Kasus sutet, mantan Wamen ESDM bersaksi

Jum'at, 11 Oktober 2013 - 18:33 WIB
Kasus sutet, mantan...
Kasus sutet, mantan Wamen ESDM bersaksi
A A A
Sindonews.com - Mantan Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Erman Rajagukguk, dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan untuk terdakwa Bambang Supriyanto.

Pakar hukum Perusahaan dan BUMN, Universitas Indonesia itu, menyatakan kebijakan dengan tujuan menyelamatkan kepentingan negara bisa dibenarkan sepanjang tidak untuk kepentingan pribadi.

"Yang penting sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, transparan, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya, Jumat (11/10/2013).

Dihadapan Ketua Majelis Hakim, Endang Sri Widyanti, Erman menegaskan ganti rugi tanaman warga tidak menyalahi aturan. Terdakwa Bambang Suriyanto dinilai telah melakukan prinsip good corporate Governance.

Keterangan ini memperkuat pendapat Direktur Konstruksi PT PLN Pusat, Nasri Sebayang. Saat dimintai tanggapannya, Nasri menyatakan perbuatan terdakwa tidak merugikan negara karena uang kompenasi untuk warga, bersumber dari Rencana Anggaran Kerja PLN, " Bukan APBN atau APBD," katanya.

Menurut Erman, perihal uang ganti itu, penggunaan sudah dilaporkan dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham (Kementerian BUMN) yang hasilnya mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian.

Saksi lain yang dihadirkan Bambang dalam persidangan itu, salah satunya Philipus Hadjon, pakar hukum Tata Negara Universitas Airlangga Surabaya.

Ketua tim penasihat hukum Jansen Sitindaon menyatakan kliennya tidak bersalah. "Perkara ini sejak awal tidak cukup unsur untuk dinaikkan ke proses penuntutan," katanya.

Karena itu dia berharap dengan adanya keterangan para pakar hukum ini, semoga bisa meyakinkan majelis hakim di dalam putusannya.

Seperti diketahui, pada saat membangun jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV Pedan - Tasikmalaya (bagian Sutet jalur Selatan Jawa), terdakwa membuat kebijakan memberikan kompensasi kepada warga yang tanamannya dilewati jaringan SUTET.

Bambang dianggap bersalah karena warga yang menerima dana kompensasi tanaman tinggi di bawah tiga meter. Hal ini menyalahi Peraturan Menteri ESDM Nomor 975 tahun 1999 yang menyebutkan dana kompenasi diberikan untuk tanaman dengan tinggi di atas tiga meter. Akibat perbuatan ini negara mengalami kerugian mencapai Rp11 miliar.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6335 seconds (0.1#10.140)