93 Santri Ar-Risalah keracunan massal
A
A
A
Sindonews.com - Sedikitnya 93 pelajar dan santri Lembaga Pendidikan Plus Ar - Risalah Cijeungjing, Kabupaten Ciamis keracunan masal. Mereka mengeluhkan mual, pusing disertai demam dan gatal setelah melakukan santap menu makan malam.
Kejadin tersebut, terjadi pada Minggu 14 April 2013. Dari 93 pelajar yang mengeluhkan keracunan masal, sebanyak 36 pelajar terpaksa di lakukan perawatan medis di bawa ke Klinik Budi Mulya dan Rumah Sakit Permata Bunda sedangkan puluhan lainnya di lakukan perawatan di Lingkungan Ponpes Ar-Risalah Cijeungjing.
Nurul (18), seorang santri Ar-Risalah menyebutkan, gejala keracunan masal pertama kali dirasakan menjelang malam setelah sebelumnya sekira 300 santri melakukan santap jelang malam dengan menu nasi, ikan tongkol dan sambal.
“Pertama kali saya merasakan gatal-gatal kulit saya terlihat kemerahan, tidak lama disertai mual
dan pusing. Ternyat selain saya, santri lain juga mengalami hal serupa,” terang Nurul saat menjalani perawatan di Klinik Budi Mulya, Senin (15/4/2013).
Nurul menyebutkan, nasi, ikan tongkol dan sambal sudah menjadi menu rutin setiap menjelang malam atau biasanya makan sore. Kalau tidak ikan tongkol, biasanya ada juga tahu, tempe atau mie.
“Biasanya tidak ada masalah, santri biasa-biasa saja tidak ada keluhan seperti ini. Namun, waktu itu saat dimakan pertama kali rasa tongkol sudah berbeda dan lebih gatal di lidah,” terang Nurul.
Santri lain, Tia (17), pelajar asal Cidolog, Kecamatan Cimaragas, mengeluhkan pertama kali merasakan gatal di muka. Dalam waktu cepat mukanya berubah waran kemerahan. Setelah Tia menceritakan keluhan kepada santri lain ternyata puluhan santri lain juga sedang mengeluhkan hal serupa.
“Saat kami sedang mengeluhkan gatal tiba-tiba kami merasakan mual, pusing dan lemas seperti mau pingsan,” tambah Tia.
Selain Nurul dan Tia, puluhan santri dan pelajar lain juga mengeluhkan serupa. Bahkan, Sifa Safariyah (16), sempat terlihat kritis. Untuk mendapatkan perawatan tim medis, Sifa sempat di rujuk ke Rumah Sakit Permata Bunda Ciamis.
Untuk mengantisipasi penyebaran dan kejadian luar biasa tim dokter dan petugas Dinas Kesehatan (Dinkes) Ciamis langsung melakukan pengambilan sampel makanan untuk diperiksa.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Ciamis Yoyo didampingi Kepala Seksi (Kasi) Penyehatan Lingkungan Dinkes Ciamis Tia Supartini menjelaskan, pihaknya belum bisa memastikan gejala yang dirasakan puluhan santri akibat keracunan makanan.
“Namun dugaan sementara, mereka keracunan setelah santap menjelang malam dari makanan yang disediakan pihak pesantren,” terang Tia.
Tia menegaskan, pihaknya sudha mengambil sejumlah sample makanan sisa yang dikonsumsi oleh santri dan pelajar. Namun, untuk memastikan mereka keracunan makanan, harus menunggu hasil pengujian yang sudah dikirim ke Bandung.
“Melihat dari gejala kemungkinan besar dari makanan. Namun, hasil pengamatan lapangan mungkin juga akibat lingkungan, kondisi dapur, dan udara sekitar. Kondisi dapur yang digunakan juga terlihat tidak tertutup,” tambah Tia.
Sementara itu, Yoyo menambahkan, hasil pengamatan terakhir kondisi 93 pelajar dan santri yang sempat mengeluhkan keracunan sebagain sudah membaik. Sampai hari ini tidak ada lagi penambahan santri yang mengeluhkan kondisi serupa.
“Kami belum bisa menyimpulkan apakah itu KLB atau kasusistis. Kami harus menunggu hasil kajian dari Bandung,” pungkas Yoyo.
Kejadin tersebut, terjadi pada Minggu 14 April 2013. Dari 93 pelajar yang mengeluhkan keracunan masal, sebanyak 36 pelajar terpaksa di lakukan perawatan medis di bawa ke Klinik Budi Mulya dan Rumah Sakit Permata Bunda sedangkan puluhan lainnya di lakukan perawatan di Lingkungan Ponpes Ar-Risalah Cijeungjing.
Nurul (18), seorang santri Ar-Risalah menyebutkan, gejala keracunan masal pertama kali dirasakan menjelang malam setelah sebelumnya sekira 300 santri melakukan santap jelang malam dengan menu nasi, ikan tongkol dan sambal.
“Pertama kali saya merasakan gatal-gatal kulit saya terlihat kemerahan, tidak lama disertai mual
dan pusing. Ternyat selain saya, santri lain juga mengalami hal serupa,” terang Nurul saat menjalani perawatan di Klinik Budi Mulya, Senin (15/4/2013).
Nurul menyebutkan, nasi, ikan tongkol dan sambal sudah menjadi menu rutin setiap menjelang malam atau biasanya makan sore. Kalau tidak ikan tongkol, biasanya ada juga tahu, tempe atau mie.
“Biasanya tidak ada masalah, santri biasa-biasa saja tidak ada keluhan seperti ini. Namun, waktu itu saat dimakan pertama kali rasa tongkol sudah berbeda dan lebih gatal di lidah,” terang Nurul.
Santri lain, Tia (17), pelajar asal Cidolog, Kecamatan Cimaragas, mengeluhkan pertama kali merasakan gatal di muka. Dalam waktu cepat mukanya berubah waran kemerahan. Setelah Tia menceritakan keluhan kepada santri lain ternyata puluhan santri lain juga sedang mengeluhkan hal serupa.
“Saat kami sedang mengeluhkan gatal tiba-tiba kami merasakan mual, pusing dan lemas seperti mau pingsan,” tambah Tia.
Selain Nurul dan Tia, puluhan santri dan pelajar lain juga mengeluhkan serupa. Bahkan, Sifa Safariyah (16), sempat terlihat kritis. Untuk mendapatkan perawatan tim medis, Sifa sempat di rujuk ke Rumah Sakit Permata Bunda Ciamis.
Untuk mengantisipasi penyebaran dan kejadian luar biasa tim dokter dan petugas Dinas Kesehatan (Dinkes) Ciamis langsung melakukan pengambilan sampel makanan untuk diperiksa.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Ciamis Yoyo didampingi Kepala Seksi (Kasi) Penyehatan Lingkungan Dinkes Ciamis Tia Supartini menjelaskan, pihaknya belum bisa memastikan gejala yang dirasakan puluhan santri akibat keracunan makanan.
“Namun dugaan sementara, mereka keracunan setelah santap menjelang malam dari makanan yang disediakan pihak pesantren,” terang Tia.
Tia menegaskan, pihaknya sudha mengambil sejumlah sample makanan sisa yang dikonsumsi oleh santri dan pelajar. Namun, untuk memastikan mereka keracunan makanan, harus menunggu hasil pengujian yang sudah dikirim ke Bandung.
“Melihat dari gejala kemungkinan besar dari makanan. Namun, hasil pengamatan lapangan mungkin juga akibat lingkungan, kondisi dapur, dan udara sekitar. Kondisi dapur yang digunakan juga terlihat tidak tertutup,” tambah Tia.
Sementara itu, Yoyo menambahkan, hasil pengamatan terakhir kondisi 93 pelajar dan santri yang sempat mengeluhkan keracunan sebagain sudah membaik. Sampai hari ini tidak ada lagi penambahan santri yang mengeluhkan kondisi serupa.
“Kami belum bisa menyimpulkan apakah itu KLB atau kasusistis. Kami harus menunggu hasil kajian dari Bandung,” pungkas Yoyo.
(rsa)