Pengamat: Pilkada Sumsel 2018 Tidak Berkualitas Karena Minim Adu Program

Senin, 13 November 2017 - 17:06 WIB
Pengamat: Pilkada Sumsel 2018 Tidak Berkualitas Karena Minim Adu Program
Pengamat: Pilkada Sumsel 2018 Tidak Berkualitas Karena Minim Adu Program
A A A
PALEMBANG - Semarak Pilkada serentak 2018 di Indonesia seharusnya menjadi sarana pendidikan politik, ajang adu program dan bursa solusi atas persoalan-persoalan pembangunan, ekonomi, sosial, politik, budaya, agama dan seterusnya. Idealnya di daerah yang akan melaksanakan pilkada muncul perbincangan di kalangan masyarakat mengenai apa dan siapa yang memiliki program yang bagus dan cocok untuk mereka. Kritik dan saran serta perdebatan terjadi di tataran ide, gagasan dan teknik implementasi bukan pada diri, keluarga atau fisik pribadi-pribadi kandidatnya.

Sumatera Selatan termasuk salah satu daerah yang akan menggelar Pilkada tahun 2018. Setidaknya ada 4 figur yang diprediksi akan maju sebagai calon gubernur, mereka adalah Herman Deru, Ishak Mekki, Dodi Reza Alex dan Aswari Riva’i.

Keempatnya sudah memiliki perangkat yang memungkinkan untuk serta dalam laga. Hanya saja kepastian siapa yang benar-benar akan lolos sebagai calon gubernur tetap harus menunggu saat pendaftaran pasangan calon ke KPU di pertengahan Januari 2018 nanti. Namun demikian publik bisa melihat keseriusan para kandidat itu akan ikut pilkada dari program yang mereka andalkan untuk dijual kepada pemilih.

Peneliti dari Pusat Kajian Demokrasi Digital, Anwar Musadad menjelaskan, Pilkada Sumsel termasuk dalam kategori daerah yang kaya dalam bursa program tetapi miskin transaksi. Kandidat punya program masing-masing tetapi sama sekali tidak terjadi perdebatan diantara mereka.

Tidak ada jual beli program, tidak ada dialektika. Bahkan kritik dari calon penantang seperti memukul angin, padahal isu yang diangkat sangat penting. Demikian juga rencana perbaikan dari calon penantang sama sekali tidak mendapat respon dari calon petahana. Padahal program itu berkait dengan hajat hidup orang banyak.

“Isu korupsi, penyelewengan dana hibah, penyalahgunaan wewenang adalah isu penting. Ada juga isu kemiskinan, ketertinggalan, ketimpangan sosial dan ekonomi, isu pendidikan dan politik dinasti, semua merupakan isu sensitif, berkait dengan kehidupan rakyat banyak. Tampaknya para kandidat menghindari berdebat di aras ini,” ujar Anwar saat memaparkan hasil kajian lembaganya dalam diskusi “Membedah Program Kerja Para Kandidat Gubernur Sumsel 2018” yang digelar di Palembang, Senin (13/11/2017).

Anwar menyampaikan dari empat bakal calon yang dipandang serius maju hanya Herman Deru yang berani dan cukup vokal bicara problem. Dia berani mengurai masalah, menyajikan data yang tak bisa dibantah, melakukan kritik dan apresiasi atas kerja pemerintahan yang ada dan menawarkan solusi serta program baru.

Tiga kandidat lain seperti Ishak Mekki, Aswari Riva’i dan Dodi Reza Alex sibuk dengan pencitraan dan seremoni pemerintahan bahkan dalam kapasitasnya sebagai petahana, Ishak Mekki terlihat menghindari masuk ke isu-isu sensitif. Demikian juga Dodi Reza yang merupakan putera langsung gubernur petahana, tak mau masuk ke perdebatan program. Anwar juga menyampaikan ada bakal calon lain yang hanya sibuk kampanye dengan menyebar meme dan gambar-gambar di facebook tetapi tidak jelas apa yang mau disampaikannya. “Secara umum dapat disimpulkan Pilkada Sumsel 2018 ini tidak atau belum berkualitas karena minim adu program,” ujarnya.

Saat dikonfirmasi terkait tema yang dibahas dalam diskusi, Herman Deru menyatakan Pilkada Sumsel harus berjalan demokratis dan bermartabat.

Tidak boleh ada lagi isu yang menghasut, fitnah, merendahkan harkat pribadi dan keluarga serta jangan ada unsur SARA. Menurutnya, kini bukan saatnya kampanye hitam dan beli suara dilakukan. Kini era kampanye modern, isinya adu program dan debat kandidat. Pilkada ini harus jadi sarana pendidikan politik. Melalui pilkada rakyat bisa mengevaluasi pemimpinnya.

“Jadi memang sangat penting yang namanya debat program. Buka dengan jujur data capaian pembangunan, jangan ada manipulasi dan eufemisme politik yang mengganti tampilan dan bahasa untuk menutupi kekurangberhasilan,” pungkasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4829 seconds (0.1#10.140)