Tersenyum karena Banjir Pesanan, Pusing Tolak Order Baru
A
A
A
MOJOKERTO - Ramadhan menjadi bulan baik bagi perajin songkok di Desa Mengelo, Kecamatan Sooko,Mojokerto. Inilah satu-satunya bulan menjadi ladang mencari untung.
Tak sibuk memasarkan produk yang mereka buat, sebaliknya mereka hanya menunggu pemesan yang datang ke lapak. Toh dengan begitu, sebanyak apapun songkok yang diproduksi, dipastikan bakal berpindah tangan alias laku.
Ahmad Dimyati, salah satu perajin songkok yang kini bisa tersenyum lebar lantaran banjir order. Sejak dua pekan sebelum Ramadhan, pesanan dari berbagai daerah mulai berdatangan.
Ia pun mulai pasang kuda-kuda untuk mengatur strategi produksi. Mengaca Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, Dimyati selalu mengalami kesulitan memenuhi pesanan pelanggaran lama maupun baru. Sejatinya, ia tak ingin menyerah karena kondisi tak mampu memenuhi semua kebutuhan pemesan.
Ramadhan kali ini, penjualan Songkok buatan Dimyati sudah melonjak lima kali lipat dibanding hari biasanya. Dalam kondisi normal, hanya bisa menjual 20 kodi setiap pekannya.
Kali ini, angka penjualannya sudah mencapai 100 kodi lebih per pekan. Angka itu, menurutnya, sebenarnya masih bisa dinaikkan jika masalah produksi bisa diatasi. ”Padahal saya sudah nambah karyawan 10 orang dan membagi pekerjaan ke banyak tetangga,” ujarnya.
Ia sudah mengaku angkat tangan dengan pesanan baru. Menurut Dimyati, dengan pesanan yang sudah masuk saja, ternyatamasih kelimpungan untuk memenuhi target produksi.
Belum lagi banyak pembeli secara eceran di lapaknya yang bisa mengurangi target produksi. Kondisi seperti ini, lanjut Dimyati, dialami setiap musim Lebaran.
”Senang karena semua barang laku. Susahnya pas menolak pembeli. Kadang kita kasihan. Tapi mau bagaimana lagi, jika dipaksa kita terima, justru kami kesulitan memroduksinya,” tukasnya.
Bagi perajin songkok di Mengelo, Ramadhan dikenal sebagai bulan anti-tak laku. Semua jenis songkok, selalu laku di pasaran. Meski diakuinya, setiap Lebaran ada produk khusus yang memang laku keras lantaran booming atau sedang mengikuti tren. Ia selalu menyiapkan desain baru ketika menyambut Ramadlan. ”Apapun laku. Dan barang kita selalu habis kalau menjelang Lebaran seperti ini,” tukasnya.
Saat ini, lebih dari 30 jenis songkok dibuat Dimyati dengan dibantu puluhan karyawannya. Banyaknya varian produk itu harga pun dipatok mulai Rp50.000 hingga Rp80.000 per kodi atau 20 biji. Dan musim Lebaran seperti saat ini, harga bisa ia naikkan lantaran banyaknya permintaan.
Menekuni usaha ini sejak 1998, kini produk Dimyati telah tersebar di seluruh Nusantara. Bahkan, menurutnya, banyak reseller yang menjual produknya ke luar negeri.
Dia sendiri, mengaku masih belum bisa menjangkau pasar internasional. Diakuinya, produk songkok buatannya lebih banyak masuk ke pusat-pusat grosir baik di Surabaya, Solo, maupun Jakarta. ”Luar jawa juga banyak pembeli,” tukas Dimyati.
Ramadhan seperti ini, juga ada fenomena pasar yang unik. Menurut Dimyati, selalu ada merek baru yang muncul bersaing. ”Mungkin memang karena setiap tahunnya permintaan songkok terus meningkat, sehingga banyak pemain baru,” pungkasnya.
Tak sibuk memasarkan produk yang mereka buat, sebaliknya mereka hanya menunggu pemesan yang datang ke lapak. Toh dengan begitu, sebanyak apapun songkok yang diproduksi, dipastikan bakal berpindah tangan alias laku.
Ahmad Dimyati, salah satu perajin songkok yang kini bisa tersenyum lebar lantaran banjir order. Sejak dua pekan sebelum Ramadhan, pesanan dari berbagai daerah mulai berdatangan.
Ia pun mulai pasang kuda-kuda untuk mengatur strategi produksi. Mengaca Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, Dimyati selalu mengalami kesulitan memenuhi pesanan pelanggaran lama maupun baru. Sejatinya, ia tak ingin menyerah karena kondisi tak mampu memenuhi semua kebutuhan pemesan.
Ramadhan kali ini, penjualan Songkok buatan Dimyati sudah melonjak lima kali lipat dibanding hari biasanya. Dalam kondisi normal, hanya bisa menjual 20 kodi setiap pekannya.
Kali ini, angka penjualannya sudah mencapai 100 kodi lebih per pekan. Angka itu, menurutnya, sebenarnya masih bisa dinaikkan jika masalah produksi bisa diatasi. ”Padahal saya sudah nambah karyawan 10 orang dan membagi pekerjaan ke banyak tetangga,” ujarnya.
Ia sudah mengaku angkat tangan dengan pesanan baru. Menurut Dimyati, dengan pesanan yang sudah masuk saja, ternyatamasih kelimpungan untuk memenuhi target produksi.
Belum lagi banyak pembeli secara eceran di lapaknya yang bisa mengurangi target produksi. Kondisi seperti ini, lanjut Dimyati, dialami setiap musim Lebaran.
”Senang karena semua barang laku. Susahnya pas menolak pembeli. Kadang kita kasihan. Tapi mau bagaimana lagi, jika dipaksa kita terima, justru kami kesulitan memroduksinya,” tukasnya.
Bagi perajin songkok di Mengelo, Ramadhan dikenal sebagai bulan anti-tak laku. Semua jenis songkok, selalu laku di pasaran. Meski diakuinya, setiap Lebaran ada produk khusus yang memang laku keras lantaran booming atau sedang mengikuti tren. Ia selalu menyiapkan desain baru ketika menyambut Ramadlan. ”Apapun laku. Dan barang kita selalu habis kalau menjelang Lebaran seperti ini,” tukasnya.
Saat ini, lebih dari 30 jenis songkok dibuat Dimyati dengan dibantu puluhan karyawannya. Banyaknya varian produk itu harga pun dipatok mulai Rp50.000 hingga Rp80.000 per kodi atau 20 biji. Dan musim Lebaran seperti saat ini, harga bisa ia naikkan lantaran banyaknya permintaan.
Menekuni usaha ini sejak 1998, kini produk Dimyati telah tersebar di seluruh Nusantara. Bahkan, menurutnya, banyak reseller yang menjual produknya ke luar negeri.
Dia sendiri, mengaku masih belum bisa menjangkau pasar internasional. Diakuinya, produk songkok buatannya lebih banyak masuk ke pusat-pusat grosir baik di Surabaya, Solo, maupun Jakarta. ”Luar jawa juga banyak pembeli,” tukas Dimyati.
Ramadhan seperti ini, juga ada fenomena pasar yang unik. Menurut Dimyati, selalu ada merek baru yang muncul bersaing. ”Mungkin memang karena setiap tahunnya permintaan songkok terus meningkat, sehingga banyak pemain baru,” pungkasnya.
(vhs)