Kasus Kekerasan Anak di Sleman Tinggi
A
A
A
SLEMAN - Kasus kekerasan anak di Sleman, DIY, ternyata cukup tinggi. Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak pengendalian penduduk dan keluarga berencana (P3AP2KB) Sleman mencatat pada tahun 2017 terjadi 175 kasus. Dari jumlah ini 54 masuk ranah hukum, 43 korban dan 11 pelaku.
Padahal Sleman telah mencanangkan sebagai kabupaten layak anak (KLA). Untuk itu, berbagai langkah terus dilakukan pemkab Sleman guna menekan kasus tersebut.
Kepala Dinas P3AP2KB Sleman Mafilindati Nuraini mengaku prihatin dengan data tersebut. Untuk mencegah dan mengantisipasi kejadian ini, selain dengan edukasi dan pembinaan juga harus ada perhatian lebih serius dari semua komponen yang ada. Baik pemerintah, pemangku kepentingan dan stakeholder.
“Penanganan masalah ini memerlukan langkah konkrit,” kata Linda panggilan Mafilindati Nuraini usai fokus group discussion (FGD) tentang penyusunan peraturan Bupati (perbup) Sleman tentang kabupaten layak anak di Aula Dinas P3AP2KB Sleman, Rabu (31/1/2018).
Linda menjelaskan, untuk masalah ini Pemkab Sleman berkomitmen dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. Selain membentuk gugus tugas kabupaten layak anak (KLA) dan peraturan daerah (Perda) No 18/2013 tentang penyelenggaraan perlindungan anak.
Juga dengan memberikan pelatihan dan pembinaan serta sosialisasi. Termasuk memberikan informasi dan pemahaman kepada para pemangku kebijakan yang berhubungan dengan anak.
“Selain memberikan jaminan terpenuhi hak anak. Hal ini juga sebagai pijakan bagi mereka untuk mewujudkan cita-cita,” paparnya.
Komitmen ini juga diteguhkan dengan dicanangkannya Sleman menuju Kabupaten Layak Anak (KLA). Dimana untuk KLA, selain membentuk gugus tugas kabupaten, juga kecamatan dan desa, termasuk forum Anak Sleman (Forans), pusat informasi dan konseling remaja (PIKR) serta satgas perlindungan anak.
“Untuk menciptakan anak yang sejahtera, pemkab juga sudah membuat kebijakan setiap anak yang lahir harus sehat, cerdas dan berkualitas. Sebab untuk menjadi anak yang sejahtera, maka harus sehat baik fisik maupun psikis," tandas mantan kepala dinas kesehatan (Dinkes) Sleman itu.
Langkah lainnya yaitu, dengan membentuk pusat pembelajaran keluarga (Puspaga). Dimana dalam Puspaga ini akan memberikan layanan aktif dan pasif serta konsultasi pengasuhan yang diampu oleh psikolog. Termasuk juga menyediakan layanan inovasi bagi keluarga paskaperceraian.
Kasubbbag Perundang-undangan Bagian Hukum Pemkab Sleman Hendra Adi mengatakan, selain untuk mengoptimalkan pelaksanaan perda perlindungan anak, adanya perbup ini juga diharapkan dapat menekan kasus kekerasan anak di Sleman.
“Karena itu FGD ini untuk mencari masukan terhadap rancangan perbup KLA,” ungkapnya.
Padahal Sleman telah mencanangkan sebagai kabupaten layak anak (KLA). Untuk itu, berbagai langkah terus dilakukan pemkab Sleman guna menekan kasus tersebut.
Kepala Dinas P3AP2KB Sleman Mafilindati Nuraini mengaku prihatin dengan data tersebut. Untuk mencegah dan mengantisipasi kejadian ini, selain dengan edukasi dan pembinaan juga harus ada perhatian lebih serius dari semua komponen yang ada. Baik pemerintah, pemangku kepentingan dan stakeholder.
“Penanganan masalah ini memerlukan langkah konkrit,” kata Linda panggilan Mafilindati Nuraini usai fokus group discussion (FGD) tentang penyusunan peraturan Bupati (perbup) Sleman tentang kabupaten layak anak di Aula Dinas P3AP2KB Sleman, Rabu (31/1/2018).
Linda menjelaskan, untuk masalah ini Pemkab Sleman berkomitmen dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. Selain membentuk gugus tugas kabupaten layak anak (KLA) dan peraturan daerah (Perda) No 18/2013 tentang penyelenggaraan perlindungan anak.
Juga dengan memberikan pelatihan dan pembinaan serta sosialisasi. Termasuk memberikan informasi dan pemahaman kepada para pemangku kebijakan yang berhubungan dengan anak.
“Selain memberikan jaminan terpenuhi hak anak. Hal ini juga sebagai pijakan bagi mereka untuk mewujudkan cita-cita,” paparnya.
Komitmen ini juga diteguhkan dengan dicanangkannya Sleman menuju Kabupaten Layak Anak (KLA). Dimana untuk KLA, selain membentuk gugus tugas kabupaten, juga kecamatan dan desa, termasuk forum Anak Sleman (Forans), pusat informasi dan konseling remaja (PIKR) serta satgas perlindungan anak.
“Untuk menciptakan anak yang sejahtera, pemkab juga sudah membuat kebijakan setiap anak yang lahir harus sehat, cerdas dan berkualitas. Sebab untuk menjadi anak yang sejahtera, maka harus sehat baik fisik maupun psikis," tandas mantan kepala dinas kesehatan (Dinkes) Sleman itu.
Langkah lainnya yaitu, dengan membentuk pusat pembelajaran keluarga (Puspaga). Dimana dalam Puspaga ini akan memberikan layanan aktif dan pasif serta konsultasi pengasuhan yang diampu oleh psikolog. Termasuk juga menyediakan layanan inovasi bagi keluarga paskaperceraian.
Kasubbbag Perundang-undangan Bagian Hukum Pemkab Sleman Hendra Adi mengatakan, selain untuk mengoptimalkan pelaksanaan perda perlindungan anak, adanya perbup ini juga diharapkan dapat menekan kasus kekerasan anak di Sleman.
“Karena itu FGD ini untuk mencari masukan terhadap rancangan perbup KLA,” ungkapnya.
(rhs)