Sektor Pariwisata Wamena Tak Kena Dampak Kerusuhan, Lembah Baliem Aman Dikunjungi
A
A
A
JAYAWIJAYA - Keindahan alam Papua tetap menjadi magnet bagi wisatawan. Kerusuhan di Wamena beberapa waktu lalu tak mempengaruhi sektor pariwisata di Kabupaten Jayawijaya yang terkenal dengan Lembah Baliem dan rumah Suku Dani.
Objek wisata budaya dan wisata alam tersebut tetap eksis dan aman dikunjungi para wisatawan lokal serta mancanegara.
Hal itu disampaikan peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto yang mengatakan sejumlah destinasi wisata tersebut dalam kondisi aman, tidak terkena dampak kerusuhan. "Letak obyek wisata tersebut berada di pinggir Kota Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya," katanya.
Dia mencontohkan Suku Dani sebagai pemilik objek wisata budaya, seperti mumi mengusung tradisi selalu menjaga peninggalan leluhur. Hingga kini, rumah-rumah dan kehidupan tradisional Suku Dani di sekitar Wamena dan Lembah Baliem masih utuh dan bisa dinikmati wisatawan.
“Termasuk situs Gua Kontilola dengan gambar Alien di dalamnya juga aman dari kerusuhan. Mama-mama suku Dani yang kreatif juga masih bersemangat merajut noken, baik untuk dipergunakan sendiri atau untuk dijual pada wisatawan,” kata Hari dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/10/2019).
Selain itu, kebun-kebun di pinggiran Wamena juga masih menghasilkan ubi jalar dan keladi, sebagai kuliner tradisional Lembah Baliem.
“Lembah Baliem sendiri merupakan daerah eksotis dengan keindahan alam dan budayanya. Dengan modal objek wisata budaya, alam dan produk kreatif khas Wamena maka pariwisata akan membangkitkan perekonomian Wamena yang terpuruk akibat kerusuhan,” ujarnya.
Sementara peneliti dari CSIS Edbert Gani menjelaskan, sektor pariwisata merupakan salah satu indikator untuk menilai kemajuan pembangunan, tingkat ekonomi, dan kondisi masyarakat sebuah negara atau daerah.
Karena itu, dia mendukung jika sektor pariwisata terus menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah dalam setiap upaya untuk membangun Papua.
"Pariwisata di Papua dalam konsep membangun provinsi itu harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang intinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil, secara etika dan sosial masyarakat," tandasnya.
Objek wisata budaya dan wisata alam tersebut tetap eksis dan aman dikunjungi para wisatawan lokal serta mancanegara.
Hal itu disampaikan peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto yang mengatakan sejumlah destinasi wisata tersebut dalam kondisi aman, tidak terkena dampak kerusuhan. "Letak obyek wisata tersebut berada di pinggir Kota Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya," katanya.
Dia mencontohkan Suku Dani sebagai pemilik objek wisata budaya, seperti mumi mengusung tradisi selalu menjaga peninggalan leluhur. Hingga kini, rumah-rumah dan kehidupan tradisional Suku Dani di sekitar Wamena dan Lembah Baliem masih utuh dan bisa dinikmati wisatawan.
“Termasuk situs Gua Kontilola dengan gambar Alien di dalamnya juga aman dari kerusuhan. Mama-mama suku Dani yang kreatif juga masih bersemangat merajut noken, baik untuk dipergunakan sendiri atau untuk dijual pada wisatawan,” kata Hari dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/10/2019).
Selain itu, kebun-kebun di pinggiran Wamena juga masih menghasilkan ubi jalar dan keladi, sebagai kuliner tradisional Lembah Baliem.
“Lembah Baliem sendiri merupakan daerah eksotis dengan keindahan alam dan budayanya. Dengan modal objek wisata budaya, alam dan produk kreatif khas Wamena maka pariwisata akan membangkitkan perekonomian Wamena yang terpuruk akibat kerusuhan,” ujarnya.
Sementara peneliti dari CSIS Edbert Gani menjelaskan, sektor pariwisata merupakan salah satu indikator untuk menilai kemajuan pembangunan, tingkat ekonomi, dan kondisi masyarakat sebuah negara atau daerah.
Karena itu, dia mendukung jika sektor pariwisata terus menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah dalam setiap upaya untuk membangun Papua.
"Pariwisata di Papua dalam konsep membangun provinsi itu harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang intinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil, secara etika dan sosial masyarakat," tandasnya.
(shf)