Intimidasi warnai Pilkada ulang Kapuas
A
A
A
Sindonews.com – Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Muchtar Sindang mengatakan, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ulang di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah penuh dengan pelanggaran, utamanya intimidasi dan money politic.
Muchtar menuturkan, KIPP Kalteng menemukan pelanggaran bernuansa intimidatif saat pemilu ulang, karena kepolisian memberikan rekomendasi pam swakarsa atas nama suku dan adat untuk melakukan tindakan mengancam.
Pam swakarsa adat itu adalah BATAMAD (Barisan Pertahanan Adat Dayak) yang cenderung membuat masyarakat merasa tertekan ketika mendukung calon tertentu.
“Banyak isu yang seperti sengaja disebarkan dengan metode agitasi propaganda yang berisi tentang pribumi dan non pribumi. Ada pula ancaman kekerasan atau rusuh bila tidak memilih pasangan tertentu. Ini sangat membahayakan semangat nasionalisme,” ujarnya di Jakarta, Minggu (3/2/2013).
Muchtar mengatakan, dalam pesta demokrasi di daerah sudah tidak dibenarkan lagi memakai dikotomi pribumi dan non pribumi, warga asli atau warga pendatang. Dalam Pilkada, kata dia, semua harus mendapat kedudukan dan kesempatan yang sama, karena mereka punya hak sebagai Warga Negara Indonesia.
“Hal ini dilanggar dalam Pilkada Kapuas karena ada intimidasi yang memakai kedok proibumi dan pendatang,” terangnya.
Selain itu, KIPP Kalteng juga menemukan dugaan money politic dengan sistematis dan massif. Sebab jauh sebelum pencoblosan yang dilakukan hari Rabu 23 Jaqnuari 2013, money politics diduga dilakukan oleh pasangan calon calon yang akhirnya dinyatakan menang, yakni Ben Brahim-Muhajirin.
Selain itu, tutur Muchtar, pihaknya menilai KPUD Kapuas tidak netral lantaran Ketua KPUD Novita berulang kali mengabaikan masuknya sejumlah laporan masyarakat tentang pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Bahkan ketua KPUD seolah sengaja mengabaikan laporan yang tidak menguntungkan calon tertentu. “Ternyata suami Novita adalah salah satu tim sukses pasangan calon. Ini yang kita sebut tidak netral dan tidak independen,” tandasnya.
Muchtar menuturkan, KIPP Kalteng menemukan pelanggaran bernuansa intimidatif saat pemilu ulang, karena kepolisian memberikan rekomendasi pam swakarsa atas nama suku dan adat untuk melakukan tindakan mengancam.
Pam swakarsa adat itu adalah BATAMAD (Barisan Pertahanan Adat Dayak) yang cenderung membuat masyarakat merasa tertekan ketika mendukung calon tertentu.
“Banyak isu yang seperti sengaja disebarkan dengan metode agitasi propaganda yang berisi tentang pribumi dan non pribumi. Ada pula ancaman kekerasan atau rusuh bila tidak memilih pasangan tertentu. Ini sangat membahayakan semangat nasionalisme,” ujarnya di Jakarta, Minggu (3/2/2013).
Muchtar mengatakan, dalam pesta demokrasi di daerah sudah tidak dibenarkan lagi memakai dikotomi pribumi dan non pribumi, warga asli atau warga pendatang. Dalam Pilkada, kata dia, semua harus mendapat kedudukan dan kesempatan yang sama, karena mereka punya hak sebagai Warga Negara Indonesia.
“Hal ini dilanggar dalam Pilkada Kapuas karena ada intimidasi yang memakai kedok proibumi dan pendatang,” terangnya.
Selain itu, KIPP Kalteng juga menemukan dugaan money politic dengan sistematis dan massif. Sebab jauh sebelum pencoblosan yang dilakukan hari Rabu 23 Jaqnuari 2013, money politics diduga dilakukan oleh pasangan calon calon yang akhirnya dinyatakan menang, yakni Ben Brahim-Muhajirin.
Selain itu, tutur Muchtar, pihaknya menilai KPUD Kapuas tidak netral lantaran Ketua KPUD Novita berulang kali mengabaikan masuknya sejumlah laporan masyarakat tentang pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Bahkan ketua KPUD seolah sengaja mengabaikan laporan yang tidak menguntungkan calon tertentu. “Ternyata suami Novita adalah salah satu tim sukses pasangan calon. Ini yang kita sebut tidak netral dan tidak independen,” tandasnya.
(lns)