Waspada letusan empat tahunan Merapi
A
A
A
Sindonews.com - Tiga tahun silam, bencana erupsi Merapi yang menelan korban ratusan jiwa terjadi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pun mewanti-wanti periodisasi kerja gunung paling aktif di dunia tersebut, yaitu antara empat sampai lima tahun.
"Mewakili BPPTKG (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Geologi), periodisasi Merapi adalah empat sampai lima tahun. Dulu 2010, kira-kira dua tahun ke depan Merapi akan bekerja kembali," kata Kepala BNPB Syamsul Maarif, Senin (4/11/2013) malam.
Namun begitu, menurutnya erupsi sulit diprediksi dan sangat tidak pasti. Tapi, kalau memang terjadi, diharapkan masyarakat bisa lebih tangguh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.
"Saya yakin sulit diprediksi. Mudah-mudahan dengan pengalaman, masyarakat semakin tangguh. Karena, orang belajar akan lebih cepat memahami kalau merasakannya," tuturnya.
Mengenang terjadinya erupsi 2010, salah satu relawan juga memberikan sedikit kisahnya untuk mengingatkan masyarakat dan mengambil hikmahnya. Yaitu, Thiwul atau Sriyanto, ketua dari relawan Saluran Komunikasi Sosial Bersama (SKSB).
Dikisahkannnya, pada 26 Oktober 2010, semua warga di Desa Kepuharjo, sudah berada di barak-barak pengungsian. Para kepala dukuh pun rutin melakukan pendataan warganya.
Saat itu lah, salah satu dukuh menemukan data yang belum komplit. Satu keluarga belum diketahui keberadaannya. Padahal Merapi sudah meletus. Atas laporan tersebut, dirinya bersama rekan-rekan lain berusaha melakukan penyisiran.
"Kami melakukan penyisiran, tapi tidak bisa mendekat ke sasaran, karena lahar panas," tuturnya.
Dikatakannya, tim penyisiran berjumlah enam orang tersebut, hanya tiga orang yang mampu sampai ke lokasi. Kemudian, datang satu relawan lagi menggunakan motor trail membawakan oksigen untuk keluarga tersebut.
Ketika itu, ada laporan kalau Merapi akan meletus kembali dengan kekuatan yang lebih besar. "Kami panik, harus kembali ke pos. Satu keluarga dan empat relawan saat itu terjebak," ujarnya.
Kemudian, diambil lah keputusan petugas segera melakukan penjemputan dengan menggunakan dua kendaraan, karena ada informasi para relawan dan keluarga yang terjebak, sudah keluar dari rumah.
"Korban kami temukan di tempat berbeda, karena mereka berjalan semampu tenaga. Dengan kejadian itu, menguatkan pendapat saya bahwa bencana sulit diprediksi dan tidak memandang siapa korbannya, serta tidak akan bisa dikendalikan," katanya.
"Tetapi manusia dikaruniai pikiran dan akal. Setidaknya, bisa menghindar, asal kita mematuhi imbauan," lanjut Thiwul.
"Mewakili BPPTKG (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Geologi), periodisasi Merapi adalah empat sampai lima tahun. Dulu 2010, kira-kira dua tahun ke depan Merapi akan bekerja kembali," kata Kepala BNPB Syamsul Maarif, Senin (4/11/2013) malam.
Namun begitu, menurutnya erupsi sulit diprediksi dan sangat tidak pasti. Tapi, kalau memang terjadi, diharapkan masyarakat bisa lebih tangguh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.
"Saya yakin sulit diprediksi. Mudah-mudahan dengan pengalaman, masyarakat semakin tangguh. Karena, orang belajar akan lebih cepat memahami kalau merasakannya," tuturnya.
Mengenang terjadinya erupsi 2010, salah satu relawan juga memberikan sedikit kisahnya untuk mengingatkan masyarakat dan mengambil hikmahnya. Yaitu, Thiwul atau Sriyanto, ketua dari relawan Saluran Komunikasi Sosial Bersama (SKSB).
Dikisahkannnya, pada 26 Oktober 2010, semua warga di Desa Kepuharjo, sudah berada di barak-barak pengungsian. Para kepala dukuh pun rutin melakukan pendataan warganya.
Saat itu lah, salah satu dukuh menemukan data yang belum komplit. Satu keluarga belum diketahui keberadaannya. Padahal Merapi sudah meletus. Atas laporan tersebut, dirinya bersama rekan-rekan lain berusaha melakukan penyisiran.
"Kami melakukan penyisiran, tapi tidak bisa mendekat ke sasaran, karena lahar panas," tuturnya.
Dikatakannya, tim penyisiran berjumlah enam orang tersebut, hanya tiga orang yang mampu sampai ke lokasi. Kemudian, datang satu relawan lagi menggunakan motor trail membawakan oksigen untuk keluarga tersebut.
Ketika itu, ada laporan kalau Merapi akan meletus kembali dengan kekuatan yang lebih besar. "Kami panik, harus kembali ke pos. Satu keluarga dan empat relawan saat itu terjebak," ujarnya.
Kemudian, diambil lah keputusan petugas segera melakukan penjemputan dengan menggunakan dua kendaraan, karena ada informasi para relawan dan keluarga yang terjebak, sudah keluar dari rumah.
"Korban kami temukan di tempat berbeda, karena mereka berjalan semampu tenaga. Dengan kejadian itu, menguatkan pendapat saya bahwa bencana sulit diprediksi dan tidak memandang siapa korbannya, serta tidak akan bisa dikendalikan," katanya.
"Tetapi manusia dikaruniai pikiran dan akal. Setidaknya, bisa menghindar, asal kita mematuhi imbauan," lanjut Thiwul.
(san)