Demo Kejari Mojokerto, LSM Tagih Kasus Dugaan Korupsi PJU
A
A
A
MOJOKERTO - Puluhan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Selasa (10/10/2017). Mereka menagih penanganan kasus dugaan korupsi lampu penerangan jalan umum (LPJU).
Sejak beberapa bulan lalu, Kejari Kabupaten Mojokerto menangani kasus dugaan korupsi pengadaan tiang LPJU dengan memanggil puluhan kepala desa yang diindikasikan menerima fee dari rekanan.
Kasus ini menggelinding hingga sebanyak 89 kepala desa mengembalikan fee atau kelebihan bayar itu ke Kejari Kabupaten Mojokerto. Dari pengembalian itu, kejari menerima sekitar Rp2,5 miliar.
Sejak pengembalian uang oleh 89 kades itu, penanganan kasus ini terkesan mandeg. LSM menuding jika kejari mulai lembek dalam melanjutkan proses hukum atas kasus ini.
"Ini yang aneh. Apakah dengan mengembalikan yang seperti itu, lantas kasusnya berhenti. Padahal sudah jelas, jika ada pengembalian berarti ada kesalahan yang dilakukan ratusan kepala desa," tutur Sugiantoro, koordinator aksi.
Dalam kasus dugaan korupsi, lanjut Sugiantoro, pengembalian nilai kerugian tidak lantas menghentikan proses hukum yang tengah berjalan.
Ia menuding ada konspirasi antara jaksa dan para kades sehingga kasus ini terkesan berhenti di pengembalian uang. "Apa bisa maling ayam lalu dibebaskan setelah mengembalikan ayam yang dicuri. Ini jelas ada konspirasi," pungkasnya.
Ia juga menilai, Kejari Kabupaten Mojokerto tak serius dalam menangani kasus dugaan korupsi di wilayah hukumnya. Tak hanya soal kasus dugaan korupsi pengadaan tiang LPJU ini saja.
Menurutnya, ada banyak kasus dugaan korupsi yang berhenti di tengah jalan. "Padahal Kabupaten Mojokerto sarang korupsi dan pungli. Tapi penegakan hukum seakan tak bisa menyentuh. Yang ditangani kejaksaan hanya maling-maling ayam," tudingnya.
Ia mendesak agar Kejaksaan Agung mengawasi kinerja jaksa di Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto. Terutama yang tengah menangani kasus dugaan korupsi. LSM juga mengancam bakal melaporkan jaksa-jaksa yang dianggap nakal ke Jamwas.
"Ini tindakan korupsinya sudah ada. Kenapa selesai hanya dengan mengembalikan uang yang dikorupsi. Ini yang akan kita laporkan ke kejagung," imbuhnya.
Kepala Seksi Intelejen Kejari Kabupaten Mojokerto Oktario Hutapea membantah tudingan LSM soal adanya konspirasi para jaksa dengan para kades dalam kasus ini.
Menurut Oktario, langkah pengembalian oleh para kades merupajan itikad baik. Dan pihaknya memberikan apresiasi. "Tapi bukan berarti kasusnya berhenti. Kita masih terus akan dalami untuk menentukan langkah selanjutnya," kata Oktario.
Dalam penanganan kasus seperti ini lanjut Oktario, pihaknya harus hati-hati. Ia mengaku tak ingin ada yang salah dalam penanganannya. Juga terkait apakah kasus ini bakal naik ke tingkat penyidikan dengan penetapan tersangka.
"Kita tunggu bagaimana perkembangannya nanti. Kita tak ingin gegabah dan jangan sampai proses hukum diintervensi olah siapa pun termasuk masyarakat (LSM)," pungkasnya.
Sementara dalam aksi unjukrasa kemarin, aktivis LSM menolak bertemu dengan para jaksa setelah terlibat adu mulut dengan petugas di kantor Kejari Kabupaten Mojokerto yang meminta identitas sebelum para aktivis LSM itu bertemu dengan perwakilan jaksa. Para pengunjukrasa memilih membuat aksi teaterikal dan kesenian bantengan.
Sejak beberapa bulan lalu, Kejari Kabupaten Mojokerto menangani kasus dugaan korupsi pengadaan tiang LPJU dengan memanggil puluhan kepala desa yang diindikasikan menerima fee dari rekanan.
Kasus ini menggelinding hingga sebanyak 89 kepala desa mengembalikan fee atau kelebihan bayar itu ke Kejari Kabupaten Mojokerto. Dari pengembalian itu, kejari menerima sekitar Rp2,5 miliar.
Sejak pengembalian uang oleh 89 kades itu, penanganan kasus ini terkesan mandeg. LSM menuding jika kejari mulai lembek dalam melanjutkan proses hukum atas kasus ini.
"Ini yang aneh. Apakah dengan mengembalikan yang seperti itu, lantas kasusnya berhenti. Padahal sudah jelas, jika ada pengembalian berarti ada kesalahan yang dilakukan ratusan kepala desa," tutur Sugiantoro, koordinator aksi.
Dalam kasus dugaan korupsi, lanjut Sugiantoro, pengembalian nilai kerugian tidak lantas menghentikan proses hukum yang tengah berjalan.
Ia menuding ada konspirasi antara jaksa dan para kades sehingga kasus ini terkesan berhenti di pengembalian uang. "Apa bisa maling ayam lalu dibebaskan setelah mengembalikan ayam yang dicuri. Ini jelas ada konspirasi," pungkasnya.
Ia juga menilai, Kejari Kabupaten Mojokerto tak serius dalam menangani kasus dugaan korupsi di wilayah hukumnya. Tak hanya soal kasus dugaan korupsi pengadaan tiang LPJU ini saja.
Menurutnya, ada banyak kasus dugaan korupsi yang berhenti di tengah jalan. "Padahal Kabupaten Mojokerto sarang korupsi dan pungli. Tapi penegakan hukum seakan tak bisa menyentuh. Yang ditangani kejaksaan hanya maling-maling ayam," tudingnya.
Ia mendesak agar Kejaksaan Agung mengawasi kinerja jaksa di Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto. Terutama yang tengah menangani kasus dugaan korupsi. LSM juga mengancam bakal melaporkan jaksa-jaksa yang dianggap nakal ke Jamwas.
"Ini tindakan korupsinya sudah ada. Kenapa selesai hanya dengan mengembalikan uang yang dikorupsi. Ini yang akan kita laporkan ke kejagung," imbuhnya.
Kepala Seksi Intelejen Kejari Kabupaten Mojokerto Oktario Hutapea membantah tudingan LSM soal adanya konspirasi para jaksa dengan para kades dalam kasus ini.
Menurut Oktario, langkah pengembalian oleh para kades merupajan itikad baik. Dan pihaknya memberikan apresiasi. "Tapi bukan berarti kasusnya berhenti. Kita masih terus akan dalami untuk menentukan langkah selanjutnya," kata Oktario.
Dalam penanganan kasus seperti ini lanjut Oktario, pihaknya harus hati-hati. Ia mengaku tak ingin ada yang salah dalam penanganannya. Juga terkait apakah kasus ini bakal naik ke tingkat penyidikan dengan penetapan tersangka.
"Kita tunggu bagaimana perkembangannya nanti. Kita tak ingin gegabah dan jangan sampai proses hukum diintervensi olah siapa pun termasuk masyarakat (LSM)," pungkasnya.
Sementara dalam aksi unjukrasa kemarin, aktivis LSM menolak bertemu dengan para jaksa setelah terlibat adu mulut dengan petugas di kantor Kejari Kabupaten Mojokerto yang meminta identitas sebelum para aktivis LSM itu bertemu dengan perwakilan jaksa. Para pengunjukrasa memilih membuat aksi teaterikal dan kesenian bantengan.
(nag)