Kasus jembatan runtuh, 2 terdakwa terancam 5 tahun bui

Selasa, 10 September 2013 - 18:08 WIB
Kasus jembatan runtuh, 2 terdakwa terancam 5 tahun bui
Kasus jembatan runtuh, 2 terdakwa terancam 5 tahun bui
A A A
Sindonews.com - Dua terdakwa kasus dugaan korupsi anggaran pembangunan jembatan di Desa Bamba, Kecamatan Batulappa, Kabupaten Pinrang, senilai Rp2,377 miliar menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar.

Dua terdakwa yakni Direktur CV Faisal Putra Mandiri, Muhammad Husain Said dan konsultan pengawas sekaligus kuasa direksi PT Megatama Globalindo, Gambri Ganisa, terancam pidana penjara lima tahun penjara.

Pada sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam materi dakwaannya, menilai kedua terdakwa dalam perkara ini melanggar Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 yang telah diubah kedalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subsidair Pasal 3 UU Tipikor. Selain itu, terdakwa juga dijerat dengan Pasal 7 ayat 1 huruf a dan b UU Tipikor tentang kecurangan dalam pembangunan.

"Berdasarkan hasil audit dari BPKP, runtuhnya jembatan di Desa Bamba, Kecamatan Batulappa, Kabupaten Pinrang, yang menghabiskan anggaran hingga Rp3,4 miliar itu masuk dalam kategori total lose atau kerugian negara sama dengan anggaran yang dikeluarkan. Karena merujuk pada asas manfaat, jembatan tersebut tidak bisa digunakan,"ujar JPU Sinrang di Pengadilan Tipikor Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (10/9/2013).

Rekanan pelaksana pembangunan Husain Said diajukan sebagai terdakwa berdasarkan dakwaan JPU disebutkan, telah melakukan pengurangan volume pengadaan dan pelaksanaan pengerjaan proyek, serta pelaksanaan proyek menyalahi ketentuan konstruksi berdasarkan pemeriksaan dari ahli Dinas Bina Marga Pemprov Sulsel.

Sedangkan konsultan pengawas yang juga perencana dari PT Megatama Globalindo atas nama Gambri Ganisa dinilai telah lalai melaksanakan tugasnya dalam pembangunan Jembatan Bamba tersebut.

Diketahui, Jembatan Bamba dibangun dengan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2011. Akan tetapi jembatan terbut belum difungsikan saat kemudian terjadi kerusakan yakni patah dan kemudian ambruk pada bulan Desember 2011 lalu.

Kondisi ini menyebabkan sejumlah desa yang dihubungkan dengan jembatan tersebut terisolasi. Padahal, Jembatan Bamba itu merupakan jembatan baru yang dirampungkan pada bulan Oktober 2011 dan dioperasikan sebulan kemudian. Jembatan sepanjang 70 meter dengan lebar lima meter tersebut menelan biaya Rp2,4 miliar.

Terpisah, penasehat hukum terdakwa Direktur CV Faisal Putra Mandiri Husain Said, Effendi, mengatakan, rubuhnya Jembatan Bamba harusnya tidak bisa dimasukkan dalam kategori pidana korupsi, karean runtuhnya jembatan tersebut karena faktor alam yakni tersapu banjir.

"Proyek ini sudah diserahkan 100 persen kepada Pemerintah Kabupaten Pinrang. Saat dilakukan penyerahan hasil pengerjaan, tentunya sudah ada pemeriksaan. Apalgi jembatan ini sudah digunakan selama sebulan, roboh karena ada banjir, itu faktor alam bukan karena anggaran dikorupsi," ujarnya.

Disisi lain, Effendi menyebutkan, harusnya dalam kasus ini kalaupun pihak kejaksaan ngotot untuk membawa keranah hukum, maka harusnya ada dari pihak Pemkab Pinrang yakni Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang ikut dijadikan sebagai tersangka atau terdakwa.

Pihak paling bertanggungjawab menurut dia adalah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang juga merupakan mantan Kepala Dinas PU Pinrang Suardi Saleh. "Kami akan mengajukan keberatan dengan dakwaan JPU," jelasnya lebih lanjut.

Sementara itu, Hakim Ketua dalam perkara ini Isjuaedi menunda sidang hingga Selasa pekan depan, dengan agenda mendengarkan pembacaan nota keberatan atau eksepsi dari tim penasehat hukum masing-masing dari kedua terdakwa. "Sidang dilanjutkan pekan depan," ujarnya sebelum menutup sidang.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.0210 seconds (0.1#10.140)