Ombudsman temukan 50 sekolah nakal
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulsel menemukan 50 sekolah nakal yang terindikasi melakukan pungutan liar (pungli) selama proses penerimaan siswa baru (PSB).
Padahal sesuai dengan PP No 17 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan pendidikan, tidak dibolehkan lagi terjadinya pungutan dalam bentuk apapun termasuk melalui koperasi sekolah.
Selain itu di setiap masa PSB, Dinas Pendidikan kabupaten/kota juga telah mengeluarkan surat edaran adanya larangan pungutan.
Kepala Komisi Ombudsman Sulsel Subhan mengungkapkan, ke 50 sekolah ini semua ditemukan melakukan pungutan dengan beragam modus.
Baik melalui penjualan seragam, pungutan iuran komite, sampai pungutan iuran pembangunan.
Di SMK 3 Makassar misalnya, setiap siswa baru dibebankan Rp1,5 juta biaya pembangunan.
Pembebanan ini ternyata tidak hanya kepada siswa baru tapi setiap siswa dengan besaran mulai Rp180 ribu sampai Rp200 ribu.
“Ini yang mencengangkan. Setiap tahun sekolah mendapat anggaran Rp2 miliar dari siswa. Uang sebesar ini dikemanakan, sementara tidak ada dibenarkan melakukan pungutan baik pembangunan atau komite,” ungkapnya kepada Koran SINDO, Kamis (25/7/2013).
Begitupula dengan temuan di SMA 14 Makassar yang membebankan Rp2 juta persiswa. Sementara di SMA 11 Makassar membebankan Rp2,5 juta uang komite.
Pembayaran ini dipending menyusul masuknya ombudsman ke sekolah itu. Akan tetapi tetap akan mengenakan ke siswa setelah komite menggelar rapat sekolah.
Di SMA 8 Makassar, pihak sekolah membuat wawancara dan mencatat orang tua siswa yang bersedia membantu pembangunan sekolah.
Menurut Subhan, meskipun baru 50 sekolah yang masuk ke pihak Ombudsman, pihaknya yakin jika temuan ini masih akan terus bertambah.
Sebab posko pengaduan masih akan terus dibuka. Dari 50 sekolah itu, 40 diantaranya berasal dari kota Makassar, sedang sisanya berasal dari Maros, palopo, dan Bulukumba.
Karena itu, dia mengimbau agar sekolah-sekolah ini segera mengembalikan uang hasil pungutan kepada siswa. Dengan terbukanya posko pengaduan, laporan orang tua yang masuk pasti akan ditindaklanjuti oleh Ombudsman.
“Ke 50 sekolah ini yang akan kita rilis ke publik Senin 29 Juli mendatang dengan mengundang semua kepala dinas pendidikan kabupaten/kota terkait serta kadis pendidikan Sulsel,”jelasnya.
Subhan menambahkan, meskipun pihak sekolah telah mengembalikan uang pungutan, dia tetap meminta pihak kabupaten/kota untuk bersikap tegas memroses tindakan tersebut sesuai aturan yang belaku.
“Kalau kepala sekolahnya yang salah copot kepala sekolah. Kalau komitenya yang bersalah ganti komitenya. Kami akan mengawal ini untuk diseriusi agar tahun depan praktik seperti ini dapat dicegah,” ujarnya.
Subhan meyakini semua sekolah di Makassar membebankan pungutan pembelian seragam ke setiap siswa baru.
“Kami akan serahkan bukti-bukti, lalu kita lihat keseriusan pihak Dinas Pendidikan untuk menindak seperti yang digemborkan di media selama ini,”tandasnya.
Dikonfirmasi masalah ini Kepala Bidang Pendidikan Menengah Disdik Kota Makassar Ismunandar mengatakan, untuk menentukan sekolah terindikasi pungli, maka indikatornya harus jelas.
Ombudsman harus melihat secara profesional mana pungli mana partisipasi sesuai prosedural. Kalau sifatnya sukarela, maka tidak bisa dikategorikan pungutan.
“Pungli itu kan tidak sesuai mekanisme. Kalau orang tua memberi disertai surat pernyataan dan ada notulen rapat komite itu bukan pungli. Ini pemberian sukarela namanya,” katanya.
Begitu pula dengan pembelian seragam di kopersi sekolah oleh siswa baru. Sebab koperasi memiliki surat izin usaha sehingga fungsinya seperti toko secara umum. Yang salah kalau seragam diberikan untuk calon siswa sebagai persyaratan masuk.
“Kami ini punya inspektorat sebagai pemeriksa. Kalau memang melakukan pungli maka kami tidak segan-segan akan mencopot kepala sekolahnya. Laporkan ke kami pasti ditindak lanjuti,” jelasnya.
Padahal sesuai dengan PP No 17 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan pendidikan, tidak dibolehkan lagi terjadinya pungutan dalam bentuk apapun termasuk melalui koperasi sekolah.
Selain itu di setiap masa PSB, Dinas Pendidikan kabupaten/kota juga telah mengeluarkan surat edaran adanya larangan pungutan.
Kepala Komisi Ombudsman Sulsel Subhan mengungkapkan, ke 50 sekolah ini semua ditemukan melakukan pungutan dengan beragam modus.
Baik melalui penjualan seragam, pungutan iuran komite, sampai pungutan iuran pembangunan.
Di SMK 3 Makassar misalnya, setiap siswa baru dibebankan Rp1,5 juta biaya pembangunan.
Pembebanan ini ternyata tidak hanya kepada siswa baru tapi setiap siswa dengan besaran mulai Rp180 ribu sampai Rp200 ribu.
“Ini yang mencengangkan. Setiap tahun sekolah mendapat anggaran Rp2 miliar dari siswa. Uang sebesar ini dikemanakan, sementara tidak ada dibenarkan melakukan pungutan baik pembangunan atau komite,” ungkapnya kepada Koran SINDO, Kamis (25/7/2013).
Begitupula dengan temuan di SMA 14 Makassar yang membebankan Rp2 juta persiswa. Sementara di SMA 11 Makassar membebankan Rp2,5 juta uang komite.
Pembayaran ini dipending menyusul masuknya ombudsman ke sekolah itu. Akan tetapi tetap akan mengenakan ke siswa setelah komite menggelar rapat sekolah.
Di SMA 8 Makassar, pihak sekolah membuat wawancara dan mencatat orang tua siswa yang bersedia membantu pembangunan sekolah.
Menurut Subhan, meskipun baru 50 sekolah yang masuk ke pihak Ombudsman, pihaknya yakin jika temuan ini masih akan terus bertambah.
Sebab posko pengaduan masih akan terus dibuka. Dari 50 sekolah itu, 40 diantaranya berasal dari kota Makassar, sedang sisanya berasal dari Maros, palopo, dan Bulukumba.
Karena itu, dia mengimbau agar sekolah-sekolah ini segera mengembalikan uang hasil pungutan kepada siswa. Dengan terbukanya posko pengaduan, laporan orang tua yang masuk pasti akan ditindaklanjuti oleh Ombudsman.
“Ke 50 sekolah ini yang akan kita rilis ke publik Senin 29 Juli mendatang dengan mengundang semua kepala dinas pendidikan kabupaten/kota terkait serta kadis pendidikan Sulsel,”jelasnya.
Subhan menambahkan, meskipun pihak sekolah telah mengembalikan uang pungutan, dia tetap meminta pihak kabupaten/kota untuk bersikap tegas memroses tindakan tersebut sesuai aturan yang belaku.
“Kalau kepala sekolahnya yang salah copot kepala sekolah. Kalau komitenya yang bersalah ganti komitenya. Kami akan mengawal ini untuk diseriusi agar tahun depan praktik seperti ini dapat dicegah,” ujarnya.
Subhan meyakini semua sekolah di Makassar membebankan pungutan pembelian seragam ke setiap siswa baru.
“Kami akan serahkan bukti-bukti, lalu kita lihat keseriusan pihak Dinas Pendidikan untuk menindak seperti yang digemborkan di media selama ini,”tandasnya.
Dikonfirmasi masalah ini Kepala Bidang Pendidikan Menengah Disdik Kota Makassar Ismunandar mengatakan, untuk menentukan sekolah terindikasi pungli, maka indikatornya harus jelas.
Ombudsman harus melihat secara profesional mana pungli mana partisipasi sesuai prosedural. Kalau sifatnya sukarela, maka tidak bisa dikategorikan pungutan.
“Pungli itu kan tidak sesuai mekanisme. Kalau orang tua memberi disertai surat pernyataan dan ada notulen rapat komite itu bukan pungli. Ini pemberian sukarela namanya,” katanya.
Begitu pula dengan pembelian seragam di kopersi sekolah oleh siswa baru. Sebab koperasi memiliki surat izin usaha sehingga fungsinya seperti toko secara umum. Yang salah kalau seragam diberikan untuk calon siswa sebagai persyaratan masuk.
“Kami ini punya inspektorat sebagai pemeriksa. Kalau memang melakukan pungli maka kami tidak segan-segan akan mencopot kepala sekolahnya. Laporkan ke kami pasti ditindak lanjuti,” jelasnya.
(lns)