Masjid Hunto, Penyebaran Islam, dan Kisah Cinta Sultan Amai-Putri Raja Palasa
A
A
A
Gorontalo yang dikenal dengan Negeri Serambi Madinah memiliki sebuah masjid bersejarah tertua yang bernama Masjid Hunto Sultan Amay. Selain dikenal sebagai jejak syiar Islam di Gorontalo, Masjid Hunto konon didirikan sebagai mahar sang raja saat meminang putri impiannya.
Masjid Hunto yang menyimpan banyak sejarah ini hingga kini masih berdiri kokoh di Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Dibangun pada pada tahun 1495 Masehi atau 899 Hijriah, Masjid Hunto memiliki luas 12x12 meter dan sudah beberapa kali direnovasi.
Meski sudah berusia ratusan tahun dan direnovasi, bentuk asli masjid yang dibangun oleh Sultan Amay atau Sultan Amai ini masih dipertahankan dan hingga kini masih bisa kita saksikan.
Beberapa bagian tersebut yakni empat tiang penyangga masjid yang diartikan sebagai empat sahabat nabi, enam pintu kayu, mimbar yang ornamennya berasal dari Gujarat, India, beduk, serta sumur tua tempat wudu yang tentu saja usianya setua Masjid Hunto.
Begitu pula dengan bagian dalam masjid ini dipenuhi dengan lukisan kaligrafi termasuk bagian mihrab tempat imam memimpin salat.
Seperti yang dituturkan Haji Syamsuri Kaluku, penjaga sekaligus imam Masjid Hunto, di balik kemegahannya Masjid Hunto menyimpan sejarah sangat menarik untuk kita ketahui.
Selain sebagai simbol masuknya Islam ke Gorontalo, masjid ini juga menyimpan kisah romantis Raja Gorontalo pada waktu itu yakni Sultan Amai. Konon, raja berjuluk Raja To Tilayo yang memerintah pada tahun 1472 hingga 1550 ini mendirikan masjid ini sebagai mahar untuk meminang putri impiannya yang bernama Boki Autango dari Kerajaan Palasa di Sulawesi Tengah.
Sesuai permintaan Raja Palasa sebagai syarat untuk bisa menikahi putrinya, Raja Amai pun diharuskan memeluk agama Islam dan membangun sebuah masjid di Gorontalo sebagai mahar pernikahan.
Kedua syarat tersebut langsung dipenuhi Raja Amai yang kemudian berhasil menjadikan Putri Boki Autango menjadi istrinya.
Setelah sang raja memeluk agama Islam dan diberi gelar Sultan Amai, sejak saat itu pula seluruh rakyat Gorontalo yang dipimpinnya turut memeluk agama Islam.
Masjid yang diberi nama Hunto atau basis ini dijadikan sebagai tempat ibadah dan pusat syiar islam di Gorontalo hingga saat ini.
Setiap hari, terutama di bulan Ramadan, banyak warga lokal maupun dari luar daerah datang berkunjung ke Masjid Hunto yang diyakini sebagai bukti penyebaran Islam di Gorontalo ini.
Kebanyakan pengunjung yang datang ke tempat ini untuk melihat langsung keindahan Masjid Hunto, sekaligus berziarah dan berdoa di makam Sultan Amai yang berada tetap belakang mihrab.
Sejarah Masjid Hunto yang dibalut cerita romantis dan keindahan arsitekturnya, membuat kagum para peziarah, termasuk Prof Abd Rahmad Mas'ud.
Kini, Balai Pelestarian Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gorontalo telah menetapkan Masjid Hunto Sultan Amai sebagai cagar budaya yang wajib dipelihara dan dijaga kelestariannya.
Meski demikian, Masjid Hunto tetap difungsikan sebagai pusat syiar dan dakwah bagi umat muslim Gorontalo. Dan, tentu saja kisah romantis Sultan Amai dan putri Raja Palasa pun menjadi bagian tidak terpisahkan dari masjid ini.
Masjid Hunto yang menyimpan banyak sejarah ini hingga kini masih berdiri kokoh di Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Dibangun pada pada tahun 1495 Masehi atau 899 Hijriah, Masjid Hunto memiliki luas 12x12 meter dan sudah beberapa kali direnovasi.
Meski sudah berusia ratusan tahun dan direnovasi, bentuk asli masjid yang dibangun oleh Sultan Amay atau Sultan Amai ini masih dipertahankan dan hingga kini masih bisa kita saksikan.
Beberapa bagian tersebut yakni empat tiang penyangga masjid yang diartikan sebagai empat sahabat nabi, enam pintu kayu, mimbar yang ornamennya berasal dari Gujarat, India, beduk, serta sumur tua tempat wudu yang tentu saja usianya setua Masjid Hunto.
Begitu pula dengan bagian dalam masjid ini dipenuhi dengan lukisan kaligrafi termasuk bagian mihrab tempat imam memimpin salat.
Seperti yang dituturkan Haji Syamsuri Kaluku, penjaga sekaligus imam Masjid Hunto, di balik kemegahannya Masjid Hunto menyimpan sejarah sangat menarik untuk kita ketahui.
Selain sebagai simbol masuknya Islam ke Gorontalo, masjid ini juga menyimpan kisah romantis Raja Gorontalo pada waktu itu yakni Sultan Amai. Konon, raja berjuluk Raja To Tilayo yang memerintah pada tahun 1472 hingga 1550 ini mendirikan masjid ini sebagai mahar untuk meminang putri impiannya yang bernama Boki Autango dari Kerajaan Palasa di Sulawesi Tengah.
Sesuai permintaan Raja Palasa sebagai syarat untuk bisa menikahi putrinya, Raja Amai pun diharuskan memeluk agama Islam dan membangun sebuah masjid di Gorontalo sebagai mahar pernikahan.
Kedua syarat tersebut langsung dipenuhi Raja Amai yang kemudian berhasil menjadikan Putri Boki Autango menjadi istrinya.
Setelah sang raja memeluk agama Islam dan diberi gelar Sultan Amai, sejak saat itu pula seluruh rakyat Gorontalo yang dipimpinnya turut memeluk agama Islam.
Masjid yang diberi nama Hunto atau basis ini dijadikan sebagai tempat ibadah dan pusat syiar islam di Gorontalo hingga saat ini.
Setiap hari, terutama di bulan Ramadan, banyak warga lokal maupun dari luar daerah datang berkunjung ke Masjid Hunto yang diyakini sebagai bukti penyebaran Islam di Gorontalo ini.
Kebanyakan pengunjung yang datang ke tempat ini untuk melihat langsung keindahan Masjid Hunto, sekaligus berziarah dan berdoa di makam Sultan Amai yang berada tetap belakang mihrab.
Sejarah Masjid Hunto yang dibalut cerita romantis dan keindahan arsitekturnya, membuat kagum para peziarah, termasuk Prof Abd Rahmad Mas'ud.
Kini, Balai Pelestarian Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gorontalo telah menetapkan Masjid Hunto Sultan Amai sebagai cagar budaya yang wajib dipelihara dan dijaga kelestariannya.
Meski demikian, Masjid Hunto tetap difungsikan sebagai pusat syiar dan dakwah bagi umat muslim Gorontalo. Dan, tentu saja kisah romantis Sultan Amai dan putri Raja Palasa pun menjadi bagian tidak terpisahkan dari masjid ini.
(zik)