Tolak Pembangunan Hotel, Warga Ngadiwinatan Diintimidasi
A
A
A
YOGYAKARTA - Warga Ngadiwinatan, Ngampilan, menolak pembangunan hotel Cordela, di Jl Bhayangkara, No 35, Ngampilan. Warga takut pembangunan hotel akan mengganggu kenyamanan warga. Akibat penolakan itu, warga sempat mendapat beragam intimidasi dari berbagai pihak.
“Kami warga yang tinggal persis bersebelahan dengan hotel yang akan dibangun itu tidak diwongke. Yang menolak malah mendapat berbagai intimidasi, baik melalui pesan singkat maupun verbal. Misalnya, yang menolak akan dipersulit jika mengurus administrasi,” terang Sekretaris Forum Keadilan Warga Untuk Jogja Istimewa Setiawan, Rabu (27/8/2014).
Dia menambahkan, sejak awal warga tidak pernah mendapat sosialisasi terkait rencana pembangunan hotel di wilayah mereka. Tak hanya itu, pendekatan yang dilakukan oleh perangkat RT hingga tingkat kecamatan dinilai tidak manusiawi.
Menurut Setiawan, warga yang tinggal berbatasan langsung dengan lokasi pendirian hotel juga tidak pernah menandatangani persetujuan. Celakanya, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) hotel justru sudah ada.
“Jadi warga tidak pernah menandatangani persetujuan pembangunan hotel di wilayah mereka, tapi tandatangannya ada. IMB-nya juga sudah ada. Ini kan janggal, tanda tangan siapa yang digunakan mengatasnamakan warga?” sergahnya.
Sejak itu, dia menganggap, warga tidak lagi dianggap di lokasi itu oleh pemilik hotel maupun aparat setempat. Terbukti, saat proses pemongkaran tembok setinggi tujuh meter dengan panjang 20 meter, tidak ada pemberitahuan sekali kepada warga.
“Sekarang warga resah. Pembangunan hotel membuat hubungan sosial menjadi renggang dan ada saling curiga. Karena itu kami mendesak agar pembangunan hotel dihentikan. Kami akan perjuangkan tuntutan ini sampai kemana pun,” tegasnya.
Warga memang tak main-main. Sebelumnya mereka sudah mengirimkan surat kepada Wali Kota Yogyakarta, Dinas Perizinan, Inspektorat, dan Ombudsman. Surat balasan dari Wali Kota melalui Dinas Perizinan cukup normatif, dan hanya menyebut persyaratan untuk pengajuan izin hotel sudah dinyatakan lengkap.
Merespons aduan warga, Baharudin Kamba anggota Forpi Kota Yogya mengatakan, pihaknya akan mengklarifikasi dan melakukan kajian perkait proses pemberian izin bangunan dari instansi terkait. Jika ditemukan penyimpangan, Forpi akan merekomendasikan Inspektorat untuk mengusut lebih jauh.
Forpi juga meminta Wali Kota untuk menginstruksikan penghentian pembangunan hotel, karena warga massih menganggap perizinannya bermasalah.
“Wali Kota juga perlu mengawasi dan mengaudit kinerja Dinas Perizinan terkait masalah ini. Pemkot juga harus menjamin warga yang keberatan menyampaikan aspirainya tanpa intimidasi,” tegasnya.
“Kami warga yang tinggal persis bersebelahan dengan hotel yang akan dibangun itu tidak diwongke. Yang menolak malah mendapat berbagai intimidasi, baik melalui pesan singkat maupun verbal. Misalnya, yang menolak akan dipersulit jika mengurus administrasi,” terang Sekretaris Forum Keadilan Warga Untuk Jogja Istimewa Setiawan, Rabu (27/8/2014).
Dia menambahkan, sejak awal warga tidak pernah mendapat sosialisasi terkait rencana pembangunan hotel di wilayah mereka. Tak hanya itu, pendekatan yang dilakukan oleh perangkat RT hingga tingkat kecamatan dinilai tidak manusiawi.
Menurut Setiawan, warga yang tinggal berbatasan langsung dengan lokasi pendirian hotel juga tidak pernah menandatangani persetujuan. Celakanya, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) hotel justru sudah ada.
“Jadi warga tidak pernah menandatangani persetujuan pembangunan hotel di wilayah mereka, tapi tandatangannya ada. IMB-nya juga sudah ada. Ini kan janggal, tanda tangan siapa yang digunakan mengatasnamakan warga?” sergahnya.
Sejak itu, dia menganggap, warga tidak lagi dianggap di lokasi itu oleh pemilik hotel maupun aparat setempat. Terbukti, saat proses pemongkaran tembok setinggi tujuh meter dengan panjang 20 meter, tidak ada pemberitahuan sekali kepada warga.
“Sekarang warga resah. Pembangunan hotel membuat hubungan sosial menjadi renggang dan ada saling curiga. Karena itu kami mendesak agar pembangunan hotel dihentikan. Kami akan perjuangkan tuntutan ini sampai kemana pun,” tegasnya.
Warga memang tak main-main. Sebelumnya mereka sudah mengirimkan surat kepada Wali Kota Yogyakarta, Dinas Perizinan, Inspektorat, dan Ombudsman. Surat balasan dari Wali Kota melalui Dinas Perizinan cukup normatif, dan hanya menyebut persyaratan untuk pengajuan izin hotel sudah dinyatakan lengkap.
Merespons aduan warga, Baharudin Kamba anggota Forpi Kota Yogya mengatakan, pihaknya akan mengklarifikasi dan melakukan kajian perkait proses pemberian izin bangunan dari instansi terkait. Jika ditemukan penyimpangan, Forpi akan merekomendasikan Inspektorat untuk mengusut lebih jauh.
Forpi juga meminta Wali Kota untuk menginstruksikan penghentian pembangunan hotel, karena warga massih menganggap perizinannya bermasalah.
“Wali Kota juga perlu mengawasi dan mengaudit kinerja Dinas Perizinan terkait masalah ini. Pemkot juga harus menjamin warga yang keberatan menyampaikan aspirainya tanpa intimidasi,” tegasnya.
(san)