UU Pesantren Jadi Instrumen Kemajuan Pendidikan di Ponpes

Rabu, 06 November 2019 - 02:10 WIB
UU Pesantren Jadi Instrumen Kemajuan Pendidikan di Ponpes
UU Pesantren Jadi Instrumen Kemajuan Pendidikan di Ponpes
A A A
LAMONGAN - Disahkannya Undang-Undang Pesantren disambut gembira kalangan Pondok pesantren (ponpes) di Tanah Air yang selama ini sudah dikenal dengan kemandiriannya.

Sehingga, adanya UU Pesantren seharusnya tidak menjadikan ketergantungan pada negara. (Baca juga: Dorong Peran Pesantren Tumbuhkan Ekonomi Bangsa di Era Digital)

"Hadirnya negara lewat UU ini adalah sebagai guide lines bagi pengelolaan pesantren. Diharapkan undang-undang ini menjadi instrumen optimalisasi untuk mencapai pesantren yang maju dan lebih baik," tutur Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Mahad Aly Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Islam Kementerian Agama Aceng Abdul Aziz di sela Halaqoh Kebangsaan dengan tema Sosialisasi dan Bedah UU Pesantren di Aula Ponpes Tarbiyatut Tholabah, Kranji, Paciran, Lamongan, Jatim, Senin (4/11/2019).

Acara tersebut digelar Ikatan Keluarga Besar Alumni Ponpes Tarbiyatut Tholabah (IKBAL - TABAH) dalam rangka peringatan Haul ke-71 KH Musthofa dan Masyayikh.

Ketua Umum IKBAL TABAH Moh Nur Huda mengatakan, kegiatan tersebut bertujuan untuk mensosialisasi UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren yang pada September lalu disahkan oleh DPR. Sosialisasi tersebut diikuti oleh perwakilan pimpinan ponpes yang ada Lamongan dan Gresik serta alumni Tarbiyatut Tholabah.

Anggota FPKB DPRD Jatim Umi Zahrok mengatakan, banyak tokoh bangsa ini yang lahir dari pendidikan pesantren. Karena itu, pesantren sebagai salah satu model pendidikan terbaik di negara ini, perlu mendapatkan perhatian serius oleh negara.

"Terbitnya UU Pesantren adalah salah satu bukti hadirnya negara. Ketika payung hukumnya sudah jelas maka alokasi anggaran untuk pesantren pun jelas," katanya. (Baca juga: Lewat OPOP, Pesantren Tingkatkan Daya Saing Ekonomi Nasional)

Rais Syuriah PCNU Lamongan KH Salim Azhar AR mengatakan, setiap santri memiki minat dan bakatnya sendiri. Karena itu, tidak semua santri harus dicetak mirip dengan kiainya. Hal ini harus dipahami para kiai atau pendidik di pesantren.

"Ada yang bakat jadi politikus maka lahirlah santri yang jadi anggota DPR. Ada yang bakat jadi pemimpin, lahirlah santri yang jadi presiden atau wakil presiden. Ada yang bakat berdagang maka lahirlah santri yang jadi miliarder dari bakat dagang itu," tutur Pengasuh Ponpes Roudlotut Thullab Lamongan itu.

Sementara itu, Sekretaris Pribadi Wapres KH Ma'ruf Amin yang juga alumni Ponpes Tabah dan juga Bendahara PCNU Lamongan, Sholahuddin, mengatakan, UU Pesantren mestinya bisa memicu pemerintah daerah untuk menerbitkan perda terkait. Misalnya soal kesejahteraan guru ngaji dan guru madin.

"Untuk memacu kemandirian, pesantren perlu memetakan potensinya masing-masing. Baik lewat koperasi atau lewat usaha di bidang pertanian dan peternakan. Karyawan atau pegawainya, bisa mengoptimalkan santri pasca sekolah (senior) yang biasanya masih ikut mondok. Selain bisa membantu pesantren dari segi ekonomi, juga mendidik santri agar siap berusaha setelah keluar dari pondok nanti," tuturnya.

Namun, agar upaya maksimal, perlu ada pendampingan yang instens kepada pesantren dari dinas terkait. Misalnya, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, atau Dinas Koperasi dan UMKM. "Ini selaras dengan Program Gubernur Jawa Timur yang mencanangkan OPOP (One Pesantren One Product)," pungkasnya.
(shf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7024 seconds (0.1#10.140)