Pemkab Garut bakal Bangun Fasilitas Perawatan Kejiwaan
A
A
A
GARUT - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut segera melakukan pembahasan dengan instansi terkait soal tingginya jumlah warga yang mengalami gangguan jiwa.
Bupati Garut Rudy Gunawan mengatakan, pihaknya sedang mempertimbangkan apakah pendirian fasilitas perawatan kejiwaan harus dilakukan atau cukup dengan menyokong sejumlah pihak swasta yang selama ini berperan aktif merehabilitasi penyakit jiwa di Garut.
"Saya prihatin dengan tingginya warga yang terkena penyakit jiwa di Garut, khususnya di Kecamatan Kersamanah. Bagaimanapun juga kami harus memikirkan solusi untuk kedepan, karena ternyata kondisi seperti ini sudah berlangsung lama," kata Rudy di Garut Selasa (27/5/2014).
Bupati yang sebelumnya berprofesi sebagai pengacara ini menilai, jika fasilitas perawatan kejiwaan dipilih pemerintah untuk didirikan di Garut, maka teknis awalnya akan bersifat sebagai penampungan terlebih dahulu.
Namun demikian, para penderita kejiwaan tetap mendapatkan perawatan medis selama ditangani.
"Sementara pendirian rumah sakit itu tidak mudah, ada izin khusus. Apalagi ini rumah sakitnya bersifat khusus juga. Namun akan kami bahas dahulu baiknya bagaimana, apakah perlu segera rumah sakit atau penampungan dulu, atau bahkan membantu sejumlah pesantren yang aktif di kegiatan sosial untuk penderita kejiwaan. Paling tidak rencana itu baru akan bisa dilakukan di 2015 mendatang karena anggaran yang ada terbatas," ungkapnya.
Terlepas dari keterbatasan anggaran pemerintah, Rudy sependapat bila sebuah tempat atau fasilitas perawatan kejiwaan memang perlu didirikan di Garut.
"Sebab kalau harus melulu dirujuk ke Rumah Sakit Cisarua Bandung itu akan tidak efektif. Jaraknya juga jauh," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 116 warga di Kecamatan Kersamanah, Kabupaten Garut, Jawa Barat, menderita penyakit gangguan jiwa. Mereka tersebar pada sejumlah kampung di enam desa kecamatan tersebut, yaitu Desa Kersamanah, Sukamaju, Nanjungjaya, Girijaya, Sukamerang, dan Mekaraya.
Sejumlah dinas terkait, seperti Disnakersostrans dan Dinkes Kabupaten Garut pun sebelumnya setuju jika fasilitas perawatan khusus penyakit jiwa didirikan di Garut.
Kabid Bantuan Jaminan dan Rehabilitasi Sosial Disnakersostrans Kabupaten Garut Samhari mengatakan, pentingnya tempat perawatan dan rehabilitasi untuk penderita kejiwaan diperlukan Garut untuk mengefisienkan penanganan serta penggunaan anggaran pemerintah.
"Pemerintah pusat melalui Kemensos sudah menganggarkan biaya untuk menangani penderita kejiwaan yang berasal dari kalangan keluarga miskin. Namun karena jauhnya lokasi perawatan di Bandung dan rehabilitasi di Sukabumi, membuat warga miskin memilih enggan mengirimkan keluarganya yang menderita penyakit jiwa ke sana. Agar efisien dan tepat penanganannya, semestinya Garut memiliki fasilitas kejiwaan dan rehabilitasi," paparnya.
Kepala Seksi Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Garut dr Tri Cahyo menambahkan, penderita gangguan jiwa mesti terus mengonsumsi obat-obatan khusus seumur hidup.
Pasalnya, para mantan penderita gangguan kejiwaaan sangat rentan akan kembali mengalami 'sakit' atau kambuh jika mereka menghentikan konsumsi obat.
"Kebanyakan kasus, penderita gangguan jiwa akan kembali menderita penyakitnya setelah ia menghentikan konsumsi obat kejiwaan. Faktor stres yang dengan mudah dapat menyebabkannya kembali," tukasnya.
Bupati Garut Rudy Gunawan mengatakan, pihaknya sedang mempertimbangkan apakah pendirian fasilitas perawatan kejiwaan harus dilakukan atau cukup dengan menyokong sejumlah pihak swasta yang selama ini berperan aktif merehabilitasi penyakit jiwa di Garut.
"Saya prihatin dengan tingginya warga yang terkena penyakit jiwa di Garut, khususnya di Kecamatan Kersamanah. Bagaimanapun juga kami harus memikirkan solusi untuk kedepan, karena ternyata kondisi seperti ini sudah berlangsung lama," kata Rudy di Garut Selasa (27/5/2014).
Bupati yang sebelumnya berprofesi sebagai pengacara ini menilai, jika fasilitas perawatan kejiwaan dipilih pemerintah untuk didirikan di Garut, maka teknis awalnya akan bersifat sebagai penampungan terlebih dahulu.
Namun demikian, para penderita kejiwaan tetap mendapatkan perawatan medis selama ditangani.
"Sementara pendirian rumah sakit itu tidak mudah, ada izin khusus. Apalagi ini rumah sakitnya bersifat khusus juga. Namun akan kami bahas dahulu baiknya bagaimana, apakah perlu segera rumah sakit atau penampungan dulu, atau bahkan membantu sejumlah pesantren yang aktif di kegiatan sosial untuk penderita kejiwaan. Paling tidak rencana itu baru akan bisa dilakukan di 2015 mendatang karena anggaran yang ada terbatas," ungkapnya.
Terlepas dari keterbatasan anggaran pemerintah, Rudy sependapat bila sebuah tempat atau fasilitas perawatan kejiwaan memang perlu didirikan di Garut.
"Sebab kalau harus melulu dirujuk ke Rumah Sakit Cisarua Bandung itu akan tidak efektif. Jaraknya juga jauh," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 116 warga di Kecamatan Kersamanah, Kabupaten Garut, Jawa Barat, menderita penyakit gangguan jiwa. Mereka tersebar pada sejumlah kampung di enam desa kecamatan tersebut, yaitu Desa Kersamanah, Sukamaju, Nanjungjaya, Girijaya, Sukamerang, dan Mekaraya.
Sejumlah dinas terkait, seperti Disnakersostrans dan Dinkes Kabupaten Garut pun sebelumnya setuju jika fasilitas perawatan khusus penyakit jiwa didirikan di Garut.
Kabid Bantuan Jaminan dan Rehabilitasi Sosial Disnakersostrans Kabupaten Garut Samhari mengatakan, pentingnya tempat perawatan dan rehabilitasi untuk penderita kejiwaan diperlukan Garut untuk mengefisienkan penanganan serta penggunaan anggaran pemerintah.
"Pemerintah pusat melalui Kemensos sudah menganggarkan biaya untuk menangani penderita kejiwaan yang berasal dari kalangan keluarga miskin. Namun karena jauhnya lokasi perawatan di Bandung dan rehabilitasi di Sukabumi, membuat warga miskin memilih enggan mengirimkan keluarganya yang menderita penyakit jiwa ke sana. Agar efisien dan tepat penanganannya, semestinya Garut memiliki fasilitas kejiwaan dan rehabilitasi," paparnya.
Kepala Seksi Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Garut dr Tri Cahyo menambahkan, penderita gangguan jiwa mesti terus mengonsumsi obat-obatan khusus seumur hidup.
Pasalnya, para mantan penderita gangguan kejiwaaan sangat rentan akan kembali mengalami 'sakit' atau kambuh jika mereka menghentikan konsumsi obat.
"Kebanyakan kasus, penderita gangguan jiwa akan kembali menderita penyakitnya setelah ia menghentikan konsumsi obat kejiwaan. Faktor stres yang dengan mudah dapat menyebabkannya kembali," tukasnya.
(sms)