Penutupan Dolly bisa picu konflik horizontal
A
A
A
Sindonews.com - Gelombang dukungan pada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk menutup lokalisasi Dolly pada 19 Juni mendatang mulai muncul. Bahkan, Gabungan Umat Islam Bersatu (GUIB) siap berada di garda depan untuk menutup lokalisasi terbesar di Asia Tenggara tersebut. Dukungan ini merupakan reaksi atas pernyataan Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana yang menolak penutupan Dolly.
Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto mengatakan, tidak mempermasalahkan sikap kelompok-kelompok yang mendukung penutupan lokalisasi. Tapi, dukungan ini bisa memicu konflik horizontal antara pihak yang mendukung dan pihak yang menolak. Apalagi, kelompok masyarakat yang tergabung dalam GUIB, salah satunya adalah Front Pembela Islam (FPI).
Rekam jejak FPI selama ini, sering melakukan tindakan anarkis dalam setiap penertiban yang mereka lakukan. Dalam pengalaman-pengalaman sebelumnya, FPI juga seringkali menggelar sweeping ke Dolly setiap memasuki bulan Ramadhan. "Potensi konflik horizontal pasti ada. Maka, pemkot harus pandai-pandai menengahi," katanya, Kamis (15/5/2014)
Bagong mengungkapkan, warga Putat Jaya (tempat Dolly beroperasi), akan melakukan perlawanan atas penutupan ini. Pasalnya, Dolly merupakan kawasan bagi mereka untuk menyambung hidup. Perlawanan akan dilakukan warga jika pemkot tidak punya kebijakan sebagai jalan keluar dari penutupan lokalisasi yang dihuni sebanyak 1.080 pekerja seks komersial (PSK) ini. Warga harus mendapat jaminan penghasilan.
"Penutupan Dolly itu tidak hanya berbekal niat baik semata. Tapi ini masalah sosial, masalah hajat hidup orang banyak. Pemkot harus mampu memenuhi keinginan warga setempat yang terdampak atas penutupan Dolly. Pemkot harus duduk bersama dengan warga," terangnya.
Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto mengatakan, tidak mempermasalahkan sikap kelompok-kelompok yang mendukung penutupan lokalisasi. Tapi, dukungan ini bisa memicu konflik horizontal antara pihak yang mendukung dan pihak yang menolak. Apalagi, kelompok masyarakat yang tergabung dalam GUIB, salah satunya adalah Front Pembela Islam (FPI).
Rekam jejak FPI selama ini, sering melakukan tindakan anarkis dalam setiap penertiban yang mereka lakukan. Dalam pengalaman-pengalaman sebelumnya, FPI juga seringkali menggelar sweeping ke Dolly setiap memasuki bulan Ramadhan. "Potensi konflik horizontal pasti ada. Maka, pemkot harus pandai-pandai menengahi," katanya, Kamis (15/5/2014)
Bagong mengungkapkan, warga Putat Jaya (tempat Dolly beroperasi), akan melakukan perlawanan atas penutupan ini. Pasalnya, Dolly merupakan kawasan bagi mereka untuk menyambung hidup. Perlawanan akan dilakukan warga jika pemkot tidak punya kebijakan sebagai jalan keluar dari penutupan lokalisasi yang dihuni sebanyak 1.080 pekerja seks komersial (PSK) ini. Warga harus mendapat jaminan penghasilan.
"Penutupan Dolly itu tidak hanya berbekal niat baik semata. Tapi ini masalah sosial, masalah hajat hidup orang banyak. Pemkot harus mampu memenuhi keinginan warga setempat yang terdampak atas penutupan Dolly. Pemkot harus duduk bersama dengan warga," terangnya.
(zik)