Protes Penutupan Dolly, PSK Ini Merias Wajah seperti Kucing
A
A
A
SURABAYA - Kompensasi sebesar Rp5 juta dianggap tak berarti oleh salah seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) di Wisma Putri Kembar. Karena itu, Yuli, sebut saja begitu, memilih untuk tetap beroperasi daripada mengambil uang kompensasi kemudian berhenti jadi PSK.
"Buat apa uang segitu. Nggak ada artinya. Lebih enak begini," kata perempuan yang Kamis (19/6/2014) malam merias wajahnya seperti kucing saat mangkal di wisma tersebut.
Dandanan aneh ini dilakukannya sebagai bentuk protes terhadap Pemkot Surabaya yang menutup lokalisasi Dolly. Sambil berteriak-teriak "Jangan tutup Dolly", PSK yang sudah lima tahun berpraktik di wisma tersebut terus meneriakkan protes.
Dengan rambut dikuncir tiga dan wajah dirias seperti kucing, perempuan 30 tahun ini malah melenggak-lenggok mengikuti dentuman house music di wisma yang berada di ujung Gang Dolly itu. "Saya ingin tetap kerja di sini. Kalau menutup Dolly, wani piro. Halo Bu Risma...Halo Bu Risma," teriaknya seperti tak menggubris sejumlah wartawan yang sedang mengambil gambar.
Yuli mengaku lebih memilih bekerja sebagai PSK lantaran hasilnya bisa digunakan untuk mencukupi kehidupan keluarganya di kampung. Pasalnya, selama bekerja sebagai PSK, uangnya dikirimkan untuk keluarga. "Ya uangnya untuk Bapak, Ibu, dan anak saya di kampung. Kalau diberi uang Rp5 juta buat apa. Nanti kalau sudah tidak kerja, saya makan apa," katanya.
Yuli adalah satu di antara ratusan PSK yang memilih tetap bekerja di lokalisasi Dolly pasca deklarasi penutupan. Padahal, pada malam sebelumnya, Pemkot Surabaya telah mendeklarasikan penutupan lokalisasi dan akan dialihfungsikan menjadi sentra ekonomi. Kemarin siang, sejumlah PSK dan mucikari dari lokalisasi Dolly dan Jarak sudah menerima kompensasi. Untuk PSK sebesar Rp5 juta, sementara mucikari dijatah Rp5.050.000.
"Buat apa uang segitu. Nggak ada artinya. Lebih enak begini," kata perempuan yang Kamis (19/6/2014) malam merias wajahnya seperti kucing saat mangkal di wisma tersebut.
Dandanan aneh ini dilakukannya sebagai bentuk protes terhadap Pemkot Surabaya yang menutup lokalisasi Dolly. Sambil berteriak-teriak "Jangan tutup Dolly", PSK yang sudah lima tahun berpraktik di wisma tersebut terus meneriakkan protes.
Dengan rambut dikuncir tiga dan wajah dirias seperti kucing, perempuan 30 tahun ini malah melenggak-lenggok mengikuti dentuman house music di wisma yang berada di ujung Gang Dolly itu. "Saya ingin tetap kerja di sini. Kalau menutup Dolly, wani piro. Halo Bu Risma...Halo Bu Risma," teriaknya seperti tak menggubris sejumlah wartawan yang sedang mengambil gambar.
Yuli mengaku lebih memilih bekerja sebagai PSK lantaran hasilnya bisa digunakan untuk mencukupi kehidupan keluarganya di kampung. Pasalnya, selama bekerja sebagai PSK, uangnya dikirimkan untuk keluarga. "Ya uangnya untuk Bapak, Ibu, dan anak saya di kampung. Kalau diberi uang Rp5 juta buat apa. Nanti kalau sudah tidak kerja, saya makan apa," katanya.
Yuli adalah satu di antara ratusan PSK yang memilih tetap bekerja di lokalisasi Dolly pasca deklarasi penutupan. Padahal, pada malam sebelumnya, Pemkot Surabaya telah mendeklarasikan penutupan lokalisasi dan akan dialihfungsikan menjadi sentra ekonomi. Kemarin siang, sejumlah PSK dan mucikari dari lokalisasi Dolly dan Jarak sudah menerima kompensasi. Untuk PSK sebesar Rp5 juta, sementara mucikari dijatah Rp5.050.000.
(zik)