Kasus Rasial di Amerika Jangan Dibawa ke Tanah Papua
loading...
A
A
A
JAYAPURA - Soal tindakan rasial yang terjadi di Amerika dan kemudian disangkut pautkan ke kasus rasial di Papua, para Pastor Katolik yang mengatasnamakan Pastor Pribumi Keuskupan dari Lima se-Regional Papua angkat bicara. Sekitar 8 Pastor mewakili 57 Pastor Katolik di Papua mengutuk keras semua bentuk Rasial sesama umat Tuhan.
"Jangan sampai yang terjadi di Amerika terjadi di Indonesia, kami kutuk rasisme dan semua bentuk ketidakadilan," kata koordinator Pastor Pribumi Pastor Albertho Jhone Bunai, Pr kepada awak media di Perumahan Pastor Katolik Abepura, Senin 8 Juni 2020.
Pihaknya juga mengutuk segala jenis perilaku rasial yang dilayangkan kepada warga Papua. Meski diakui baik Papua maupun non Papua semua telah menolak adanya rasial bagi semua umat Tuhan. ( )
"Kepada para pemimpin negara, baik tingkat Kabupaten maupun Kota hendaknya kita menyebarkan budaya toleransi dan hidup bersama dalam damai. Dan bagi semua elemen untuk menemukan kembali nilai-nilai perdamaian, keadilan, kebaikan dan persaudaraan antar sesama manusia dan hidup berdampingan, karena semua manusia sama kedudukannya dimata Tuhan," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, pihaknya juga menyoroti proses hukum terhadap tujuh Tahanan Politik yang saat ini berproses hukum di Kalimantan Timur, yakni Buctar Tabuni, Agus Kossay, Stefanus Itlay, Alexander Gobay, Fery Kombo, Irwanus Urobmabin dan Hengky Hilapok.
"Menurut kami ada ketimpangan jalannya proses hukum ketujuh tahanan politik. Pelaku dihukum hanya 5-6 bulan, namun saudara kami dihukum berat, dari 5 sampai 17 tahun, atas kasus makar. Ini menurut kami tidak adil," ucapnya.
Pihaknya meminta Hakim bisa melihat secara objektif atas kasus tersebut, dan memberikan hukuman yang sesuai, bukan seolah ada diskriminasi.
"Kepada Hakim, kami minta dengan hormat dan demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, agar memberikan hukuman setimpal dengan perilaku rasis. Jangan ada diskriminasi,"kata Pastor Jhone yang mengaku jika sikap para Pastor ini adalah yang pertama kali dilakukan.
Pihaknya meminta pemerintah untuk menyelesaikan semua kasus kekerasan di Papua, hingga semua Orang Asli Papua dapat hidup tenang dan damai diatas tanah leluhurnya.
"Harus dibuka ruang dialog antara Papua dan Jakarta untuk menyelesaikan semua persoalan. Harus ada pelurusan sejarah. Kesampingkan dulu Idiologi NKRI harga mati atau Papua Merdeka harga mati. Kalau semua dibicarakan maka tidak apalagi kekerasan di Papua," pungkasnya.
Untuk diketahui tujuh orang tapi kasus kerusuhan akibat rasial dan kasus pengerusakan di Jayapura tahun lalu saat ini telah menjalani persidangan di Kalimantan Timur. Putusan Jaksa Penuntut Umum telah dibacakan pada meeting zoom beberapa waktu lalu, dan rencananya minggu depan akan dilakukan pembacaan pembelaan oleh para tersangka.
"Jangan sampai yang terjadi di Amerika terjadi di Indonesia, kami kutuk rasisme dan semua bentuk ketidakadilan," kata koordinator Pastor Pribumi Pastor Albertho Jhone Bunai, Pr kepada awak media di Perumahan Pastor Katolik Abepura, Senin 8 Juni 2020.
Pihaknya juga mengutuk segala jenis perilaku rasial yang dilayangkan kepada warga Papua. Meski diakui baik Papua maupun non Papua semua telah menolak adanya rasial bagi semua umat Tuhan. ( )
"Kepada para pemimpin negara, baik tingkat Kabupaten maupun Kota hendaknya kita menyebarkan budaya toleransi dan hidup bersama dalam damai. Dan bagi semua elemen untuk menemukan kembali nilai-nilai perdamaian, keadilan, kebaikan dan persaudaraan antar sesama manusia dan hidup berdampingan, karena semua manusia sama kedudukannya dimata Tuhan," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, pihaknya juga menyoroti proses hukum terhadap tujuh Tahanan Politik yang saat ini berproses hukum di Kalimantan Timur, yakni Buctar Tabuni, Agus Kossay, Stefanus Itlay, Alexander Gobay, Fery Kombo, Irwanus Urobmabin dan Hengky Hilapok.
"Menurut kami ada ketimpangan jalannya proses hukum ketujuh tahanan politik. Pelaku dihukum hanya 5-6 bulan, namun saudara kami dihukum berat, dari 5 sampai 17 tahun, atas kasus makar. Ini menurut kami tidak adil," ucapnya.
Pihaknya meminta Hakim bisa melihat secara objektif atas kasus tersebut, dan memberikan hukuman yang sesuai, bukan seolah ada diskriminasi.
"Kepada Hakim, kami minta dengan hormat dan demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, agar memberikan hukuman setimpal dengan perilaku rasis. Jangan ada diskriminasi,"kata Pastor Jhone yang mengaku jika sikap para Pastor ini adalah yang pertama kali dilakukan.
Pihaknya meminta pemerintah untuk menyelesaikan semua kasus kekerasan di Papua, hingga semua Orang Asli Papua dapat hidup tenang dan damai diatas tanah leluhurnya.
"Harus dibuka ruang dialog antara Papua dan Jakarta untuk menyelesaikan semua persoalan. Harus ada pelurusan sejarah. Kesampingkan dulu Idiologi NKRI harga mati atau Papua Merdeka harga mati. Kalau semua dibicarakan maka tidak apalagi kekerasan di Papua," pungkasnya.
Untuk diketahui tujuh orang tapi kasus kerusuhan akibat rasial dan kasus pengerusakan di Jayapura tahun lalu saat ini telah menjalani persidangan di Kalimantan Timur. Putusan Jaksa Penuntut Umum telah dibacakan pada meeting zoom beberapa waktu lalu, dan rencananya minggu depan akan dilakukan pembacaan pembelaan oleh para tersangka.
(mhd)