Aher minta BPN tuntaskan konflik pertanahan

Kamis, 08 Mei 2014 - 20:54 WIB
Aher minta BPN tuntaskan...
Aher minta BPN tuntaskan konflik pertanahan
A A A
Sindonews.com - Selama sekira 68 tahun, baru 1.091 dari 4.000 aset tanah Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang bersertifikat. Gubernur Jabar Ahmad Heryawan memperingatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menghilangkan konflik pertanahan.

Aher, sapaan akrab Ahmad Heryawan, mengakui kerumitan dalam proses sertifikasi tanah sehingga membutuhkan waktu lama. Namun, diharapkan tahun ini sedikitnya 1.000 aset yang akan disertifikasi melalui anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BPN RI dari APBN dapat terselesaikan.

"Sudah kami urus, tapi memang tidak bisa cepat karena rumit. Mudah-mudahan tahun ini selesai 1.000 aset," ungkap dia saat ditemui di Cirebon, Jawa Barat, Kamis (8/5/2014).

Setidaknya, lanjut Aher, secara bertahap aset yang ada semakin terlindungi dan tidak bisa lagi diklaim pihak-pihak tak bertanggung jawab. Menurut dia, kerap kali Pemprov harus menghadapi oknum-oknum tertentu yang mengklaim kepemilikan tanah menggunakan sertifikat palsu.

Pihaknya tak menginginkan adanya gugat-menggugat lahan di masa depan. Karena itu, dia mengingatkan BPN Jabar untuk menghilangkan konflik pertanahan. "Makin hari, lahan makin mahal. Penentuan kepemilikan harus dituntaskan, BPN harus hilangkan konflik pertanahan," tegas dia.

Dia menambahkan, kepemilikan lahan yang baik berguna untuk penyediaan lahan bagi anak-cucu kelak. Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah BPN Jabar Roli Irawan menyebutkan, selain 1.000 bidang tanah aset Pemprov, pihaknya juga telah memproses 74.150 bidang tanah masyarakat pada 2014.

"Jumlah itu terdiri dari 50.000 bidang yang didanai program Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona), 3.000 bidang dari penyertifikatan tanah nelayan, 1.400 bidang sertifikasi untuk UMKM, 800 rumah masyarakat berpenghasilan rendah, dan 17.500 bidang tanah yang diredistribusi," papar dia.

Dalam kesempatan itu, dia berjanji menjatuhkan sanksi tegas bagi petugas pengukur yang berani melakukan pungutan liar kepada warga penerima sertifikasi Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona). Kepolisian dan pemda pun diminta memperketat pengawasan terhadap potensi penyelewengan Prona di tingkat desa. "Kalau hanya disuguhi makanan dan minuman, wajar. Tapi kami melarang mereka meminta, apalagi terlibat pungutan liar," tegas dia.

Roli menambahkan, pihaknya tak memiliki wewenang pengawasan hingga tingkat desa mengingat pemberkasan persyaratan Prona boleh dilakukan secara kolektif oleh pemerintah desa. Karenanya, apabila terdapat penyelewengan atau pungutan liar di tingkat desa, polisi maupun pemerintah di tingkat kecamatan sampai kota/kabupaten yang seharusnya bertindak.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5215 seconds (0.1#10.140)