Alquran Daun Lontar di PALI Peninggalan Ulama Dahulu
A
A
A
Alquran dari helaian daun lontar dan berbalut bahan kulit di bagian depan ini masih terawat apik. Alquran yang dimiliki seorang pengusaha asal Marwani Udjang masih tersimpan rapi di rumahnya di Jalan Merdeka No 199, Kelurahan Handayani Mulia Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).
Marwani Udjang memperkirakan Alquran tua dari daun lontar ini dibuat beberapa abad lalu. Mengingat daun lontar merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan masyarakat saat itu. Bahkan tidak menutup kemungkinan Alquran yang dirawatnya itu merupakan salah satu kitab suci peninggalan kesultanan ataupun Kiai pada zaman dahulu.
"Kalau untuk pastinya saya tidak tahu kapan Alquran ini dibuat. Namun, dari logika dan sejarah Alquran ini diperkirakan dibuat beberapa abad lalu dengan alat sederhana sebelum kertas masuk. Makanya ulama-ulama terdahulu menuliskan pada helaian daun lontar ini," terang pria yang berumur lebih dari setengah abad ini.
Dia menuturkan Alquran tersebut merupakan warisan atau pemberian dari gurunya di Pulau Jawa pada 2013. Dia merupakan generasi keempat untuk pemegang dan pengurus Alquran itu.
"Pesan moralnya sudah pasti untuk memperkuat keimanan kita. Memberitahu bahwa pada zaman dahulu betapa sulitnya umat muslim menulis ayat-ayat Alquran pada helaian daun lontar untuk dibaca para anak cucu," ujarnya.
Dalam perawatannya, Marwani Udjang mengaku, tidak ada ritual atau perawatan khusus. Dia hanya perlu berhati-hati saat membuka Alquran tersebut karena sudah termakan usia. Namun, saat lembarannya dibuka masih tercium aroma khas daun lontar.
"Tidak ada cara special merawatnya, hanya kita taruh dalam kotaknya saja. Kalau ada yang datang mau melihat baru kita keluarkan," imbuhnya.
Selain Alquran yang terbuat dari daun lontar itu, Marwani Udjang juga diwariskan Alquran lainnya berukuran lebih kecil. "Kalau Alquran daun lontar itu memiliki ukuran 75 cm x 50 cm," pungkasnya.
Terpisah, salah satu tokoh yang pernah sengaja datang untuk melihat Alquran tersebut, M Habibi (27) menuturkan, sebagai generasi saat ini harus dapat menagmbil pelajaran dan hikmah nilai-nilai religi dari peninggalan zaman dahulu ini. "Intinya keseriusan kita perlu untuk menekuni ilmu agama, pelajari kitab suci Alquran," pungkas.
Marwani Udjang memperkirakan Alquran tua dari daun lontar ini dibuat beberapa abad lalu. Mengingat daun lontar merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan masyarakat saat itu. Bahkan tidak menutup kemungkinan Alquran yang dirawatnya itu merupakan salah satu kitab suci peninggalan kesultanan ataupun Kiai pada zaman dahulu.
"Kalau untuk pastinya saya tidak tahu kapan Alquran ini dibuat. Namun, dari logika dan sejarah Alquran ini diperkirakan dibuat beberapa abad lalu dengan alat sederhana sebelum kertas masuk. Makanya ulama-ulama terdahulu menuliskan pada helaian daun lontar ini," terang pria yang berumur lebih dari setengah abad ini.
Dia menuturkan Alquran tersebut merupakan warisan atau pemberian dari gurunya di Pulau Jawa pada 2013. Dia merupakan generasi keempat untuk pemegang dan pengurus Alquran itu.
"Pesan moralnya sudah pasti untuk memperkuat keimanan kita. Memberitahu bahwa pada zaman dahulu betapa sulitnya umat muslim menulis ayat-ayat Alquran pada helaian daun lontar untuk dibaca para anak cucu," ujarnya.
Dalam perawatannya, Marwani Udjang mengaku, tidak ada ritual atau perawatan khusus. Dia hanya perlu berhati-hati saat membuka Alquran tersebut karena sudah termakan usia. Namun, saat lembarannya dibuka masih tercium aroma khas daun lontar.
"Tidak ada cara special merawatnya, hanya kita taruh dalam kotaknya saja. Kalau ada yang datang mau melihat baru kita keluarkan," imbuhnya.
Selain Alquran yang terbuat dari daun lontar itu, Marwani Udjang juga diwariskan Alquran lainnya berukuran lebih kecil. "Kalau Alquran daun lontar itu memiliki ukuran 75 cm x 50 cm," pungkasnya.
Terpisah, salah satu tokoh yang pernah sengaja datang untuk melihat Alquran tersebut, M Habibi (27) menuturkan, sebagai generasi saat ini harus dapat menagmbil pelajaran dan hikmah nilai-nilai religi dari peninggalan zaman dahulu ini. "Intinya keseriusan kita perlu untuk menekuni ilmu agama, pelajari kitab suci Alquran," pungkas.
(wib)