Sumbar KLB Difteri, Satu Orang Meninggal Dunia
A
A
A
PADANG - Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat menetapkan kasus penyakit difteri sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), setelah menemukan dua anak positif terkena bakteri corynebakterium diphtheria di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat. Dari dua kasus yang ditemukan itu satu orang meninggal dunia akibat mengidap penyakit difteri merupakan warga Pasaman Barat.
“Dari 23 kasus yang diduga menderita penyakit setelah diperiksa dua orang dinyatakan positif mengidap penyakit difteri, satu orang meninggal dunia pada 14 September 2017 lalu,” terang Kasie Surveilans dan Imunisasi, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, Ali Akbar pada Okezone, Rabu (12/12/2017).
Satu orang yang meninggal dunia tersebut dan diketahui mengidap difteri tersebut setelah melihat ciri-cirinya dan pemeriksaan labor yang dilakukan tim. “Awalnya dibawah ke Puskemas di daerah Pasaman Barat, kemudian ada kecurigaan pasien tersebut dirujuk ke RSUD Simpang Empat. Di sanalah pasien diketahui setelah mengambil sampel dari selang pernapasan pasien di selang tersebut ternyata ada bakteri,” katanya.
Selain itu dari riwayatnya, pasien yang meninggal dunia tersebut juga ada gangguan pertumbuhan, kurang gizi dan tidak pernah imunisasi. Mengantisipasi agar tidak tertular kepada orang lain yang dilakukan tim dinas kesehatan serta puskemas memberikan obat antibiotik profilak selama tujuh hari. “Obat itu diberikan kepada orang serumah, teman sekolah, sepermainan, sepengajian dan lain-lain, intinya yang pernah kontak dengan pasien yang menderita difteri,” ujarnya.
Penyebab difteri itu muncul sama karena tidak melakukan imunisasi atau telah melakukan imunisasi tapi tidak lengkap. Solusi agar tidak terserang difteri kata Ali yang dilakukan adalah bayi usia 2 bulan sampai 4 bulan melakukan imunisasi DPTHBHIB1, DPTHBHIB2, dan DPTHBHIB3.
Kemudian pemberian vaksi kepada anak bayi 18 bulan sampai 24 bulan. Kemudian imunisasi kelas 1,2 dan 3 SD. “Intinya untuk mengatasi difteri tersebut yang harus dilakukan adalah pemberian imunisasi secara lengkap biar daya tahan tubuh anak lebih kuat,” pungkasnya.
“Dari 23 kasus yang diduga menderita penyakit setelah diperiksa dua orang dinyatakan positif mengidap penyakit difteri, satu orang meninggal dunia pada 14 September 2017 lalu,” terang Kasie Surveilans dan Imunisasi, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, Ali Akbar pada Okezone, Rabu (12/12/2017).
Satu orang yang meninggal dunia tersebut dan diketahui mengidap difteri tersebut setelah melihat ciri-cirinya dan pemeriksaan labor yang dilakukan tim. “Awalnya dibawah ke Puskemas di daerah Pasaman Barat, kemudian ada kecurigaan pasien tersebut dirujuk ke RSUD Simpang Empat. Di sanalah pasien diketahui setelah mengambil sampel dari selang pernapasan pasien di selang tersebut ternyata ada bakteri,” katanya.
Selain itu dari riwayatnya, pasien yang meninggal dunia tersebut juga ada gangguan pertumbuhan, kurang gizi dan tidak pernah imunisasi. Mengantisipasi agar tidak tertular kepada orang lain yang dilakukan tim dinas kesehatan serta puskemas memberikan obat antibiotik profilak selama tujuh hari. “Obat itu diberikan kepada orang serumah, teman sekolah, sepermainan, sepengajian dan lain-lain, intinya yang pernah kontak dengan pasien yang menderita difteri,” ujarnya.
Penyebab difteri itu muncul sama karena tidak melakukan imunisasi atau telah melakukan imunisasi tapi tidak lengkap. Solusi agar tidak terserang difteri kata Ali yang dilakukan adalah bayi usia 2 bulan sampai 4 bulan melakukan imunisasi DPTHBHIB1, DPTHBHIB2, dan DPTHBHIB3.
Kemudian pemberian vaksi kepada anak bayi 18 bulan sampai 24 bulan. Kemudian imunisasi kelas 1,2 dan 3 SD. “Intinya untuk mengatasi difteri tersebut yang harus dilakukan adalah pemberian imunisasi secara lengkap biar daya tahan tubuh anak lebih kuat,” pungkasnya.
(wib)