Misteri dan Keunikan Jam Gadang

Minggu, 28 Oktober 2018 - 05:00 WIB
Misteri dan Keunikan Jam Gadang
Misteri dan Keunikan Jam Gadang
A A A
Jam Gadang merupakan simbol khas sekaligus landmark Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat. Jam Gadang yang pembangunannya selesai pada 1926 dan menelan biaya 3.000 Gulden ini, juga menyimpan keunikan dan misteri tersendiri.

Jam Gadang dibangun sebagai hadiah Ratu Belanda kepada Rock Maker seorang sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang, Kota Bukittinggi ). Bangunan Jam Gadang didesain oleh arsitektur bernama Yasin Abidin Rajomangkuto.

Peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun. Pembangunan Jam Gadang tidak menggunakan semen atau besi penyangga hanya campuran kapur, putih telur, dan pasir. Putih telur dipercaya memiliki zat perekat yang sangat kuat.

Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat. Tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul jam. Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang.

Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas.

Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Recklinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada 1892.

Mesin jam inilah yang menjadi salah satu keunikan Jam Gadang sehingga disebut sebagai kembaran Big Ben. Big Ben adalah nama sebuah lonceng besar di tengah menara jam yang terletak di sebelah utara Istana Westminster, London, Inggris yang selesai dibangun pada 1858.

Jam Gadang dan Big Ben disebut saudara kembar karena menggunakan mesin jam yang sama buatan Vortmann Relinghousen, Jerman. Kebetulan mesin jam khusus ini hanya ada dua di dunia dan digunakan pada Jam Gadang dan Big Ben.

Padahal secara fisik Jam Gadang dan Big Ben sangat berbeda. Jam Gadang didesain dengan gaya modern dan berbentuk menara khas rumah adat Minangkabau setinggi 26 meter. Sedangkan Big Ben dibuat dengan gaya Gothik Victoria tingginya mencapai 96 meter.

Nama Big Ben sering dipakai untuk menyebut menara jam itu secara menyeluruh. Meskipun secara resmi menara ini diberi nama Elizabeth Tower.

Keunikan lainnya, menara Jam Gadang telah mengalami tiga kali perubahan. Saat pertama didirikan menara berbentuk bulat dan terdapat patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Namun, pada masa penjajahan Jepang menara diubah menjadi bentuk Pagoda . Akhirnya, saat Indonesia merdeka menara diubah menjadi bentuk gonjong atap rumah adat Minangkabau.

Jam Gadang juga menyimpan beberapa misteri. Di antaranya tentang angka 4 yang memiliki bentuk berbeda dan ditulis IIII pada Jam Gadang. Biasanya pada angka Romawi penulisan angka 4 adalah IV bukan IIII.

Menurut cerita masyarakat sekitar konon dalam proses pembangunan Jam Gadang ada 4 pekerja (tukang batu) yang meninggal karena kecelakaan kerja. Untuk mengenang hal tersebut, maka sengaja ditulis angka I berjajar 4 (IIII).

Selain itu angka IV diartikan sebagai "I Victory" yang artinya aku menang . Belanda yang juga andil dalam pembuatan bangunan setinggi 26 meter itu menghindari arti "aku menang". Belanda khawatir memicu pemberontakan untuk menentang penjajah. Karena pihak Belanda yang mendatangkan jam dari negerinya memesan angka 4 ditulis sebagai IIII.

Beberapa ahli menyatakan angka 4 dalam huruf romawi awalnya memang tertulis IIII. Hal ini terjadi jauh sebelum pemerintahan Louis XIV . Dan penulisan angka empat dengan 'IV' dikatakan sebagai perubahan penulisan angka romawi yang awalnya IIII.

Misteri lainnya, adalah adanya lorong bawah tanah menuju Ngarai Sianok dan Benteng Fort De Kock. Lorong bawah tanah ini dibangun pada masa penjajahan Jepang sehingga lorong ini dikenal dengan lobang Jepang.

Jika ditelusuri maka lobang Jepang ini akan sampai di Ngarai Sianok dan benteng Fort De Kock. Bahkan masih memungkinkan ditemukan menuju alur lainnya. Sebab, Jepang sengaja membuat Lorong Jepang ini sebagai kota bawah tanah.

Sebagai salah satu upaya untuk berlindung dan melarikan diri dari musuh. Namun pembangunan ini terhenti sejak Nagasaki dan Hirosima di bom oleh sekutu. Keunikan dan misteri ini semakin menarik minat wisatawan untuk mengunjungi Jam Gadang di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.

Diolah dari berbagai sumber.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0893 seconds (0.1#10.140)