Terlahir Tanpa Tangan dan Kaki, Tak Surutkan Semangat Wahyono Mengajar Ngaji
A
A
A
BATANG - Keterbatasan fisik tidak menyurutkan semangat Mohammad Wahyono (20) agar bisa memberikan manfaat bagi masyarakat. Meskipun terlahir tanpa tangan dan kaki, pemuda asal Desa Kambangan, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang, tetap semangat mengajar mengaji.
Terlahir sebagai difabel membuat Wahyono harus dibantu orang lain untuk beraktifitas. Saat beraktivitas sehari-hari, dia dibantu oleh kakaknya, Sahudi, yang siap mengantar ke mana pun dengan menggunakan kursi roda atau digendong. Namun, keterbatasan fisiknya tak mengendorkan dirinya untuk mendatangi majelis-majelis pengajian.
“Saya tidak mengajar mengaji Alquran, tapi kita berusaha untuk belajar bersama-sama untuk selalu mendekatkan dengan sang Khalik yang menciptakan kita,” ujar Mohammad Wahyono saat menerima kunjungan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Batang Uni Kuslantasi Wihaji, Jumat, (6/4/2018).
Pada usia 13 tahun, Gus Amad, panggilan akrab Mohammad Wahyono di kampungnya, belajar agama di Pondok Pesantren Boja Kabupaten Kendal. Dia juga pernah belajar juga di Pondok Pesantren milik Ustadz Yusuf Mansur.
Sementara itu, Uni Kuslantasih Wihaji mengatakan, dengan segala keterbatasan, Mohammad Wahyono menjadi orang yang istimewa karena bisa bermanfaat bagi orang banyak. Untuk itu, menjelang hari Ulang Tahun Kabupaten Batang, pemerintah menggelar kegiatan sosial berbagi dengan penyandang difabel.
“Kita harus banyak bersyukur dan banyak belajar dengan mereka. Sebab, kita terkadang lupa melihat dunia dan belum memberikan mafaat bagi masyarakat banyak,” kata Uni Kuslantasih Wihaji.
Kepala Dinas Sosial Djoko Tetuko didampingi Kasi Perlindungan Jaminan Sosial Retno Pancaritiyah mengatakan, penyandang difabel di Kabupaten Batang setiap bulan mendapatkan santunan sebesar Rp200.000 dan diberikan setiap lima bulan sekali.
Terlahir sebagai difabel membuat Wahyono harus dibantu orang lain untuk beraktifitas. Saat beraktivitas sehari-hari, dia dibantu oleh kakaknya, Sahudi, yang siap mengantar ke mana pun dengan menggunakan kursi roda atau digendong. Namun, keterbatasan fisiknya tak mengendorkan dirinya untuk mendatangi majelis-majelis pengajian.
“Saya tidak mengajar mengaji Alquran, tapi kita berusaha untuk belajar bersama-sama untuk selalu mendekatkan dengan sang Khalik yang menciptakan kita,” ujar Mohammad Wahyono saat menerima kunjungan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Batang Uni Kuslantasi Wihaji, Jumat, (6/4/2018).
Pada usia 13 tahun, Gus Amad, panggilan akrab Mohammad Wahyono di kampungnya, belajar agama di Pondok Pesantren Boja Kabupaten Kendal. Dia juga pernah belajar juga di Pondok Pesantren milik Ustadz Yusuf Mansur.
Sementara itu, Uni Kuslantasih Wihaji mengatakan, dengan segala keterbatasan, Mohammad Wahyono menjadi orang yang istimewa karena bisa bermanfaat bagi orang banyak. Untuk itu, menjelang hari Ulang Tahun Kabupaten Batang, pemerintah menggelar kegiatan sosial berbagi dengan penyandang difabel.
“Kita harus banyak bersyukur dan banyak belajar dengan mereka. Sebab, kita terkadang lupa melihat dunia dan belum memberikan mafaat bagi masyarakat banyak,” kata Uni Kuslantasih Wihaji.
Kepala Dinas Sosial Djoko Tetuko didampingi Kasi Perlindungan Jaminan Sosial Retno Pancaritiyah mengatakan, penyandang difabel di Kabupaten Batang setiap bulan mendapatkan santunan sebesar Rp200.000 dan diberikan setiap lima bulan sekali.
(wib)