Tolak kekerasan, AJI Surabaya demo lakban mulut
A
A
A
Sindonews.com - Puluhan wartawan yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, menggelar aksi tutup mulut di depan Mapolda Jatim. Aksi ini, adalah bentuk protes terhadap pengerusakkan kantor Radar Madura, pada Kamis 27 Juni 2013.
Dalam tuntutannya, AJI mendesak aparat kepolisian segera menindak tegas para pelaku pengerusakkan kantor media Radar Madura. Menurut Koordinator Divisi Advokasi dan Serikat Pekerja AJI Surabaya Yovinus Guntur W, pengerusakkan kantor Radar Madura, tersebut adalah bentuk pembungkaman terhadap pers.
Padahal, di Undang-undang 40 tahun 1999 sudah diatur jika ada konflik terkait pemberitaan untuk tidak mengedepankan kekerasan. "Kami juga meminta seluruh jurnalis untuk tetap bekerja secara profesional, berdasarkan kode etik jurnalis dan UU Pers," kata Yovi, saat aksi tersebut, Jumat (28/6/2013).
Dia menjelaskan, pengerusakkan kantor Radar Madura, oleh sekelompok orang itu menambah daftar panjang kejahatan di era kebebasan pers saat ini. Selain itu, menunjukkan minimnya pemahaman terhadap undang-undang pers oleh masyarakat.
"Ada mekanisme bagi masyarakat atau siapapun yang merasa dirugikan dengan pemberitaan, bukan melakukan pengerusakkan seperti yang terjadi di kantor Radar Madura itu," jelasnya.
Pengerusakkan kantor Radar Madura itu, tidak hanya melanggar undang-undang pers saja, melainkan sudah pada tindakkan kriminal. Sehingga, aparat kepolisian harus bertindak tegas untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
"Para pelaku juga melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP soal ancaman kekerasan dan Pasal 406 KUHP tentang kekerasan. Untuk itu, kami AJI Surabaya mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini," tukasnya.
Selain menggelar aksi tutup mulut, para wartawan Surabaya, ini juga membagi-bagikan stiker bertuliskan: Usut Tuntas Kekerasan Pada Jurnalis, Tolak Impunitas! Mereka juga membentangkan spanduk bertuliskan, Stop Kekerasan Pada Jurnalis.
Dalam tuntutannya, AJI mendesak aparat kepolisian segera menindak tegas para pelaku pengerusakkan kantor media Radar Madura. Menurut Koordinator Divisi Advokasi dan Serikat Pekerja AJI Surabaya Yovinus Guntur W, pengerusakkan kantor Radar Madura, tersebut adalah bentuk pembungkaman terhadap pers.
Padahal, di Undang-undang 40 tahun 1999 sudah diatur jika ada konflik terkait pemberitaan untuk tidak mengedepankan kekerasan. "Kami juga meminta seluruh jurnalis untuk tetap bekerja secara profesional, berdasarkan kode etik jurnalis dan UU Pers," kata Yovi, saat aksi tersebut, Jumat (28/6/2013).
Dia menjelaskan, pengerusakkan kantor Radar Madura, oleh sekelompok orang itu menambah daftar panjang kejahatan di era kebebasan pers saat ini. Selain itu, menunjukkan minimnya pemahaman terhadap undang-undang pers oleh masyarakat.
"Ada mekanisme bagi masyarakat atau siapapun yang merasa dirugikan dengan pemberitaan, bukan melakukan pengerusakkan seperti yang terjadi di kantor Radar Madura itu," jelasnya.
Pengerusakkan kantor Radar Madura itu, tidak hanya melanggar undang-undang pers saja, melainkan sudah pada tindakkan kriminal. Sehingga, aparat kepolisian harus bertindak tegas untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
"Para pelaku juga melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP soal ancaman kekerasan dan Pasal 406 KUHP tentang kekerasan. Untuk itu, kami AJI Surabaya mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini," tukasnya.
Selain menggelar aksi tutup mulut, para wartawan Surabaya, ini juga membagi-bagikan stiker bertuliskan: Usut Tuntas Kekerasan Pada Jurnalis, Tolak Impunitas! Mereka juga membentangkan spanduk bertuliskan, Stop Kekerasan Pada Jurnalis.
(san)