Diancam 6 Tahun, Flo Cinta Yogya

Kamis, 13 November 2014 - 14:01 WIB
Diancam 6 Tahun, Flo Cinta Yogya
Diancam 6 Tahun, Flo Cinta Yogya
A A A
YOGYAKARTA - Tanpa didampingi pengacara, Florence Sihombing alias Flo, mahasiswi S-2 Universitas Gadjah Mada (UGM), menjalani sidang perdana kasus dugaan penghinaan melalui media sosial Path di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta kemarin.

Florence terancam hukuman enam tahun penjara atas dakwaan telah melanggar Undang- Undang (UU) No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Bambang Sunanto, Florence didakwa dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 1, dan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU ITE. Jalannya persidangan dengan agenda pembacaan surat dakwaan itu berlangsung singkat, yakni hanya sekitar setengah jam, dimulai pukul 10.00 WIB hingga 10.30.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) RR Rahayu mendakwa Florence dengan sengaja melontarkan pernyataan bernada menghina dan berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) yang dituliskannya di akun Path pada Agustus 2014. Di antaranya pernyataan “Jogja Miskin, Tolol, dan Tak Berbudaya”. “Komentar terdakwa di akun Path telah menghina warga Yogyakarta dan kultur budaya Jawa,” sebut Rahayu saat membacakan surat dakwaan.

Akibat umpatan Florence di akun Pathitu, muncul reaksi negatif masyarakat dan netizen yang berujung pelaporan ke Polda DIY. Kicauan Florence berawal saat dia tidak mau mengantre mengisi bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Lempuyangan. Padahal, saat itu antrean padat karena sedang terjadi kelangkaan BBM, khususnya bersubsidi.

Sepulangnya dari SPBU, Florence di rumah kosnya di Demangan, Yogyakarta, menulis status di Path melalui smartphone. Isinya umpatan atas rasa kekecewaannya saat mengantre mengisi BBM tersebut. Menanggapi dakwaan JPU, Florence menyatakan akan mengajukan nota eksepsi atau pembelaan. Dia meminta penundaan persidangan dalam waktu dua pekan lagi.

“Yang Mulia, saya minta waktu dua pekan untuk mencari pendampingan pengacara dan menyusun eksepsi,” pinta Florence. Namun, permintaan Florence ditolak majelis hakim. Majelis hakim bersedia memberi tenggat waktu sepekan untuk menyusun eksepsi dan mencari pengacara. Setelah ada kesepakatan antara majelis hakim, JPU, dan Florence, sidang akhirnya diputuskan ditunda pada Rabu (19/11) pekan depan dengan agenda pembacaan nota eksepsi.

Sementara itu, meskipun telah menjalani sidang perdana, Florence masih bisa menghirup udara bebas alias tidak dikenai tahanan badan. Setelah kasus ini masuk ke pengadilan, kewenangan penahanan ada di tangan majelis hakim. “Jangan disalahgunakan, nanti ada konsekuensi yuridisnya,” kata Hakim Ketua Bambang Sunanto sebelum menutup sidang. Saat ditemui seusai persidangan, Florence mengaku telah diberi semangat oleh keluarga sivitas UGM.

Meskipun Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) UGM yang sebelumnya mendampinginya saat proses penyidikan saat ini telah mengundurkan diri sebagai tim pengacaranya, Florence tetap berkeyakinan proses hukum yang dijalaninya ini memperoleh dukungan kuat UGM. “Tadi pihak UGM dan Fakultas Hukum memberi semangat untuk jalani sidang hari ini,” ungkapnya.

Saat ditanya mengapa tidak didampingi pengacara saat menjalani sidang perdana, dia mengaku masih mencari pengacara. “Saya minta penundaan sidang dua pekan, tapi disetujui satu pekan. Saya mau cari pengacara dan persiapan eksepsi,” ucapnya.

Hanya, Florence enggan menjawab siapa pengacara yang akan digandengnya. Dia juga mengungkapkan, saat ini kehidupan pribadinya sudah berangsur normal dan tenang. Tidak lagi ada tekanan dari lingkungan masyarakat atau teror melalui media sosial.

“Saya juga sudah bikin akun Twitter baru, untuk Facebookdan Pathbelum. Kemarin ada akun palsu yang memakai nama saya untuk memaki-maki. Tapi itu sudah tidak ada lagi. Saya masih cinta Jogja,” tuturnya.

Ristu hanafi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7022 seconds (0.1#10.140)