Calonnya di Pilkada Tulungagung Jadi Tersangka KPK, PDIP Tetap Optimis
A
A
A
TULUNGAGUNG - Status calon bupati petahana Tulungagung Syahri Mulyo sebagai tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menyurutkan langkah memenangkan pilkada.
Tim pemenangan yang terdiri dari koalisi partai pengusung, yakni PDI Perjuangan dan Partai Nasdem, ditambah Perindo dan PSI sebagai pendukung, tetap optimistis pasangan Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo (Sahto) akan menang.
Perolehan suara paslon Sahto di 27 Juni mendatang diyakini tetap mengalahkan paslon Margiono-Eko Prisdianto (Mardiko). "Kita tetap optimis Sahto menang. Sikap partai tegas untuk memenangkan Sahto, "ujar Heru Santoso selaku Bendahara tim pemenanganJumat (8/6). Disisi lain jeratan hukum terhadap Syahri Mulyo tidak menggugurkan pencalonan paslon Sahto.
Syahri tetap calon bupati. Hal itu membuat barisan tim pemenangan Sahto semakin solid. Terutama PDI Perjuangan, memerintahkan kadernya untuk berjuang maksimal memenangkan paslon Sahto. "Partai memberikan tugas penuh untuk memenangkan Sahto, "tegasnya.
Heru tidak membantah peristiwa yang terjadi akan berdampak pada elektabilitas. Kasus hukum akan sedikit mengurangi elektabilitas paslon Sahto. Namun pengaruh itu, kata dia tidak akan signifikan. Secara umum hasil survei tetap menempatkan paslon Sahto di posisi atas. "Pengaruhnya tidak signifikan, "jelasnya.
Terkait kasus hukum yang terjadi Heru mengatakan terhitung 30 April 2018 Syahri resmi nonaktif dari Bupati Tulungagung. Statusnya menjadi warga sipil biasa.
Sebagai warga sipil, kata Heru, Syahri tidak lagi punya kewenangan mengakses pemerintahan.
Juga tidak berwenang mengurusi proyek pemerintahan. Karenanya sangkaan Syahri sebagai pengatur uang suap proyek infrastruktur jalan dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Tulungagung Rabu (6/6/2018), terkesan janggal. "Sebab Pak Syahri sudah warga sipil biasa. Tidak memiliki kewenangan mengakses pemerintahan, "jelasnya.
Kendati demikian tim pemenangan Sahto, lanjut Heru tetap menghormati proses hukum yang berjalan termasuk menjunjung azas praduga tak bersalah. Hingga kini tim juga tidak tahu keberadaan Syahri Mulyo yang "menghilang" sejak OTT terjadi Rabu (6/6/2018). Semua saluran komunikasi tidak aktif.
Heru juga menambahkan hingga kini agenda penguatan dan pelatihan saksi untuk Sahto di TPS terus berjalan. Kasus hukum yang terjadi tidak menganggu aktifitas politik yang ada. "Semua kegiatan politik termasuk pelatihan saksi terus berjalan sesuai agenda, "pungkasnya.
Seperti diberitakan dalam operasi tangkap tangan Kepala PU Tulungagung Sutrisno dan Agung Prayitno makelar proyek Rabu (6/6), KPK turut menetapkan Calon Bupati Petahana Tulungagung Syahri Mulyo sebagai tersangka.
Uang tunai Rp 1 miliar yang dibawa Agung hendak diberikan kepada Syahri Mulyo. Uang tersebut berasal dari kontraktor asal Blitar Susilo Prabowo alias Embun. Dalam OTT ini Embun juga ditetapkan sebagai tersangka.
Pada waktu bersamaan KPK juga melakukan OTT di Kota Blitar dan langsung menetapkan Walikota Blitar Muh Samanhudi Anwar sebagai tersangka. Samanhudi menerima uang tunai Rp 1,5 miliar yang juga dari Susilo Prabowo.
Uang sebagai fee proyek pembangunan gedung SMP senilai Rp 23 miliar. Hanya saja hingga kini keberadaan Syahri Mulyo dan Samanhudi Anwar belum diketahui. KPK mengultimatum keduanya untuk menyerahkan diri.
Tim pemenangan yang terdiri dari koalisi partai pengusung, yakni PDI Perjuangan dan Partai Nasdem, ditambah Perindo dan PSI sebagai pendukung, tetap optimistis pasangan Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo (Sahto) akan menang.
Perolehan suara paslon Sahto di 27 Juni mendatang diyakini tetap mengalahkan paslon Margiono-Eko Prisdianto (Mardiko). "Kita tetap optimis Sahto menang. Sikap partai tegas untuk memenangkan Sahto, "ujar Heru Santoso selaku Bendahara tim pemenanganJumat (8/6). Disisi lain jeratan hukum terhadap Syahri Mulyo tidak menggugurkan pencalonan paslon Sahto.
Syahri tetap calon bupati. Hal itu membuat barisan tim pemenangan Sahto semakin solid. Terutama PDI Perjuangan, memerintahkan kadernya untuk berjuang maksimal memenangkan paslon Sahto. "Partai memberikan tugas penuh untuk memenangkan Sahto, "tegasnya.
Heru tidak membantah peristiwa yang terjadi akan berdampak pada elektabilitas. Kasus hukum akan sedikit mengurangi elektabilitas paslon Sahto. Namun pengaruh itu, kata dia tidak akan signifikan. Secara umum hasil survei tetap menempatkan paslon Sahto di posisi atas. "Pengaruhnya tidak signifikan, "jelasnya.
Terkait kasus hukum yang terjadi Heru mengatakan terhitung 30 April 2018 Syahri resmi nonaktif dari Bupati Tulungagung. Statusnya menjadi warga sipil biasa.
Sebagai warga sipil, kata Heru, Syahri tidak lagi punya kewenangan mengakses pemerintahan.
Juga tidak berwenang mengurusi proyek pemerintahan. Karenanya sangkaan Syahri sebagai pengatur uang suap proyek infrastruktur jalan dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Tulungagung Rabu (6/6/2018), terkesan janggal. "Sebab Pak Syahri sudah warga sipil biasa. Tidak memiliki kewenangan mengakses pemerintahan, "jelasnya.
Kendati demikian tim pemenangan Sahto, lanjut Heru tetap menghormati proses hukum yang berjalan termasuk menjunjung azas praduga tak bersalah. Hingga kini tim juga tidak tahu keberadaan Syahri Mulyo yang "menghilang" sejak OTT terjadi Rabu (6/6/2018). Semua saluran komunikasi tidak aktif.
Heru juga menambahkan hingga kini agenda penguatan dan pelatihan saksi untuk Sahto di TPS terus berjalan. Kasus hukum yang terjadi tidak menganggu aktifitas politik yang ada. "Semua kegiatan politik termasuk pelatihan saksi terus berjalan sesuai agenda, "pungkasnya.
Seperti diberitakan dalam operasi tangkap tangan Kepala PU Tulungagung Sutrisno dan Agung Prayitno makelar proyek Rabu (6/6), KPK turut menetapkan Calon Bupati Petahana Tulungagung Syahri Mulyo sebagai tersangka.
Uang tunai Rp 1 miliar yang dibawa Agung hendak diberikan kepada Syahri Mulyo. Uang tersebut berasal dari kontraktor asal Blitar Susilo Prabowo alias Embun. Dalam OTT ini Embun juga ditetapkan sebagai tersangka.
Pada waktu bersamaan KPK juga melakukan OTT di Kota Blitar dan langsung menetapkan Walikota Blitar Muh Samanhudi Anwar sebagai tersangka. Samanhudi menerima uang tunai Rp 1,5 miliar yang juga dari Susilo Prabowo.
Uang sebagai fee proyek pembangunan gedung SMP senilai Rp 23 miliar. Hanya saja hingga kini keberadaan Syahri Mulyo dan Samanhudi Anwar belum diketahui. KPK mengultimatum keduanya untuk menyerahkan diri.
(nag)