Kemeriahan Kirab Dewa Bumi di Solo
A
A
A
SOLO - Klenteng Tien Kok Sie Pasar Gede Solo menggelar Kirab Dewa Bumi Hok Ting Cing Sin (Fu De Zheng Shen) secara besar-besaran. Kirab digelar Minggu (7/9/2014) ini.
Kirab yang digelar dalam rangka menyambut perayaan atau festival pertengahan musim gugur (Zhong Qiu Jie) ini membawa Kim Sin sebagai bentuk penghormatan terhadap Dewa Bumi. Perayaan ini sebenarnya jatuh pada Senin (8/9/2014) atau bulan 8 tanggal 15 Imlek. Namun, karena pertimbangan macet, kemudian kirab digelar sehari sebelumnya.
"Selain Kim Sin, ada pula para pengawal seperti macan dan para jenderal yang mendampingi, yang dibawa dalam kirab. Ini merupakan hari berterima kasih kepada Dewa Bumi Hok Tik Cing Sin, yang jatuh pada Senin (8/9). Saat itu di Tiongkok digelar habis panen raya, sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur setelah panen raya," ujar Sekretaris Klenteng Tien Kok Sie Lian Hong Siang kepada wartawan.
Adapun rute kirab yang ditempuh sejauh lima sampai enam kilometer (km). Berawal dari Klenteng Tien Kok Sie, Jalan RE Martadinata-Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Ronggowarsito-Keprabon Kulon-Jalan Slamet Riyadi-Jalan Yos Sudarso-Klenteng Poo An Kiong-Jalan Yos Sudarso-Jalan Slamet Riyadi-Pusat Grosir Solo (PGS)-Jalan Kapten Mulyadi-Jalan RE Martadinata-Jalan Cut Nyak Dien (Samaan)-Jalan Ir Juanda-Jalan Kapten Mulyadi-dan kembali lagi ke Klenteng Tien Kok Sie.
"Rute berbeda dengan tahun sebelumnya. Yang ditentukan secara spiritual. Dipercaya dengan adanya kirab bisa hilangkan energi negatif yang ada di rute-rute yang dilewati, atau semacam tolak bala istilahnya," jelas Humas Klenteng Tien Kok Sie ini.
Sebagai sajian khusus, kue tiong ciu atau kue pertengahan musim gugur biasanya hadir melengkapi prosesi perayaan ini. Bentuknya yang bulat menggambarkan atau melukiskan akan cemerlangnya bulan pada saat itu, sekaligus melambangkan bentuk bumi yang juga bulat, untuk menghormati Sang Dewa Bumi atau Malaikat Bumi Hok Tik Cing Sin.
"Sekitar 600 peserta yang turut serta dalam kirab. Diikuti cetya-cetya yang ada di lingkup Solo. Ada pula dari komunitas lain, menunjukkan ada akulturasi budaya di dalamnya," katanya.
Sementara itu, barisan kirab antara lain terdiri dari tim pemadam kebakaran (damkar), pasukan pengibar bendera (paskibra) dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), Marching Band Arhanudse 15, Pokdarwis Sudiroprajan, bendera Tien Kok Sie, iring-iringan Dewa Bumi Klenteng Tien Kok Sie, Liong Barongsai 413, dan komunitas warga dari Papua, serta dan ambulans.
Dalam kesempatan yang sama, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo (Rudy) mengatakan, dengan adanya kirab tersebut menunjukkan keberagaman yang ada di Kota Solo.
Masyarakat diimbau supaya selalu menanamkan budaya gotong-royong, merawat, memelihara, hingga menjaga keamanan guna mewujudkan Kota Solo yang aman dan nyaman. Apalagi, belum lama ini Kota Solo dinilai sebagai kota nomor dua yang aman dan nyaman untuk ditinggali oleh lembaga survei, setelah Balikpapan.
"Hargai suku dan seni budaya yang ada di Kota Surakarta. Bangsa Indonesia ini punya kebudayaan yang tinggi dan rasa toleransi yang luar biasa. Kemajemukan yang ada di sini terus ditunjukkan ke dunia. Lewat kirab ini kita bisa menghargai dan menghormati sesama tanpa memandang suku dan ras," kata Rudy, berharap tahun depan acara sejenis bisa digarap lebih besar lagi.
Kirab yang digelar dalam rangka menyambut perayaan atau festival pertengahan musim gugur (Zhong Qiu Jie) ini membawa Kim Sin sebagai bentuk penghormatan terhadap Dewa Bumi. Perayaan ini sebenarnya jatuh pada Senin (8/9/2014) atau bulan 8 tanggal 15 Imlek. Namun, karena pertimbangan macet, kemudian kirab digelar sehari sebelumnya.
"Selain Kim Sin, ada pula para pengawal seperti macan dan para jenderal yang mendampingi, yang dibawa dalam kirab. Ini merupakan hari berterima kasih kepada Dewa Bumi Hok Tik Cing Sin, yang jatuh pada Senin (8/9). Saat itu di Tiongkok digelar habis panen raya, sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur setelah panen raya," ujar Sekretaris Klenteng Tien Kok Sie Lian Hong Siang kepada wartawan.
Adapun rute kirab yang ditempuh sejauh lima sampai enam kilometer (km). Berawal dari Klenteng Tien Kok Sie, Jalan RE Martadinata-Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Ronggowarsito-Keprabon Kulon-Jalan Slamet Riyadi-Jalan Yos Sudarso-Klenteng Poo An Kiong-Jalan Yos Sudarso-Jalan Slamet Riyadi-Pusat Grosir Solo (PGS)-Jalan Kapten Mulyadi-Jalan RE Martadinata-Jalan Cut Nyak Dien (Samaan)-Jalan Ir Juanda-Jalan Kapten Mulyadi-dan kembali lagi ke Klenteng Tien Kok Sie.
"Rute berbeda dengan tahun sebelumnya. Yang ditentukan secara spiritual. Dipercaya dengan adanya kirab bisa hilangkan energi negatif yang ada di rute-rute yang dilewati, atau semacam tolak bala istilahnya," jelas Humas Klenteng Tien Kok Sie ini.
Sebagai sajian khusus, kue tiong ciu atau kue pertengahan musim gugur biasanya hadir melengkapi prosesi perayaan ini. Bentuknya yang bulat menggambarkan atau melukiskan akan cemerlangnya bulan pada saat itu, sekaligus melambangkan bentuk bumi yang juga bulat, untuk menghormati Sang Dewa Bumi atau Malaikat Bumi Hok Tik Cing Sin.
"Sekitar 600 peserta yang turut serta dalam kirab. Diikuti cetya-cetya yang ada di lingkup Solo. Ada pula dari komunitas lain, menunjukkan ada akulturasi budaya di dalamnya," katanya.
Sementara itu, barisan kirab antara lain terdiri dari tim pemadam kebakaran (damkar), pasukan pengibar bendera (paskibra) dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), Marching Band Arhanudse 15, Pokdarwis Sudiroprajan, bendera Tien Kok Sie, iring-iringan Dewa Bumi Klenteng Tien Kok Sie, Liong Barongsai 413, dan komunitas warga dari Papua, serta dan ambulans.
Dalam kesempatan yang sama, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo (Rudy) mengatakan, dengan adanya kirab tersebut menunjukkan keberagaman yang ada di Kota Solo.
Masyarakat diimbau supaya selalu menanamkan budaya gotong-royong, merawat, memelihara, hingga menjaga keamanan guna mewujudkan Kota Solo yang aman dan nyaman. Apalagi, belum lama ini Kota Solo dinilai sebagai kota nomor dua yang aman dan nyaman untuk ditinggali oleh lembaga survei, setelah Balikpapan.
"Hargai suku dan seni budaya yang ada di Kota Surakarta. Bangsa Indonesia ini punya kebudayaan yang tinggi dan rasa toleransi yang luar biasa. Kemajemukan yang ada di sini terus ditunjukkan ke dunia. Lewat kirab ini kita bisa menghargai dan menghormati sesama tanpa memandang suku dan ras," kata Rudy, berharap tahun depan acara sejenis bisa digarap lebih besar lagi.
(zik)