Mahasiswa Perusak Pos Polisi UIN Sunan Kalijaga Terancam 5 Tahun Penjara
A
A
A
SLEMAN - Empat mahasiswa dari perguruan tinggi (PT) di Yogyakarta, masing-masing Azhar Muhammad Hasan, Zikra Wahyudi, Muhammad Edo Asrianur, dan Muhammad Ibrahim didakwa melakukan tindak pidana kerusuhan. Mereka diancam dengan hukuman lima tahun enam bulan penjara.
Dakwaan tersebut dibacakan saat sidang kasus perusakan Pos Polisi (Pospol) depan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jalan Laksa Adisutjipto, Caturtunggal, Depok, Sleman saat unjuk rasa Hari Buruh, 1 Mei 2018 di pengadilan setempat, Kamis (26/7/2018). Sidang dengan agenda pembacaan tersebut dipimpin Hakim Ketua Setyawati Yun Iriati dengan jaksa penutut umum (JPU) Andreas Yudhotomo, sedangkan terdakwa didampingi penasehat hukum, Pamungkas Hudawanto.
Empat terdakwa meski menjalani sidang dalam satu ruang yang sama, namun berkas perkaranya dipecah. Di mana untuk terdakwa Azhar Muhammad Hasan dan Zikra Wahyudi dengan nomor perkara 306/Pid.B/2018/PN Smn serta Muhammad Edo Asrianur dan Muhammad Ibrahim dengan nomor perkara 305/Pid.B/2018/PN Smn.
Kasus ini berawal saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di depan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jalan Laksda Adisutjipto, Caturtunggal, Depok, Sleman, Selasa (1/5/2018) sore ricuh. Ini dipicu aksi massa yang menamakan Gerakan I Mei membakar pos polisi yang ada di depan UIN, tepatnya di sisi utara simpang UIN, termasuk memblokir jalan serta ada yang melempar molotov dari arah massa tersebut.
Kondisi ini membuat warga dan pengguna jalan emosi. Sebab arus lalu lintas menjadi macet dan menimbulkan keresahan warga. Sehingga bentrokan pun tidak dapat dihindarkan. Polisi bersenjata lengkap mencoba menjaga situasi dengan menenangkan massa dan warga, termasuk mengamanakan beberapa aktivitas serta molotov. Untuk menjaga dari amukan massa mereka dibawa ke kantor pos polisi yang sempat dibakar. Aksi tersebut akhirnya dibubarkan warga.
"Perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat 1 atau 406 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Jo pasal 55 ayat 1 ke 1," kata JPU Andreas Yudhotomo.
Hakim Ketua Setyawati Yun Iriati sebelum menutup sidang menawarkan kepada terdakwa apakah menerima apa melakukan pembelaan (eksepsi). Untuk itu para terdakwa diminta konsultasi dengan penasehat hukum. Setelah berkonsultasi, para terdakwa melalui penasehat hukumnya, Pamungkas Hudawanto menyatakan menerima dan akan mengikuti proses persidangan selanjutnya.
Mendapat jawaban tersebut maka hakim mengatakan sidang akan dilanjutkan minggu depan, Kamis (2/8/2018), dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU.
Dakwaan tersebut dibacakan saat sidang kasus perusakan Pos Polisi (Pospol) depan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jalan Laksa Adisutjipto, Caturtunggal, Depok, Sleman saat unjuk rasa Hari Buruh, 1 Mei 2018 di pengadilan setempat, Kamis (26/7/2018). Sidang dengan agenda pembacaan tersebut dipimpin Hakim Ketua Setyawati Yun Iriati dengan jaksa penutut umum (JPU) Andreas Yudhotomo, sedangkan terdakwa didampingi penasehat hukum, Pamungkas Hudawanto.
Empat terdakwa meski menjalani sidang dalam satu ruang yang sama, namun berkas perkaranya dipecah. Di mana untuk terdakwa Azhar Muhammad Hasan dan Zikra Wahyudi dengan nomor perkara 306/Pid.B/2018/PN Smn serta Muhammad Edo Asrianur dan Muhammad Ibrahim dengan nomor perkara 305/Pid.B/2018/PN Smn.
Kasus ini berawal saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di depan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jalan Laksda Adisutjipto, Caturtunggal, Depok, Sleman, Selasa (1/5/2018) sore ricuh. Ini dipicu aksi massa yang menamakan Gerakan I Mei membakar pos polisi yang ada di depan UIN, tepatnya di sisi utara simpang UIN, termasuk memblokir jalan serta ada yang melempar molotov dari arah massa tersebut.
Kondisi ini membuat warga dan pengguna jalan emosi. Sebab arus lalu lintas menjadi macet dan menimbulkan keresahan warga. Sehingga bentrokan pun tidak dapat dihindarkan. Polisi bersenjata lengkap mencoba menjaga situasi dengan menenangkan massa dan warga, termasuk mengamanakan beberapa aktivitas serta molotov. Untuk menjaga dari amukan massa mereka dibawa ke kantor pos polisi yang sempat dibakar. Aksi tersebut akhirnya dibubarkan warga.
"Perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat 1 atau 406 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Jo pasal 55 ayat 1 ke 1," kata JPU Andreas Yudhotomo.
Hakim Ketua Setyawati Yun Iriati sebelum menutup sidang menawarkan kepada terdakwa apakah menerima apa melakukan pembelaan (eksepsi). Untuk itu para terdakwa diminta konsultasi dengan penasehat hukum. Setelah berkonsultasi, para terdakwa melalui penasehat hukumnya, Pamungkas Hudawanto menyatakan menerima dan akan mengikuti proses persidangan selanjutnya.
Mendapat jawaban tersebut maka hakim mengatakan sidang akan dilanjutkan minggu depan, Kamis (2/8/2018), dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU.
(sms)