Diduga korupsi, Sekwan & Bendahara DPRD Malut ditahan
A
A
A
Sindonews.com - Dua pejabat Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) yakni, Sekertaris DPRD Ibrahim Arif dan Bendahara DPRD Amin Kader dinihari tadi resmi ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Malut.
Mereka dijebloskan dalam Rumah Tahanan Negara (Rutan) kelas II B Ternate pukul 00.30 WITA tadi, atas dugaan korupsi dana pembahasan 15 Rancangan Peraturan Daerah (Ramperda) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2011, di Dewan Perwakilan Raktar Daerah (DPRD) Malut senilai Rp6,9 miliar.
Kedua tersangka ini ditahan setelah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejati Malut kurang lebih 11 jam di ruangan AS Datum A Maryono.
Kejati Malut sebelumnya menetapkan keduanya sebagai tersangka pada akhir 2012 lalu, dan menjalani pemeriksaan sebanyak enam kali.
Kasus ini juga menyeret 13 ketua dan anggota DPRD Malut. Mereka diduga kuat ikut menikmati anggaran Banleg DPRD senilai Rp6,9 miliar yang bersumber dari APBD 2011 tersebut.
Anggota DPRD yang terlibat dalam kasus ini antara lain, Ketua DPRD Saiful Ruray (Partai Golkar), anggota Komisi IV Farida Djama (Partai Golkar) , Helmi Umar Muksin, Imran Jumadil (Partai Amanat Nasional), dan Ketua Komisi III Ikram Haris bersama Isak Nasir (Partai PDI Perjuangan) dan Rusmi Latara dari Komisi IV.
Kasie Penkum Kejaksaan tinggi Maluku Utara, Robert Jimmy mengatakan, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka selain dua pejabat pemerintahan itu. "Penyidik terus kembangkan kasus ini, dan akan menyeret tersangka lain," tegasnya, Sabtu (20/7/2013)
Ada 17 saksi setidaknya telah diperiksa, sehingga tak menutup kemungkinan akan ada tersangka yang lain dari perkara itu.
"Sebelumnya dari pemeriksaan itu, baru ada dua orang yang ditetapkan dan sudah dilakukan penahanan, akan tetapi, dalam waktu dekat pasti ada yang ditetapkan tersangka, tergantung hasil pemeriksaan para penyidik yang menangani kasus itu," tambahnya.
Menurut Robert, ada beberapa keterangan saksi yang berbeda terkait anggaran pembuatan 15 Ranperda tersebut.
"Yang jelas kami akan transparan dalam pengungkapan kasus ini, serta tidak akan terpolitisir dengan kasus yang ditangani saat ini. Kejati dari awal konsisten dan bersikap proporsional dalam menuntaskan kasus itu dan tidak ada terpengaruh dengan masalah politik," tegasnya.
Mereka dijebloskan dalam Rumah Tahanan Negara (Rutan) kelas II B Ternate pukul 00.30 WITA tadi, atas dugaan korupsi dana pembahasan 15 Rancangan Peraturan Daerah (Ramperda) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2011, di Dewan Perwakilan Raktar Daerah (DPRD) Malut senilai Rp6,9 miliar.
Kedua tersangka ini ditahan setelah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejati Malut kurang lebih 11 jam di ruangan AS Datum A Maryono.
Kejati Malut sebelumnya menetapkan keduanya sebagai tersangka pada akhir 2012 lalu, dan menjalani pemeriksaan sebanyak enam kali.
Kasus ini juga menyeret 13 ketua dan anggota DPRD Malut. Mereka diduga kuat ikut menikmati anggaran Banleg DPRD senilai Rp6,9 miliar yang bersumber dari APBD 2011 tersebut.
Anggota DPRD yang terlibat dalam kasus ini antara lain, Ketua DPRD Saiful Ruray (Partai Golkar), anggota Komisi IV Farida Djama (Partai Golkar) , Helmi Umar Muksin, Imran Jumadil (Partai Amanat Nasional), dan Ketua Komisi III Ikram Haris bersama Isak Nasir (Partai PDI Perjuangan) dan Rusmi Latara dari Komisi IV.
Kasie Penkum Kejaksaan tinggi Maluku Utara, Robert Jimmy mengatakan, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka selain dua pejabat pemerintahan itu. "Penyidik terus kembangkan kasus ini, dan akan menyeret tersangka lain," tegasnya, Sabtu (20/7/2013)
Ada 17 saksi setidaknya telah diperiksa, sehingga tak menutup kemungkinan akan ada tersangka yang lain dari perkara itu.
"Sebelumnya dari pemeriksaan itu, baru ada dua orang yang ditetapkan dan sudah dilakukan penahanan, akan tetapi, dalam waktu dekat pasti ada yang ditetapkan tersangka, tergantung hasil pemeriksaan para penyidik yang menangani kasus itu," tambahnya.
Menurut Robert, ada beberapa keterangan saksi yang berbeda terkait anggaran pembuatan 15 Ranperda tersebut.
"Yang jelas kami akan transparan dalam pengungkapan kasus ini, serta tidak akan terpolitisir dengan kasus yang ditangani saat ini. Kejati dari awal konsisten dan bersikap proporsional dalam menuntaskan kasus itu dan tidak ada terpengaruh dengan masalah politik," tegasnya.
(lns)