Gunung Parang, Saksi Bisu Perebutan Pusaka Milik Prabu Ajisaka

Jum'at, 07 April 2017 - 05:00 WIB
Gunung Parang, Saksi...
Gunung Parang, Saksi Bisu Perebutan Pusaka Milik Prabu Ajisaka
A A A
Gunung Parang yang berlokasi di Dusun Jayasari, Desa Jayasari, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, merupakan salah satu tempat yang bersejarah, karena menjadi lokasi pertarungan memperebutkan pusaka milik Prabu Ajisaka.

Dikisahkan, Prabu Ajisaka merupakan salah satu raja yang menggantikan Prabu Dewata Cengkrang di Kerajaan Galuh Medangkamulyan setelah tenggelam ke lautan lantaran memutarkan ikat kepala milik Prabu Ajisaka.

Salah seorang budayawan asal Kabupaten Pangandaran Didin mengatakan, berdasarkan beberapa literatur, Prabu Dewata Cengkrang saat memimpin Kerajaan Galuh Medangkamulyan memiliki perilaku yang aneh karena selalu menginginkan masakan yang ada daging manusianya.

"Saat juru masak kerajaan mengiris bahan masakan untuk hidangan Prabu Dewata Cengkrang, salah satu jarinya teriris hingga putus. Jari itu masuk ke dalam masakan yang akhirnya disantap oleh Prabu Dewata Cengkrang," kata Didin.

Saat menikmati hidangan, Prabu Dewata Cengkrang merasakan kenikmatan masakan yang disajikan dan akhirnya bertanya tentang masakan itu. Juru masak di kerajaan pun menjawab bahwa dalam hidangan yang dimakan oleh Prabu Dewata Cengkrang ada jari dirinya yang teriris. Sejak kejadian itu, Prabu Dewata Cengkrang akhirnya selalu meminta masakan yang ada daging manusianya.

Kondisi tersebut sangat meresahkan rakyat yang masuk wilayah kekuasaan Galuh Medangkamulyan. Sebab, setiap kali juru masak kerajaan membuat hidangan untuk Prabu Dewata Cengkrang, harus ada tumbal manusia.

Saat keresahan melanda warga kerajaan, akhirnya datang salah satu pria berparas tampan bernama Ajisaka. Ajisaka memiliki pengawal setia bernama Sembada dan Dora. Konon, Ajisaka mengutus Sembada untuk membuka sebuah perkampungan dan diamanatkan sebuah pusaka. Saat penyerahan pusaka tersebut, Ajisaka berkata kepada Sembada untuk menjaga pusaka tersebut dan tidak boleh jatuh ke tangan siapa pun.

"Singkat ceritra, saat Ajisaka menghadap ke Prabu Dewata Cengkrang berkata bahwa dirinya siap untuk menjadi tumbal dan dagingnya rela untuk dimakan oleh Prabu Dewata Cengkrang," jelas Didin.

Namun, Ajisaka waktu itu meminta syarat kepada Prabu Dewata Cengkrang untuk mengganti nyawanya dengan tanah seluas ikat kepala yang dikenakannya waktu itu. Saat itu pula Ajisaka mempersilakan Prabu Dewata Cengkrang menarik ujung ikat kepalanya.

"Saat Prabu Dewata Cengkrang menarik ikat kepala Ajisaka, terjadi kejadian di luar logika. Ujung ikat kepala yang ditarik mendadak panjang dan akhirnya Prabu Dewata Cengkrang pun secara tidak sadar sudah berada di tepi Laut Karapyak," papar Didin.

Ketika Prabu Dewata Cengkrang sudah berada di tepi laut, Ajisaka langsung memecut ikat kepala yang dikenakannya sehingga Prabu Dewata Cengkrang terjatuh ke dalam laut dan hanyut.

Sejak itu, Ajisaka diangkat menjadi raja di Kerajaan Galuh Medangkamulyan dan kondisi kerajaan sangat tenang, aman, tenteram, dan nyaman.

Gendo, salah seorang warga Kecamatan Langkaplancar mengatakan, setelah Ajisaka menjadi raja, secara tiba-tiba ingat kepada Sembada yang pernah diamanatkan sebuah pusaka.

"Prabu Ajisaka akhirnya mengutus Dora untuk mengambil pusaka yang pernah dititipkan ke Sembada tersebut," kata Gendo.

Singkat cerita, terjadi pertemuan antara Sembada dan Dora. Dora berkata kepada Sembada bahwa kedatangannya membawa amanat untuk mengambil pusaka yang pernah dititipkan kepada Sembada.

Saat itu Sembada memegang teguh amanat Ajisaka untuk tidak memberikan pusaka kepada siapa pun, sementara Dora juga berkukuh tidak akan kembali ke Kerajaan Galuh Medangkamulyan sebelum pusaka itu berhasil dibawa.

Karena perselisihan paham tersebut, akhirnya Sembada bertarung dengan Dora. Dari pertarungan tersebut, Sembada dan Dora tewas bersama-sama. "Berdasarkan keterangan, pertarungan Sembada dan Dora berakhir di Gunung Parang, hingga akhirnya di tempat itu juga keduanya dimakamkan," pungkas Gendo.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1229 seconds (0.1#10.140)