DPR Papua Diminta Lebih Proaktif Mengkritisi dan Mengawasi Pemprov
A
A
A
JAYAPURA - Aliansi Mahasiswa Pemuda dan Rakyat (Ampera) Papua mendesak DPR Papua periode 2019-2024 harus mampu benar-benar proaktif menggunakan kewenangannya sebagai fungsi pengawasan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.
Hal ini dikemukakan oleh Ketua Umum Ampera Papua, Stenly Salamahu Sayuri dan beberapa pengurus di Abepura, Jayapura, Papua, Jumat (8/11/2019). (Baca juga: Jhony Banua Rouw Ditunjuk Jadi Ketua DPR Provinsi Papua)
"Kami mengamati dinamika sistem pemerintahan Papua dan pada periode sebelumnya. Kami nilai fungsi legislasi dan pengawasan DPR Papua dalam mengawasi regulasi, APBD dan kebijakan pemerintah daerah masih pasif," kata Stenly.
Menurutnya, selama pemerintahan Gubernur Papua Lucas Enembe dan wakil Gubernur Klemen Tinal terjadi penyumbatan siklus politik di Papua. Kebijakan pemerintah yang lahir dari tokoh politik, membuat kebijakan yang tidak didasari atas aspirasi rakyat secara umum.
"Sementara DPR Papua hanya mengamati dan mengesahkan semua bentuk kebijakan Pemerintah Provinsi. Ini tidak boleh seperti itu. DPR Papua harus proaktif mengawasi dan mengkritisi semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Tidak hanya manggut-manggut," ucapnya.
Kebijakan yang bertabrakan dengan aturan-aturan lain, atau kebijakan yang tidak mengakomodir aspirasi harus dikritisi oleh wakil rakyat yakni DPR. Termasuk adanya penggunaan anggaran yang tidak tepat atau pula kebijakan yang tidak menjunjung penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan prinsip rasionalitas, mestinya dikritisi sebagai fungsi legilasi.
"Kebijakan Otsus Papua yang sudah berjalan 18 tahun ini, belum menyentuh persoalan rakyat Papua, tidak ada keberhasilan yang signifikan dilahirkan dari adanya Otsus. Maka DPR Papua harus berani mengkritisi itu, rakyat Papua butuh informasi itu, bahwa sesungguhnya ada permasalahan yang terjadi di Pemerintah Provinsi Papua. Jadi jangan terkesan diam," tegasnya.
Pihaknya sangat sepakat jika dana Otsus yang jumlahnya mencapai puluhan triliun rupiah bisa dipertanggungjawabkan penggunaanya untuk apa dan kepada siapa, mesti dibuka ke publik.
"Harus ada yang jadi oposisi. Jika semua manggut-manggut dengan Pemerintah Provinsi maka rakyat dikorbankan. Minimal media harus digandeng untuk keterbukaan informasi yang sifatnya mengkritisi persoalan yang terjadi saat ini di Provinsi Papua. Dana Otsus harus di evaluasi, karena hingga akan berakhir ini, belum nampak keberhasilannya," katanya.
Dikatakan penyumbatan siklus politik terjadi dengan adanya permintaan kelanjutan Otsus dengan adanya Rancangan Undang Undang Otsus Plus, namun demikian Otsus Plus yang dimaksud tersebut sejatinya bukan aspirasi rakyat. Namun kepentingan elite politik.
"DPR Papua harus melihat ini. Ada penyumbatan siklus politik yang dilakukan, dan ini harus dikritisi," katanya. (Baca juga: DPR Kaji Usulan Pemekaran Papua)
Sekjen Ampera, Sundi R Wayengkau dan Edwardo Rumateray selaku Koordinator Politik Strategi dan Taktik menambahkan, DPR Papua harus menggunakan fungsinya dengan baik yang selama ini belum maksimal. "Sebagai wakil rakyat, jangan sampai hanya hearing yang hanya dihadiri sedikit orang, dan bukan hanya seremonial belaka. Namun bisa terbuka untuk umum," katanya.
Hal ini dikemukakan oleh Ketua Umum Ampera Papua, Stenly Salamahu Sayuri dan beberapa pengurus di Abepura, Jayapura, Papua, Jumat (8/11/2019). (Baca juga: Jhony Banua Rouw Ditunjuk Jadi Ketua DPR Provinsi Papua)
"Kami mengamati dinamika sistem pemerintahan Papua dan pada periode sebelumnya. Kami nilai fungsi legislasi dan pengawasan DPR Papua dalam mengawasi regulasi, APBD dan kebijakan pemerintah daerah masih pasif," kata Stenly.
Menurutnya, selama pemerintahan Gubernur Papua Lucas Enembe dan wakil Gubernur Klemen Tinal terjadi penyumbatan siklus politik di Papua. Kebijakan pemerintah yang lahir dari tokoh politik, membuat kebijakan yang tidak didasari atas aspirasi rakyat secara umum.
"Sementara DPR Papua hanya mengamati dan mengesahkan semua bentuk kebijakan Pemerintah Provinsi. Ini tidak boleh seperti itu. DPR Papua harus proaktif mengawasi dan mengkritisi semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Tidak hanya manggut-manggut," ucapnya.
Kebijakan yang bertabrakan dengan aturan-aturan lain, atau kebijakan yang tidak mengakomodir aspirasi harus dikritisi oleh wakil rakyat yakni DPR. Termasuk adanya penggunaan anggaran yang tidak tepat atau pula kebijakan yang tidak menjunjung penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan prinsip rasionalitas, mestinya dikritisi sebagai fungsi legilasi.
"Kebijakan Otsus Papua yang sudah berjalan 18 tahun ini, belum menyentuh persoalan rakyat Papua, tidak ada keberhasilan yang signifikan dilahirkan dari adanya Otsus. Maka DPR Papua harus berani mengkritisi itu, rakyat Papua butuh informasi itu, bahwa sesungguhnya ada permasalahan yang terjadi di Pemerintah Provinsi Papua. Jadi jangan terkesan diam," tegasnya.
Pihaknya sangat sepakat jika dana Otsus yang jumlahnya mencapai puluhan triliun rupiah bisa dipertanggungjawabkan penggunaanya untuk apa dan kepada siapa, mesti dibuka ke publik.
"Harus ada yang jadi oposisi. Jika semua manggut-manggut dengan Pemerintah Provinsi maka rakyat dikorbankan. Minimal media harus digandeng untuk keterbukaan informasi yang sifatnya mengkritisi persoalan yang terjadi saat ini di Provinsi Papua. Dana Otsus harus di evaluasi, karena hingga akan berakhir ini, belum nampak keberhasilannya," katanya.
Dikatakan penyumbatan siklus politik terjadi dengan adanya permintaan kelanjutan Otsus dengan adanya Rancangan Undang Undang Otsus Plus, namun demikian Otsus Plus yang dimaksud tersebut sejatinya bukan aspirasi rakyat. Namun kepentingan elite politik.
"DPR Papua harus melihat ini. Ada penyumbatan siklus politik yang dilakukan, dan ini harus dikritisi," katanya. (Baca juga: DPR Kaji Usulan Pemekaran Papua)
Sekjen Ampera, Sundi R Wayengkau dan Edwardo Rumateray selaku Koordinator Politik Strategi dan Taktik menambahkan, DPR Papua harus menggunakan fungsinya dengan baik yang selama ini belum maksimal. "Sebagai wakil rakyat, jangan sampai hanya hearing yang hanya dihadiri sedikit orang, dan bukan hanya seremonial belaka. Namun bisa terbuka untuk umum," katanya.
(shf)