Penutupan Lokalisasi Dolly Tak Perlu SK atau Perwali
A
A
A
SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bergeming atas penilaian sejumlah kalangan yang mengatakan penutupan lokalisasi Dolly adalah ilegal karena tidak ada surat keputusan (SK) maupun peraturan wali kota (Perwali).
Pemkot bersikeras Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Larangan Menggunakan Bangunan/Tempat untuk Perbuatan Asusila serta Pemikatan untuk Melakukan Perbuatan Asusila sudah cukup untuk melakukan penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara itu.
Menurut Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkot Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu, Perda tersebut tidak mengamanatkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk menerbitkan SK maupun Perwali, sebagai perangkat teknis dalam penerapan regulasi tersebut.
Jika tidak ada pengamanatan SK maupun Perwali, maka Perda tersebut bisa langsung diterapkan.
“Kalau tidak ada amanat menerbitkan SK maupun Perwali, berarti dalam Perda itu sudah dinyatakan lengkap. Baik penerapannnya maupun sanksi-sanksinya,” ujarnya, Minggu (22/6/2014).
Perempuan akrab dipanggil Yayuk ini menjelaskan, adapun sejumlah sanksi bagi pelanggar Perda ini di antaranya teguran. Namun sanksi paling berat adalah pembongkaran bangunan.
Sebelum penerapan sanksi, pemkot terlebih dulu akan mengkaji dan mendalami secara mendetail jenis pelanggaran yang dilakukan pemilik bangunan. Tapi yang pasti, pemilik bangunan dilarang keras untuk menggunakan propertinya tersebut untuk kegiatan asusila dan prostitusi.
“Jadi, penertiban lokalisasi Dolly tetap bisa dilakukan tanpa harus ada SK,” tandasnya.
Pemkot bersikeras Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Larangan Menggunakan Bangunan/Tempat untuk Perbuatan Asusila serta Pemikatan untuk Melakukan Perbuatan Asusila sudah cukup untuk melakukan penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara itu.
Menurut Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkot Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu, Perda tersebut tidak mengamanatkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk menerbitkan SK maupun Perwali, sebagai perangkat teknis dalam penerapan regulasi tersebut.
Jika tidak ada pengamanatan SK maupun Perwali, maka Perda tersebut bisa langsung diterapkan.
“Kalau tidak ada amanat menerbitkan SK maupun Perwali, berarti dalam Perda itu sudah dinyatakan lengkap. Baik penerapannnya maupun sanksi-sanksinya,” ujarnya, Minggu (22/6/2014).
Perempuan akrab dipanggil Yayuk ini menjelaskan, adapun sejumlah sanksi bagi pelanggar Perda ini di antaranya teguran. Namun sanksi paling berat adalah pembongkaran bangunan.
Sebelum penerapan sanksi, pemkot terlebih dulu akan mengkaji dan mendalami secara mendetail jenis pelanggaran yang dilakukan pemilik bangunan. Tapi yang pasti, pemilik bangunan dilarang keras untuk menggunakan propertinya tersebut untuk kegiatan asusila dan prostitusi.
“Jadi, penertiban lokalisasi Dolly tetap bisa dilakukan tanpa harus ada SK,” tandasnya.
(hyk)