Dituntut 8 Tahun Dalam Kasus Suap, Bupati Banyuasin Nonaktif Pasrah
A
A
A
PALEMBANG - Bupati Banyuasin nonaktif Yan Anton Ferdian dituntut 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta, subsider tiga bulan kurungan penjara dalam kasus suap sejumlah proyek.
Hal itu terungkap setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI, membacakan tututannya di depan majelis hakim yang diketuai Arifin serta hakim anggota Paluko dan Haridi di Pengadilan Negeri Palembang, Senin (20/3/2017).
JPU KPK RI, Roy Riady mengungkapkan, berdasarkan undang-undang, terdakwa secara meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
"Terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 55 ayat 1 junto Pasal 12 huruf B ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor sehingga meminta hakim untuk menghukum terdakwa selama delapan tahun penjara," tegas Roy.
Selain hukuman tersebut, JPU juga menuntut hak politik terdakwa dicabut selama 5 tahun. "Kita tuntut agar hak terdakwa untuk dipilih dicabut selama lima tahun. Kita lihat nanti keputusan hakim," terangnya.
Tidak hanya itu, JPU juga tak mengabulkan Justice Collabulator (JC) yang diajukan Yan Anton beberapa waktu lalu.
"Dalam kasus ini JC Yan Anton tidak kita kabulkan, namun jika nanti ada perkara lain yang akan dibuka Yan Anton, mungkin JC-nya akan kita pertimbangkan untuk perkara lain itu," jelasnya.
Sedangkan untuk empat terdakwa lainnya, yakni mantan Kepala Dinas Pendidikan Banyuasin Umar Usman, Kasubbag Rumah Tangga Banyuasin Rustami, Kasi Pendidikan Mutu Dinas Pendidikan Banyuasin Sutaryo, dan Kontraktor Kirman, JC yang diajukan akan dipertimbangkan JPU.
"Empat terdakwa lainya, selain Yan Anton masih akan kita pertimbangkan JC-nya," tuturnya.
Roy menyebut, dalam kasus ini Yan Anton merupakan aktor utama, sehingga hukuman 8 tahun penjara dan penjabutan hak politik untuk dipilih itu pantas diberikan.
"Tak diberikan JC tersebut salah satunya akan memberatkan Yan Anton. JC tersebut tidak diberikan karena terdakwa aktor utama kasus ini," tegasnya.
Ditanya mengenai nama-nama lain yang beberapa waktu lalu terungkap dalam fakta persidangan seperti nama Ketua dan Wakil DPRD Banyuasin, Roy mengaku pihaknya masih akan mendalami.
"Masih kita dalami dulu. Akan kita pertimbangkan lagi. Saat ini kita fokus ke terdakwa yang tersangkap saat OTT dulu," tukasnya.
Pantauan di lapangan, selain Yan Anton, empat terdakwa lain juga menjalani sidang tuntutan itu.
Dimana Umar Usman, dituntut JPU KPK RI dengan 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta, subsider tiga bulan kurungan.
Kemudian terdakwa Rustami Rumah, Sutaryo, dan Kirman dituntut hukuman pidana penjara 5 tahun dan denda Rp250 juta, subsider tiga bulan kurungan penjara.
Yan Anton ditemui usai persidangan menyatakan, secara pribadi dirinya tidak akan melakukan pembelaan terkait tuntutan itu.
Menurutnya, hal itu akan dijadikan pelajaran untuk dirinya. "Saya banyak belajar dari permasalahan ini. Pelajaran yang saya dapatkan dari permasalahan ini tidak bisa dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang namanya ilmu ikhlas," tutur Yan.
Mengenai tuntutan pencabutan hal politiknya Yan mengungkapkan akan menjalaninya. "Ya saya akan jalani. Itu tuntutan JPU dan harus dihormati. JPU sudah menilai begitu," ucapnya.
Termasuk dengan tidak ditetapkan JC terhadapnya, Yan Anton menyatakan dirinya dapat memahaminya.
"JPU menyatakan saya koorperatif walau pun tidak menyatakan saya sebagai JC. Sebagai terdakwa saya dinilai koorperatif dan bersedia membuka kasus lain di Kabupaten Banyuasin. Saya juga tidak akan mengajukan pledoi pribadi. Yaang diajukan hanya pledoi yang di konteks oleh tim penasehat hukum," imbuhnya.
Selanjutnya, sidang suap itu sendiri nantinya akan digelar kembali pada Rabu (22/3/2017) besok. Sidang tersebut akan beragendakan pledoi (pembelaan) dari terdakwa.
Hal itu terungkap setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI, membacakan tututannya di depan majelis hakim yang diketuai Arifin serta hakim anggota Paluko dan Haridi di Pengadilan Negeri Palembang, Senin (20/3/2017).
JPU KPK RI, Roy Riady mengungkapkan, berdasarkan undang-undang, terdakwa secara meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
"Terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 55 ayat 1 junto Pasal 12 huruf B ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor sehingga meminta hakim untuk menghukum terdakwa selama delapan tahun penjara," tegas Roy.
Selain hukuman tersebut, JPU juga menuntut hak politik terdakwa dicabut selama 5 tahun. "Kita tuntut agar hak terdakwa untuk dipilih dicabut selama lima tahun. Kita lihat nanti keputusan hakim," terangnya.
Tidak hanya itu, JPU juga tak mengabulkan Justice Collabulator (JC) yang diajukan Yan Anton beberapa waktu lalu.
"Dalam kasus ini JC Yan Anton tidak kita kabulkan, namun jika nanti ada perkara lain yang akan dibuka Yan Anton, mungkin JC-nya akan kita pertimbangkan untuk perkara lain itu," jelasnya.
Sedangkan untuk empat terdakwa lainnya, yakni mantan Kepala Dinas Pendidikan Banyuasin Umar Usman, Kasubbag Rumah Tangga Banyuasin Rustami, Kasi Pendidikan Mutu Dinas Pendidikan Banyuasin Sutaryo, dan Kontraktor Kirman, JC yang diajukan akan dipertimbangkan JPU.
"Empat terdakwa lainya, selain Yan Anton masih akan kita pertimbangkan JC-nya," tuturnya.
Roy menyebut, dalam kasus ini Yan Anton merupakan aktor utama, sehingga hukuman 8 tahun penjara dan penjabutan hak politik untuk dipilih itu pantas diberikan.
"Tak diberikan JC tersebut salah satunya akan memberatkan Yan Anton. JC tersebut tidak diberikan karena terdakwa aktor utama kasus ini," tegasnya.
Ditanya mengenai nama-nama lain yang beberapa waktu lalu terungkap dalam fakta persidangan seperti nama Ketua dan Wakil DPRD Banyuasin, Roy mengaku pihaknya masih akan mendalami.
"Masih kita dalami dulu. Akan kita pertimbangkan lagi. Saat ini kita fokus ke terdakwa yang tersangkap saat OTT dulu," tukasnya.
Pantauan di lapangan, selain Yan Anton, empat terdakwa lain juga menjalani sidang tuntutan itu.
Dimana Umar Usman, dituntut JPU KPK RI dengan 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta, subsider tiga bulan kurungan.
Kemudian terdakwa Rustami Rumah, Sutaryo, dan Kirman dituntut hukuman pidana penjara 5 tahun dan denda Rp250 juta, subsider tiga bulan kurungan penjara.
Yan Anton ditemui usai persidangan menyatakan, secara pribadi dirinya tidak akan melakukan pembelaan terkait tuntutan itu.
Menurutnya, hal itu akan dijadikan pelajaran untuk dirinya. "Saya banyak belajar dari permasalahan ini. Pelajaran yang saya dapatkan dari permasalahan ini tidak bisa dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang namanya ilmu ikhlas," tutur Yan.
Mengenai tuntutan pencabutan hal politiknya Yan mengungkapkan akan menjalaninya. "Ya saya akan jalani. Itu tuntutan JPU dan harus dihormati. JPU sudah menilai begitu," ucapnya.
Termasuk dengan tidak ditetapkan JC terhadapnya, Yan Anton menyatakan dirinya dapat memahaminya.
"JPU menyatakan saya koorperatif walau pun tidak menyatakan saya sebagai JC. Sebagai terdakwa saya dinilai koorperatif dan bersedia membuka kasus lain di Kabupaten Banyuasin. Saya juga tidak akan mengajukan pledoi pribadi. Yaang diajukan hanya pledoi yang di konteks oleh tim penasehat hukum," imbuhnya.
Selanjutnya, sidang suap itu sendiri nantinya akan digelar kembali pada Rabu (22/3/2017) besok. Sidang tersebut akan beragendakan pledoi (pembelaan) dari terdakwa.
(nag)