Mengenal Pangeran Muhammad Noor, Gubernur Pertama Kalimantan
A
A
A
PASCA-Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, ada delapan orang yang dipercaya Soekarno menjadi gubernur di delapan provinsi. Salah satunya, Pangeran Muhammad Noor sebagai gubernur Kalimantan.
Diangkatnya Pangeran Muhammad Noor atau dikenal juga dengan PM Noor sebagai gubernur Kalimantan tidak terlepas dari penolakan AA Hamidhan, wakil Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dari Kalimantan, untuk menduduki jabatan gubernur yang ditawarkan kepadanya.
Hamidhan lantas mengusulkan nama PM Noor kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Otto Iskandar Dinata. Saat itu, Pangeran Mohammad Noor berada di Jawa, tepatnya di Bandung.
Siapa Pangeran Muhammad Noor? Dia adalah keluarga bangsawan Banjar. Dia lahir di Martapura, 24 Juni 1901. Dia adalah cucu dari cucu Raja Banjar Sultan Adam al-Watsiq Billah.
Setelah lulus HIS tahun 1917, Muhammad Noor meneruskan ke jenjang MULO dan lulus tahun 1921, lalu lulus dari HBS tahun 1923, dan pada tahun 1923 masuk Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) atau yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada tahun 1927, Pangeran Muhammad Noor berhasil meraih gelar insinyur dalam waktu empat tahun sesuai masa studi.
Pada tahun 1935-1939, Pangeran Muhammad Noor menggantikan ayahnya Pangeran Muhammad Ali sebagai wakil Kalimantan dalam Volksraad atau dewan rakyat pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang didirikan di Batavia pada 1918.
Pangeran Muhammad Noor juga dikenal sebagai pejuang yang berhasil mempersatukan pasukan pejuang kemerdekaan di Kalimantan ke dalam basis perjuangan yang diberi nama Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan di bawah pimpinan Hasan Basry (1945-1949). (Baca Juga: Hasan Basry, Bapak Gerilya Kalimantan
Pangeran Muhammad Noor juga pernah terlibat pertempuran Surabaya tanggal 10 November 1945. Diceritakan, saat itu sebuah bom meledak dekat dirinya. Namun, dia terselamatkan oleh seseorang yang mendorong badannya sehingga terhindar dari ledakan bom tersebut. Sampai akhir hayat, Pangeran Muhammad Noor tidak mengetahui pejuang yang telah menyelamatkannya tersebut.
Setelah tak lagi menjabat gubernur Kalimantan, pada periode 24 Maret 1956-10 Juli 1959 Pangeran Muhammad Noor ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai menteri Pekerjaan Umum.
Saat dipercaya menjabat menteri Pekerjaan Umum, dia mencanangkan sejumlah proyek seperti Proyek Waduk Riam Kanan di Kalimantan Selatan dan Proyek Waduk Karangkates di Jawa Timur.
Selain itu, Pangeran Muhammad Noor juga menggagas Proyek Pasang Surut di Kalimantan dan Sumatera. Ia juga menggagas Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Barito yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Riam Kanan dan Pengerukan Muara/Ambang Sungai Barito yang dilaksanakan pada akhir tahun 1970.
Pada tahun 1973, Pangeran Muhammad Noor menerima Anugerah Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama karena jasa dan pengabdiannya pada bangsa dan negara.
Pangeran Muhammad Noor wafat pada tanggal 15 Januari 1979. Sebelum wafat, Pangeran Muhammad Noor yang terbaring lemah di RS Pelni Jakarta, sempat bicara tentang pembangunan di Kalimantan Selatan. Saat hari-hari terakhir masa hidupnya, dia berkata "Teruskan...Gawi kita balum tuntung…!" atau "Teruskan, kerja kita belum selesai...!"
Jenazah Pangeran Muhammad Noor dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta, berdampingan dengan makam istrinya, Gusti Aminah binti Gusti Mohamad Abi. Pada tahun 2010, jenazah Pangeran Muhammad Noor beserta istrinya dibawa pulang ke kampung halamannya.
Kemudian, pada tanggal 18 Juni 2010 jenazah Pangeran Muhammad Noor dan Gusti Aminah dimakamkan di Kompleks Pemakaman Sultan Adam Martapura dengan upacara militer.
Namanya diabadikan pada PLTA Waduk Riam Kanan, Kabupaten Banjar yang dinamakan Waduk Ir. H. Pangeran Muhammad Noor.
Sumber: id.wikipedia.org (diolah dari berbagai sumber).
Diangkatnya Pangeran Muhammad Noor atau dikenal juga dengan PM Noor sebagai gubernur Kalimantan tidak terlepas dari penolakan AA Hamidhan, wakil Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dari Kalimantan, untuk menduduki jabatan gubernur yang ditawarkan kepadanya.
Hamidhan lantas mengusulkan nama PM Noor kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Otto Iskandar Dinata. Saat itu, Pangeran Mohammad Noor berada di Jawa, tepatnya di Bandung.
Siapa Pangeran Muhammad Noor? Dia adalah keluarga bangsawan Banjar. Dia lahir di Martapura, 24 Juni 1901. Dia adalah cucu dari cucu Raja Banjar Sultan Adam al-Watsiq Billah.
Setelah lulus HIS tahun 1917, Muhammad Noor meneruskan ke jenjang MULO dan lulus tahun 1921, lalu lulus dari HBS tahun 1923, dan pada tahun 1923 masuk Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) atau yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada tahun 1927, Pangeran Muhammad Noor berhasil meraih gelar insinyur dalam waktu empat tahun sesuai masa studi.
Pada tahun 1935-1939, Pangeran Muhammad Noor menggantikan ayahnya Pangeran Muhammad Ali sebagai wakil Kalimantan dalam Volksraad atau dewan rakyat pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang didirikan di Batavia pada 1918.
Pangeran Muhammad Noor juga dikenal sebagai pejuang yang berhasil mempersatukan pasukan pejuang kemerdekaan di Kalimantan ke dalam basis perjuangan yang diberi nama Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan di bawah pimpinan Hasan Basry (1945-1949). (Baca Juga: Hasan Basry, Bapak Gerilya Kalimantan
Pangeran Muhammad Noor juga pernah terlibat pertempuran Surabaya tanggal 10 November 1945. Diceritakan, saat itu sebuah bom meledak dekat dirinya. Namun, dia terselamatkan oleh seseorang yang mendorong badannya sehingga terhindar dari ledakan bom tersebut. Sampai akhir hayat, Pangeran Muhammad Noor tidak mengetahui pejuang yang telah menyelamatkannya tersebut.
Setelah tak lagi menjabat gubernur Kalimantan, pada periode 24 Maret 1956-10 Juli 1959 Pangeran Muhammad Noor ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai menteri Pekerjaan Umum.
Saat dipercaya menjabat menteri Pekerjaan Umum, dia mencanangkan sejumlah proyek seperti Proyek Waduk Riam Kanan di Kalimantan Selatan dan Proyek Waduk Karangkates di Jawa Timur.
Selain itu, Pangeran Muhammad Noor juga menggagas Proyek Pasang Surut di Kalimantan dan Sumatera. Ia juga menggagas Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Barito yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Riam Kanan dan Pengerukan Muara/Ambang Sungai Barito yang dilaksanakan pada akhir tahun 1970.
Pada tahun 1973, Pangeran Muhammad Noor menerima Anugerah Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama karena jasa dan pengabdiannya pada bangsa dan negara.
Pangeran Muhammad Noor wafat pada tanggal 15 Januari 1979. Sebelum wafat, Pangeran Muhammad Noor yang terbaring lemah di RS Pelni Jakarta, sempat bicara tentang pembangunan di Kalimantan Selatan. Saat hari-hari terakhir masa hidupnya, dia berkata "Teruskan...Gawi kita balum tuntung…!" atau "Teruskan, kerja kita belum selesai...!"
Jenazah Pangeran Muhammad Noor dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta, berdampingan dengan makam istrinya, Gusti Aminah binti Gusti Mohamad Abi. Pada tahun 2010, jenazah Pangeran Muhammad Noor beserta istrinya dibawa pulang ke kampung halamannya.
Kemudian, pada tanggal 18 Juni 2010 jenazah Pangeran Muhammad Noor dan Gusti Aminah dimakamkan di Kompleks Pemakaman Sultan Adam Martapura dengan upacara militer.
Namanya diabadikan pada PLTA Waduk Riam Kanan, Kabupaten Banjar yang dinamakan Waduk Ir. H. Pangeran Muhammad Noor.
Sumber: id.wikipedia.org (diolah dari berbagai sumber).
(zik)