Kusuma Atmadja, Orang Pertama yang Menjabat Ketua MA
A
A
A
120 tahun lalu, lahir tokoh yang tercatat dalam sejarah sebagai orang pertama yang menjabat ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI). Dialah Kusuma Atmadja.
Nama tokoh ini memang diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah tempat seperti Ibu Kota Jakarta atau tempat kelahirannya di Purwakarta, Jawa Barat. Namanya juga menjadi nama salah satu ruangan di Gedung Mahkamah Agung (MA) RI di Jakarta.
Ya, Kusuma Atmadja memang tak bisa dipisahkan dengan lembaga Mahkamah Agung (MA). Pria yang lahir pada 8 September 1898 ini tercatat sebagai orang pertama yang menjabat ketua MA.
Nama kecilnya, Raden Soelaiman Effendi Koesoemah Atmadja. Dia adalah putra ketiga dari 13 orang saudara. Ayahnya, R Sutadilaga, adalah wedana Rengasdengklok.
Kusuma Atmadja meraih gelar diploma dari Rechtschool atau Sekolah Kehakiman pada 1913. Dia mengawali karier sebagai pegawai pengadilan pada 1919. Ia lalu diangkat sebagai pegawai yang diperbantukan pada pengadilan di Bogor. Dia juga pernah bertugas di Medan.
Sewaktu bekerja di Medan, dia mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke Universitas Leiden, berkat beasiswa Pemerintah Hindia-Belanda. Dia pun berangkat ke Belanda.
Pada 1922, dia menyelesaikan studinya. Gelar Doctor in de recht geleerheid pun diperoleh dengan disertasi yang berjudul De Mohamedaansche Vrome Stichtingen in Indie (Lembaga Ulama Islam di Hindia Belanda).
Pulang ke Tanah Air, dia ditawari menjadi hakim di Raad Van Justitie (setingkat Pengadilan Tinggi) Batavia. Setahun berkiprah di sana, dia kemudian diangkat menjadi Voor Zitter Landraad (ketua Pengadilan Negeri) di Indramayu pada 1924.
Tiga tahun kemudian, dia dipindahkan ke Pengadilan Tinggi Padang. Di Padang, Kusuma Atmadja mengalami peristiwa yang menyebabkannya sakit hati dan marah. Residen Padang yang juga seorang Belanda, karena suatu hal menyebut Kusuma Atmadja seorang inlander (pribumi).
Bagi Kusuma Atmadja, sebutan ini merupakan penghinaan kepadanya, karena mengandung pandangan rendah terhadap dirinya, bahkan terhadap bangsa Indonesia. Marah, dia langsung menemui residen di kantornya agar menarik kembali ucapannya itu. Akhirnya, sang residen pun menyesali dan menarik kembali ucapannya itu.
Pada tahun 1938, dia dipindahkan menjadi Voor Zitter Landraad di Semarang dan Kendal. Setahun kemudian diangkat menjadi anggota Raad van Justitie (RvJ) di Semarang. RvJ adalah pengadilan untuk orang golongan Eropa, baik untuk perkara pidana, maupun perkara perdata. Kusuma Atmadja merupakan satu-satunya orang Indonesia yang duduk di dalam RvJ di Semarang.
Saat pemerintahan berganti dari Hindia Belanda ke Jepang, Kusuma Atmadja tetap menjadi pejabat pengadilan. Tahun 1942, dia menjabat sebagai ketua Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri) di Semarang. Dua tahun kemudian, diangkat sebagai Pemimpin Kehakiman Jawa Tengah.
Jelang kemerdekaan RI, dia dipercaya menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan janji Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.
Waktu terus berjalan, kemerdekaan RI pun diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Tanggal 19 Agustus 1945, bersamaan dengan pengumuman kabinet pertama yang diberi nama Kabinet Presidensial atau Kabinet Presidentiil, Presiden Soekarno mengangkat Kusuma Atmadja sebagai ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia.
Saat Belanda ingin kembali menguasai Indonesia antara tahun 1946 hingga 1950, Mahkamah Agung pindah ke Yogyakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia. Kusuma Atmadja tetap menjadi ketua MA.
1 Januari 1950, kala MA kembali ke Jakarta dan Kusuma Atmadja kembali diangkat menjadi ketua MA RI hingga meninggal tahun 1952.
13 tahun kemudian, tepatnya 14 Mei 1965, Pemerintah RI berdasarkan SK Presiden RI No. 124 Tahun 1965 menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Kusuma Atmadja.
Sumber tulisan: id.wikipedia.org dan www.pahlawancenter.com.
Nama tokoh ini memang diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah tempat seperti Ibu Kota Jakarta atau tempat kelahirannya di Purwakarta, Jawa Barat. Namanya juga menjadi nama salah satu ruangan di Gedung Mahkamah Agung (MA) RI di Jakarta.
Ya, Kusuma Atmadja memang tak bisa dipisahkan dengan lembaga Mahkamah Agung (MA). Pria yang lahir pada 8 September 1898 ini tercatat sebagai orang pertama yang menjabat ketua MA.
Nama kecilnya, Raden Soelaiman Effendi Koesoemah Atmadja. Dia adalah putra ketiga dari 13 orang saudara. Ayahnya, R Sutadilaga, adalah wedana Rengasdengklok.
Kusuma Atmadja meraih gelar diploma dari Rechtschool atau Sekolah Kehakiman pada 1913. Dia mengawali karier sebagai pegawai pengadilan pada 1919. Ia lalu diangkat sebagai pegawai yang diperbantukan pada pengadilan di Bogor. Dia juga pernah bertugas di Medan.
Sewaktu bekerja di Medan, dia mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke Universitas Leiden, berkat beasiswa Pemerintah Hindia-Belanda. Dia pun berangkat ke Belanda.
Pada 1922, dia menyelesaikan studinya. Gelar Doctor in de recht geleerheid pun diperoleh dengan disertasi yang berjudul De Mohamedaansche Vrome Stichtingen in Indie (Lembaga Ulama Islam di Hindia Belanda).
Pulang ke Tanah Air, dia ditawari menjadi hakim di Raad Van Justitie (setingkat Pengadilan Tinggi) Batavia. Setahun berkiprah di sana, dia kemudian diangkat menjadi Voor Zitter Landraad (ketua Pengadilan Negeri) di Indramayu pada 1924.
Tiga tahun kemudian, dia dipindahkan ke Pengadilan Tinggi Padang. Di Padang, Kusuma Atmadja mengalami peristiwa yang menyebabkannya sakit hati dan marah. Residen Padang yang juga seorang Belanda, karena suatu hal menyebut Kusuma Atmadja seorang inlander (pribumi).
Bagi Kusuma Atmadja, sebutan ini merupakan penghinaan kepadanya, karena mengandung pandangan rendah terhadap dirinya, bahkan terhadap bangsa Indonesia. Marah, dia langsung menemui residen di kantornya agar menarik kembali ucapannya itu. Akhirnya, sang residen pun menyesali dan menarik kembali ucapannya itu.
Pada tahun 1938, dia dipindahkan menjadi Voor Zitter Landraad di Semarang dan Kendal. Setahun kemudian diangkat menjadi anggota Raad van Justitie (RvJ) di Semarang. RvJ adalah pengadilan untuk orang golongan Eropa, baik untuk perkara pidana, maupun perkara perdata. Kusuma Atmadja merupakan satu-satunya orang Indonesia yang duduk di dalam RvJ di Semarang.
Saat pemerintahan berganti dari Hindia Belanda ke Jepang, Kusuma Atmadja tetap menjadi pejabat pengadilan. Tahun 1942, dia menjabat sebagai ketua Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri) di Semarang. Dua tahun kemudian, diangkat sebagai Pemimpin Kehakiman Jawa Tengah.
Jelang kemerdekaan RI, dia dipercaya menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan janji Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.
Waktu terus berjalan, kemerdekaan RI pun diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Tanggal 19 Agustus 1945, bersamaan dengan pengumuman kabinet pertama yang diberi nama Kabinet Presidensial atau Kabinet Presidentiil, Presiden Soekarno mengangkat Kusuma Atmadja sebagai ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia.
Saat Belanda ingin kembali menguasai Indonesia antara tahun 1946 hingga 1950, Mahkamah Agung pindah ke Yogyakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia. Kusuma Atmadja tetap menjadi ketua MA.
1 Januari 1950, kala MA kembali ke Jakarta dan Kusuma Atmadja kembali diangkat menjadi ketua MA RI hingga meninggal tahun 1952.
13 tahun kemudian, tepatnya 14 Mei 1965, Pemerintah RI berdasarkan SK Presiden RI No. 124 Tahun 1965 menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Kusuma Atmadja.
Sumber tulisan: id.wikipedia.org dan www.pahlawancenter.com.
(zik)