru di sekolah serta orang tua di rumah.
”Coba saja diamati, selama ini anak-anak yang menjadi korban hubungan bebas rata-rata karena orang tua sedikit memberikan waktu bertemu anak. Anak juga kurang mendapatkan pengetahuan agama dan kesehatan,” kata politikus PKB ini.
Kartika juga mengkritik bahwa saat ini sekolah-sekolah sibuk bersaing soal prestasi akademik, tapi mengabaikan karakter anak didik. ”Percuma kalau mereka berprestasi, tapi karakternya rendah. Padahal mereka generasi muda kita, yang tentu memiliki kemampuan tidak saja pada akademik tapi juga karakter,” kata dia.
Soeprayitno/ Ihya ulumuddin
(ftr)