DPRD Bulukumba respon Perda Agama dimaksimalkan
A
A
A
Sindonews.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bulukumba merenspon rencana Pemkab Bulukumba akan memaksimalkan kembali peraturan daerah (perda) No 5 Tahun 2003 tentang pakaian busana muslimah bagi pegawai instansi, toko dan pelajar. Pasalnya, selama ini, perda keagamaan tersebut terkesan tidak dijalankan.
Wakil Ketua DPRD Bulukumba Andi Edy Manaf mengungkapkan, perlunya perda keagamaan diterapkan kembali, karena perda tersebut merupakan ciri khas daerah Bulukumba. Apalagi, daerah ini lebih dikenal dengan penegakan syariat Islam, sehingga harus difungsikan.
“Kami apresiasi karena bupati telah mengeluarkan surat edaran penggunaan muslima bagi pegawai dan karyawan," ucap Edy, Senin (24/6/2013).
Menurut dia, pemberlakuan kembali perda keagamaan ini sebagai bentuk komitmen pemerintah. Sebab, selama ini mulai luntur, karena baik pegawai isntansi maupun karyawan toko bebas berpakaian.
“Padahal, dalam perda ini mengatur tata cara berpakaian yang sopan. Makanya, kami mendukung penuh jika bupati mengeluarkan agar perda keagamaan dipatuhi,” ujar Ketua DPD II PAN Bulukumba ini.
Dia menjelaskan, kehidupan dengan bernuansa Islami pernah diterapkan dan dirasakan masyarakat Bulukumba beberapa tahun silam. Bahkan, saat itu, nuansa islami cukup kental dilaksanakan hampir seluruh warga di daerah ini, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Namun, belakang mulai luntur dan seakan terabaikan, sehingga ini tugas pemerintah.
“Kami sangat berharap nilai-nilai religius seperti ini dapat kembali dihidupkan dan dapat menjadi ciri atau budaya bagi masyarakat Bulukumba yang sangat cinta terhadap ketenangan dan kedamaian. Jangan perda keagamaan ini dianggap begitu saja, tetapi harus diterapkan kembali, karena proses pembuatan sudah melalui tahapan yang panjang. Nah, jika dibiarkan begitu, apa artinya,” katanya.
Andi Edy menambahkan, ada beberapa nilai dan kebiasaan yang nyaris ditinggalkan para pegawai di daerah ini. Misalnya, pelaksaan shalat jumat ibadah yang sering digelar di Pemkab Bulukumba. Kegiatan ini dimaksudkan agar para pegawai dapat terus mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah, setelah melakukan rutinitasnya sepekan.
“Ada semacam tradisi yang juga hampir punah dilakukan di lingkup Pemkab Bulukumba yakni apapun kegiatan yang dilsaksanakan harus dihentikan setelah mendengarkan azan berkumandang. Kami berharap kebisasaan ini dapat kembali dihidupkan dan dilaksanakan. Sebab, ini menjadi ciri khas daerah jika diberlakukan kembali,” katanya.
Dia mengemukakan, sepatutnya nilai-niai agama harus terus dipupuk dan dilestarikan, selain sebagai benteng syariat, juga dapat mengeliminir tindak kejahatan di Bulukumba. Buktinya, saat perda keagamaan dilaksanakan dengan baik, prosesntase tindak kriminial mengalami penuruan sangat signifikan.
“Makanya, perlu dihidupkan kembali, apalagi menjelang bulan suci ramadhan ini,” ujar Edy.
Sementara itu, Sekretaris FUI Bulukumba Laode Hadirman mengungkapkan, pihaknya berharap Bupati Bulukumba, Zainuddin Hasan, menerapkan kembali perda keagamaan tersebut, karena selama ini terkesan longgar. Padahal, ini merupakan simbol Bulukumba dibanding daerah lain di Sulsel.
“Tidak ada alasan tidak diterapkan kembali. Semua instansi pemerintahan, mahasiswa dan toko sebuah karyawan wajib berpakaian busana muslimah seperti apa yang tertuang dalam perda keagamaan, bagi karyawan yang menggunakan rok mini berpakaian jilbab,” tandasnya.
Wakil Ketua DPRD Bulukumba Andi Edy Manaf mengungkapkan, perlunya perda keagamaan diterapkan kembali, karena perda tersebut merupakan ciri khas daerah Bulukumba. Apalagi, daerah ini lebih dikenal dengan penegakan syariat Islam, sehingga harus difungsikan.
“Kami apresiasi karena bupati telah mengeluarkan surat edaran penggunaan muslima bagi pegawai dan karyawan," ucap Edy, Senin (24/6/2013).
Menurut dia, pemberlakuan kembali perda keagamaan ini sebagai bentuk komitmen pemerintah. Sebab, selama ini mulai luntur, karena baik pegawai isntansi maupun karyawan toko bebas berpakaian.
“Padahal, dalam perda ini mengatur tata cara berpakaian yang sopan. Makanya, kami mendukung penuh jika bupati mengeluarkan agar perda keagamaan dipatuhi,” ujar Ketua DPD II PAN Bulukumba ini.
Dia menjelaskan, kehidupan dengan bernuansa Islami pernah diterapkan dan dirasakan masyarakat Bulukumba beberapa tahun silam. Bahkan, saat itu, nuansa islami cukup kental dilaksanakan hampir seluruh warga di daerah ini, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Namun, belakang mulai luntur dan seakan terabaikan, sehingga ini tugas pemerintah.
“Kami sangat berharap nilai-nilai religius seperti ini dapat kembali dihidupkan dan dapat menjadi ciri atau budaya bagi masyarakat Bulukumba yang sangat cinta terhadap ketenangan dan kedamaian. Jangan perda keagamaan ini dianggap begitu saja, tetapi harus diterapkan kembali, karena proses pembuatan sudah melalui tahapan yang panjang. Nah, jika dibiarkan begitu, apa artinya,” katanya.
Andi Edy menambahkan, ada beberapa nilai dan kebiasaan yang nyaris ditinggalkan para pegawai di daerah ini. Misalnya, pelaksaan shalat jumat ibadah yang sering digelar di Pemkab Bulukumba. Kegiatan ini dimaksudkan agar para pegawai dapat terus mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah, setelah melakukan rutinitasnya sepekan.
“Ada semacam tradisi yang juga hampir punah dilakukan di lingkup Pemkab Bulukumba yakni apapun kegiatan yang dilsaksanakan harus dihentikan setelah mendengarkan azan berkumandang. Kami berharap kebisasaan ini dapat kembali dihidupkan dan dilaksanakan. Sebab, ini menjadi ciri khas daerah jika diberlakukan kembali,” katanya.
Dia mengemukakan, sepatutnya nilai-niai agama harus terus dipupuk dan dilestarikan, selain sebagai benteng syariat, juga dapat mengeliminir tindak kejahatan di Bulukumba. Buktinya, saat perda keagamaan dilaksanakan dengan baik, prosesntase tindak kriminial mengalami penuruan sangat signifikan.
“Makanya, perlu dihidupkan kembali, apalagi menjelang bulan suci ramadhan ini,” ujar Edy.
Sementara itu, Sekretaris FUI Bulukumba Laode Hadirman mengungkapkan, pihaknya berharap Bupati Bulukumba, Zainuddin Hasan, menerapkan kembali perda keagamaan tersebut, karena selama ini terkesan longgar. Padahal, ini merupakan simbol Bulukumba dibanding daerah lain di Sulsel.
“Tidak ada alasan tidak diterapkan kembali. Semua instansi pemerintahan, mahasiswa dan toko sebuah karyawan wajib berpakaian busana muslimah seperti apa yang tertuang dalam perda keagamaan, bagi karyawan yang menggunakan rok mini berpakaian jilbab,” tandasnya.
(rsa)