Pelajar SMA/SMK Surabaya Curhat ke Risma
A
A
A
SURABAYA - Para pelajar SMA/SMK di Surabaya rupanya belum bisa move on dari kesedihan akibat peralihan kewenangan ke pemerintah provinsi. Sampai hari ini kekhawatiran atas biaya pendidikan mahal pascaperalihan masih menghantui mereka.
Pesan itu kemarin disampaikan empat perwakilan Aliansi Pelajar Surabaya (APS) saat menghadap Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Kepada orang nomor satu di Surabaya itu, mereka curhat dan berkeluh kesah atas kondisi sekolah-sekolah mereka pascaperalihan.
Empat pelajar itu adalah Aryo Seno Bagaskara dari SMAN 5 Surabaya; Rafli R dari SMAN 2; Nabila Yasmindra dari SMAN 18; dan Kitaro Desmon Santoso dari SMAN 4. Selama kurang lebih satu jam, mereka menyampaikan banyak hal. Di antaranya perkembangan kondisi pelajar SMA/SMK di Surabaya.
Aryo Seno Bagaskara selaku “juru bicara” mewakili teman-temannya menyampaikan, kedatangannya ke ruang kerja wali kota karena ingin sowan dan bisa tetap menjalin hubungan baik meskipun pengelolaan SMA/SMK kini ada pada Pemerintah provinsi Jawa Timur dan tidak lagi dikelola oleh Pemerintah Kota (Pemkot). Menurutnya, Wali Kota Risma ibarat orang tua bagi mereka.
“Dulu sewaktu di Orpes (organisasi pelajar Surabaya) kami sering berkumpul dan mengobrol dengan Bu Risma. Ini agak lama tidak bertemu beliau. Karena itu kami sowan ke sini,” jelas Seno.
Selain menyampaikan rencana membentuk komunitas resmi pelajar Surabaya dan melakukan kongres pelajar, Seno juga menceritakan uneg-unegnya setelah SMA/SMK tidak lagi gratis setelah tidak lagi dikelola Pemkot. Awal nya, dia dan beberapa teman-temannya sempat was-was tidak bisa membayar SPP dan khawatir kegiatan sekolah akan tidak berjalan lancar.
“Awalnya kami kadang lupa kalau bayar karena tidak terbiasa. Jadi bayarnya sering telat. Tapi seiring waktu, kami mulai beradaptasi. Dan sekolah juga memberi toleransi, telat nggak apa-apa,” sambung pelajar SMAN 5 Surabaya ini.
Namun, Seno tidak menutupi kebanyakan yang mampu membayar itu adalah mereka yang berasal dari kalangan menengah ke atas. Di sisi lain, dia menyebut ada beberapa teman-temannya yang kesulitan membayar SPP. Karenanya, dia bersama beberapa teman kemudian mendata teman-temannya yang memang kesulitan untuk membiayai sekolah nya (membayar SPP).
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyambut positif kehadiran perwakilan pelajar tersebut. Sebab, bagi Risma mereka adalah bagian dari warga kota yang tetap harus diperhatikan nasibnya. Karena itu, Risma juga menitip pesan kepada APS untuk ikut mengawal dan melaporkan bila ada teman-teman sekolahnya yang tidak bisa membayar SPP dan terancam putus sekolah.
“Saya nitip tolong, teman-teman mu yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena tidak bisa bayar, tolong disampaikan ke saya,” ujar wali kota.
Risma juga berpesan, meskipun pengelolaan SMA/SMK tidak lagi dipegang Pemkot, tetapi Seno dan kawan-kawannya harus terus semangat bersekolah dan berprestasi. Terlebih, mereka memiliki potensi.
“Yang paling penting, kalian harus berhasil. Kalian harus membanggakan orang tua kalian, kota dan negara dengan prestasi kalian,” sambung Risma.
Untuk diketahui, organisasi Pelajar Surabaya dulu awalnya dibentuk dengan harapan sebagai wadah untuk menyerap apa yang ingin disampaikan oleh pelajar SMP dan SMA di Surabaya. Ini sesuai dengan undang-undang perlindungan anak.
Dalam perjalanannya, mereka kemudian dimaksimalkan oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya sebagai konselor sebaya alias pendamping bagi teman mereka yang mengalami masalah. “Ternyata konselor sebaya ini efektif untuk membantu menangani permasalahan teman-temannya di sekolah. Masalah di sekolah sangat kompleks dan kita bisa langsung tangani. Terbukti, angka kenakalan remaja turun drastis,” pungkasnya.
Pesan itu kemarin disampaikan empat perwakilan Aliansi Pelajar Surabaya (APS) saat menghadap Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Kepada orang nomor satu di Surabaya itu, mereka curhat dan berkeluh kesah atas kondisi sekolah-sekolah mereka pascaperalihan.
Empat pelajar itu adalah Aryo Seno Bagaskara dari SMAN 5 Surabaya; Rafli R dari SMAN 2; Nabila Yasmindra dari SMAN 18; dan Kitaro Desmon Santoso dari SMAN 4. Selama kurang lebih satu jam, mereka menyampaikan banyak hal. Di antaranya perkembangan kondisi pelajar SMA/SMK di Surabaya.
Aryo Seno Bagaskara selaku “juru bicara” mewakili teman-temannya menyampaikan, kedatangannya ke ruang kerja wali kota karena ingin sowan dan bisa tetap menjalin hubungan baik meskipun pengelolaan SMA/SMK kini ada pada Pemerintah provinsi Jawa Timur dan tidak lagi dikelola oleh Pemerintah Kota (Pemkot). Menurutnya, Wali Kota Risma ibarat orang tua bagi mereka.
“Dulu sewaktu di Orpes (organisasi pelajar Surabaya) kami sering berkumpul dan mengobrol dengan Bu Risma. Ini agak lama tidak bertemu beliau. Karena itu kami sowan ke sini,” jelas Seno.
Selain menyampaikan rencana membentuk komunitas resmi pelajar Surabaya dan melakukan kongres pelajar, Seno juga menceritakan uneg-unegnya setelah SMA/SMK tidak lagi gratis setelah tidak lagi dikelola Pemkot. Awal nya, dia dan beberapa teman-temannya sempat was-was tidak bisa membayar SPP dan khawatir kegiatan sekolah akan tidak berjalan lancar.
“Awalnya kami kadang lupa kalau bayar karena tidak terbiasa. Jadi bayarnya sering telat. Tapi seiring waktu, kami mulai beradaptasi. Dan sekolah juga memberi toleransi, telat nggak apa-apa,” sambung pelajar SMAN 5 Surabaya ini.
Namun, Seno tidak menutupi kebanyakan yang mampu membayar itu adalah mereka yang berasal dari kalangan menengah ke atas. Di sisi lain, dia menyebut ada beberapa teman-temannya yang kesulitan membayar SPP. Karenanya, dia bersama beberapa teman kemudian mendata teman-temannya yang memang kesulitan untuk membiayai sekolah nya (membayar SPP).
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyambut positif kehadiran perwakilan pelajar tersebut. Sebab, bagi Risma mereka adalah bagian dari warga kota yang tetap harus diperhatikan nasibnya. Karena itu, Risma juga menitip pesan kepada APS untuk ikut mengawal dan melaporkan bila ada teman-teman sekolahnya yang tidak bisa membayar SPP dan terancam putus sekolah.
“Saya nitip tolong, teman-teman mu yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena tidak bisa bayar, tolong disampaikan ke saya,” ujar wali kota.
Risma juga berpesan, meskipun pengelolaan SMA/SMK tidak lagi dipegang Pemkot, tetapi Seno dan kawan-kawannya harus terus semangat bersekolah dan berprestasi. Terlebih, mereka memiliki potensi.
“Yang paling penting, kalian harus berhasil. Kalian harus membanggakan orang tua kalian, kota dan negara dengan prestasi kalian,” sambung Risma.
Untuk diketahui, organisasi Pelajar Surabaya dulu awalnya dibentuk dengan harapan sebagai wadah untuk menyerap apa yang ingin disampaikan oleh pelajar SMP dan SMA di Surabaya. Ini sesuai dengan undang-undang perlindungan anak.
Dalam perjalanannya, mereka kemudian dimaksimalkan oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya sebagai konselor sebaya alias pendamping bagi teman mereka yang mengalami masalah. “Ternyata konselor sebaya ini efektif untuk membantu menangani permasalahan teman-temannya di sekolah. Masalah di sekolah sangat kompleks dan kita bisa langsung tangani. Terbukti, angka kenakalan remaja turun drastis,” pungkasnya.
(rhs)