Pembalakan Liar Kayu Merbau di Hutan Raja Ampat Dibongkar
A
A
A
SORONG - Kasus illegal loging ternyata masih marak di wilayah Papua dan Papua Barat. Tim Operasi Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Maluku Papua membongkar pembalakan liar di hutan Raja Ampat.
Petugas mengamankan dua pelaku, HN dan S beserta 100 meter kubik kayu jenis merbau (intsia bijuga) atau sering disebut kayu besi berbagai ukuran sebagai barang bukti. Operasi penangkapan ini dilakukan di Perairan Kalwal, Distrik Salawati Barat, Kabupaten Raja Ampat, di Kota Sorong, Papua Barat, Senin (3/2/2020). ( Baca juga: Polisi Tangkap Kakak Beradik Pelaku Pembalakan Liar)
"Balai Gakkum Maluku Papua mendapat informasi awal dari masyarakat pada 3 Februari 2020. Selanjutnya Tim Operasi Balai Gakkum Maluku Papua menindaklanjuti dengan penangkapan dan penyitaan," kata Kepala Balai Gakkum Wilayah Maluku Papua, Leonardo Gultom, Kamis (6/2/2020).
Dalam penangkapan tersebut, petugas juga mengamankan 1 unit kapal dengan nama KM Sumber Harapan III yang merupakan kapal penampung kayu, 3 chain saw, dan sepeda modifikasi sebagai alat dorong kayu.
"Penyidik Balai Gakkum Wilayah Maluku Papua masih mendalami dan menuntaskan penyidikan kasus itu untuk mencari pihak lain yang terlibat," ujarnya.
Gultom menambahkan, saat ini petugas sudah memindahkan barang bukti kayu olahan berbagai ukuran itu ke Pelabuhan Klalin untuk dihitung, serta dipindahkan ke gudang.
"Kami akan terus memantau kegiatan pembalakan liar di wilayah Sorong dan Papua Barat pada umumnya dengan upaya pengawasan serta pencegahan dini dari semua pihak," tegasnya. Para pelaku saat ini diamankan di kantor Balai Gakum KLHK Wilayah Papua Maluku, di kota Sorong, Papua Barat.
Terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Sustyo Iryono menyatakan pentingnya hasil operasi ini untuk menyelamatkan sumber daya alam dan ekosistem. "Operasi ini akan terus dilakukan untuk melindungi masyarakat, ekosistem dan menyelamatkan negara dari kerugian," katanya.
Penyidik PNS Balai Gakkum Maluku Papua akan menjerat HN dan S dengan Pasal 83 Ayat 1 Huruf b Jo, Pasal 12 Huruf e Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 15 tahun, denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar.
Petugas mengamankan dua pelaku, HN dan S beserta 100 meter kubik kayu jenis merbau (intsia bijuga) atau sering disebut kayu besi berbagai ukuran sebagai barang bukti. Operasi penangkapan ini dilakukan di Perairan Kalwal, Distrik Salawati Barat, Kabupaten Raja Ampat, di Kota Sorong, Papua Barat, Senin (3/2/2020). ( Baca juga: Polisi Tangkap Kakak Beradik Pelaku Pembalakan Liar)
"Balai Gakkum Maluku Papua mendapat informasi awal dari masyarakat pada 3 Februari 2020. Selanjutnya Tim Operasi Balai Gakkum Maluku Papua menindaklanjuti dengan penangkapan dan penyitaan," kata Kepala Balai Gakkum Wilayah Maluku Papua, Leonardo Gultom, Kamis (6/2/2020).
Dalam penangkapan tersebut, petugas juga mengamankan 1 unit kapal dengan nama KM Sumber Harapan III yang merupakan kapal penampung kayu, 3 chain saw, dan sepeda modifikasi sebagai alat dorong kayu.
"Penyidik Balai Gakkum Wilayah Maluku Papua masih mendalami dan menuntaskan penyidikan kasus itu untuk mencari pihak lain yang terlibat," ujarnya.
Gultom menambahkan, saat ini petugas sudah memindahkan barang bukti kayu olahan berbagai ukuran itu ke Pelabuhan Klalin untuk dihitung, serta dipindahkan ke gudang.
"Kami akan terus memantau kegiatan pembalakan liar di wilayah Sorong dan Papua Barat pada umumnya dengan upaya pengawasan serta pencegahan dini dari semua pihak," tegasnya. Para pelaku saat ini diamankan di kantor Balai Gakum KLHK Wilayah Papua Maluku, di kota Sorong, Papua Barat.
Terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Sustyo Iryono menyatakan pentingnya hasil operasi ini untuk menyelamatkan sumber daya alam dan ekosistem. "Operasi ini akan terus dilakukan untuk melindungi masyarakat, ekosistem dan menyelamatkan negara dari kerugian," katanya.
Penyidik PNS Balai Gakkum Maluku Papua akan menjerat HN dan S dengan Pasal 83 Ayat 1 Huruf b Jo, Pasal 12 Huruf e Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 15 tahun, denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar.
(shf)