Si Bon-Bon Simbol Elektrifikasi Jalur Kereta di Tanah Air
A
A
A
Popularitas kereta rel listik (KRL) saat ini tak terbantahkan. Apalagi bagi masyarakat Jabodetabek, kereta rel listrik yang biasa disebut Commuterline sudah tak asing lagi. PT KAI Commuter Jabodetabek (PT KCJ) selaku operator penyelenggara KRL menyebutkan setiap hari ada lebih dari 800.000 orang menggunakan moda transportasi ini.
Wacana elektrifikasi kereta di tanah air, khususnya di Jakarta pertama kali didiskusikan para ahli dari Staats Spoorwegen (perusahaan yang menanggani sistem perkeretaapian di Batavia) pada 1917. Mereka menyimpulkan elektrifikasi jalur kereta akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Rencananya ini tentu tak lepas dari terhubungnya jalur kereta antara Jakarta dan Bogor dilakukan oleh Nederland Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) pada 1870.
Proses elektrifikasi jalur kereta api pertama dilakukan pada jalur rute Tanjung Priok – Meester Cornelis (Jatinegara) dimulai pada 1923 dan selesai pada 24 Desember 1924, dengan listrik aliran atas bertegangan 1500 V DC. Peresmian elektrifikasi jalur kereta api bersamaan dengan hari ulang tahun ke-50 Staats Spoorwegen, sekaligus juga peresmian stasiun Tanjung Priok yang baru, pada 6 April 1925.
Pada saat itu Stasiun Tanjung Priok merupakan stasiun termegah di Asia Tenggara dan digunakan untuk melayani para penumpang dari Pelabuhan Tanjung Priok yang hendak menuju Jakarta. Tak heran, jika Stasiun Tanjung Priok juga dilengkapi dengan fasilitas penginapan dan restoran.
Elektrifikasi jalur kereta api yang mengelilingi kota Batavia (Jakarta) selesai pada 1 Mei 1927. Stasiun Jakarta Kota yang sempat ditutup pada 1926 mulai dioperasikan kembali pada 8 Oktober 1929. Bagian dari perusahaan Staats Spoorwegen yang menangani sarana, pasarana dan operasional kereta listrik ini adalah Electrische Staats Spoorwegen (ESS).
Pada 1930, elektrifikasi pada jalur Jakarta dan Bogor juga telah selesai. Pengoperasian Kereta Rel Listrik di Jakarta merupakan tonggak dimulainya sistem transportasi massal modern yang pertama di Asia. Untuk melayani jalur kereta listrik ini, pemerintah Hindia Belanda membeli beberapa jenis lokomotif listrik untuk menarik rangkaian kereta api.
Di antaranya, adalah Lokomotif Listrik seri 3000 buatan pabrik Swiss Locomotive & Machine works (SLM) –Brown Baverie Cie (BBC), Lokomotif Listrik seri 3100 buatan pabrik Allgemaine Electricitat Geselischaft (AEG ) Jerman. Ada juga Lokomotif Listrik seri 3200 buatan pabrik Werkspoor Belanda serta KRL buatan pabrik Westinghouse dan KRL buatan pabrik General Electric.
Salah satu lokomotif listrik pertama dan melegenda, dikenal dengan nama si Bon-Bon dengan nomor bodi ESS 3201. Disebut Si Bon-Bon karena bentuk bodi dan warna KRL yang cerah ini mirip dengan jajanan makanan Es Bon-Bon. Sementara kode "ESS" berarti "Electrische Staat Spoorwegen" dan angka 3201 merupakan kode seri lokomotif tersebut, setelah lokomotif seri 3000 dari SLM-BBC dan seri 3100 dari AEG.
Kemudian, ketika elektrifikasi dilanjutkan ke lintas Bogor (dulu: Buitenzorg) pada era 30-an, lokomotif ini juga melayani jalur tersebut. Selain lokomotif listrik tersebut masih ada juga unit-unit KRL perintis buatan General Electric & Werkspoor dengan kode MABW, MBW, MABDW dan sebagainya dengan stamformasi 1 hingga 3 unit per rangkaiannya.
Jalur kereta listrik di Batavia ini menandai dibukanya sistem angkutan umum massal yang ramah lingkungan, yang merupakan salah satu sistem transportasi paling maju di Asia pada zamannya. Di masa itu, kereta listrik telah menjadi andalan para penglaju (commuter) untuk bepergian, terutama yang bertempat tinggal di Bogor dan bekerja di Jakarta.
Setelah Indonesia merdeka, lokomotif-lokomotif listrik ini masih setia melayani para pengguna angkutan kereta api di daerah Jakarta – Bogor. Pemerintah Indonesia sejak kemerdekaan tidak pernah membeli lokomotif listrik untuk mengganti atau menambah jumlah lokomotif listrik yang beroperasi.
Namun, setelah usia lokomotif-lokomotif ini telah mencapai setengah abad dipandang tidak lagi memadai dan mulai digantikan dengan rangkaian kereta rel listrik baru buatan Jepang sejak 1976. Mulai saat itu unit KRL rheostatik 2 pintu buatan Nippon Sharyo datang menggantikan lokomotif yang sudah uzur.
Sejak 2000, Pemerintah Indonesia rutin mendapatkan hibah rangkaian maupun pembelian kereta listrik dari Jepang, yang kemudian digunakan untuk menambah armada kereta listrik Jakarta. Salah satunya, adalah KRL eks East Japan Railway Company (JR East) 205, yang tiba di Indonesia pada 3 November 2013.
KRL ini dulunya beroperasi di jalur Saikyo dan dimiliki oleh Dipo Kawagoe sebanyak 18 rangkaian (180 unit). KRL ini mudah dikenal karena memiliki unit dengan 6 pintu per sisinya. Unit ini merupakan kereta dengan bangku yang bisa dilipat untuk memaksimalkan kapasitas saat jam sibuk. Namun ada juga rangkaian standar dengan seluruh unit dengan 4 pintu per sisi.
Pada 2008 dibentuk anak perusahaan PT KA, yakni PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), yang fokus pada pengoperasian jalur kereta listrik di wilayah Daerah Operasional (DAOP) 1 Jabotabek. Saat itu memiliki 37 rute kereta yang melayani wilayah Jakarta Raya. PT KCJ memulai proyek modernisasi angkutan KRL pada 2011, dengan menyederhanakan rute yang ada menjadi 5 rute utama, penghapusan KRL ekspress, penerapan gerbong khusus wanita, dan mengubah nama KRL ekonomi-AC menjadi Kereta Commuter.
Proyek ini dilanjutkan dengan renovasi, penataan ulang, dan sterilisasi sarana dan prasarana termasuk jalur kereta dan stasiun kereta, serta penempatan satuan keamanan pada tiap gerbong. Saat Stasiun Tanjung Priok diresmikan kembali setelah dilakukan renovasi total pada 2009, jalur kereta listrik bertambah menjadi 6, walaupun belum sepenuhnya beroperasi. Pada Juli 2013, PT KCJ mulai menerapkan sistem tiket elektronik COMMET (Commuter Electronic Ticketing) dan perubahan sistem tarif kereta.
Sumber:
http://charleskkb.blogspot.co.id
http://haris9f.blogspot.co.id
http://jakartabytrain.com
Wacana elektrifikasi kereta di tanah air, khususnya di Jakarta pertama kali didiskusikan para ahli dari Staats Spoorwegen (perusahaan yang menanggani sistem perkeretaapian di Batavia) pada 1917. Mereka menyimpulkan elektrifikasi jalur kereta akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Rencananya ini tentu tak lepas dari terhubungnya jalur kereta antara Jakarta dan Bogor dilakukan oleh Nederland Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) pada 1870.
Proses elektrifikasi jalur kereta api pertama dilakukan pada jalur rute Tanjung Priok – Meester Cornelis (Jatinegara) dimulai pada 1923 dan selesai pada 24 Desember 1924, dengan listrik aliran atas bertegangan 1500 V DC. Peresmian elektrifikasi jalur kereta api bersamaan dengan hari ulang tahun ke-50 Staats Spoorwegen, sekaligus juga peresmian stasiun Tanjung Priok yang baru, pada 6 April 1925.
Pada saat itu Stasiun Tanjung Priok merupakan stasiun termegah di Asia Tenggara dan digunakan untuk melayani para penumpang dari Pelabuhan Tanjung Priok yang hendak menuju Jakarta. Tak heran, jika Stasiun Tanjung Priok juga dilengkapi dengan fasilitas penginapan dan restoran.
Elektrifikasi jalur kereta api yang mengelilingi kota Batavia (Jakarta) selesai pada 1 Mei 1927. Stasiun Jakarta Kota yang sempat ditutup pada 1926 mulai dioperasikan kembali pada 8 Oktober 1929. Bagian dari perusahaan Staats Spoorwegen yang menangani sarana, pasarana dan operasional kereta listrik ini adalah Electrische Staats Spoorwegen (ESS).
Pada 1930, elektrifikasi pada jalur Jakarta dan Bogor juga telah selesai. Pengoperasian Kereta Rel Listrik di Jakarta merupakan tonggak dimulainya sistem transportasi massal modern yang pertama di Asia. Untuk melayani jalur kereta listrik ini, pemerintah Hindia Belanda membeli beberapa jenis lokomotif listrik untuk menarik rangkaian kereta api.
Di antaranya, adalah Lokomotif Listrik seri 3000 buatan pabrik Swiss Locomotive & Machine works (SLM) –Brown Baverie Cie (BBC), Lokomotif Listrik seri 3100 buatan pabrik Allgemaine Electricitat Geselischaft (AEG ) Jerman. Ada juga Lokomotif Listrik seri 3200 buatan pabrik Werkspoor Belanda serta KRL buatan pabrik Westinghouse dan KRL buatan pabrik General Electric.
Salah satu lokomotif listrik pertama dan melegenda, dikenal dengan nama si Bon-Bon dengan nomor bodi ESS 3201. Disebut Si Bon-Bon karena bentuk bodi dan warna KRL yang cerah ini mirip dengan jajanan makanan Es Bon-Bon. Sementara kode "ESS" berarti "Electrische Staat Spoorwegen" dan angka 3201 merupakan kode seri lokomotif tersebut, setelah lokomotif seri 3000 dari SLM-BBC dan seri 3100 dari AEG.
Kemudian, ketika elektrifikasi dilanjutkan ke lintas Bogor (dulu: Buitenzorg) pada era 30-an, lokomotif ini juga melayani jalur tersebut. Selain lokomotif listrik tersebut masih ada juga unit-unit KRL perintis buatan General Electric & Werkspoor dengan kode MABW, MBW, MABDW dan sebagainya dengan stamformasi 1 hingga 3 unit per rangkaiannya.
Jalur kereta listrik di Batavia ini menandai dibukanya sistem angkutan umum massal yang ramah lingkungan, yang merupakan salah satu sistem transportasi paling maju di Asia pada zamannya. Di masa itu, kereta listrik telah menjadi andalan para penglaju (commuter) untuk bepergian, terutama yang bertempat tinggal di Bogor dan bekerja di Jakarta.
Setelah Indonesia merdeka, lokomotif-lokomotif listrik ini masih setia melayani para pengguna angkutan kereta api di daerah Jakarta – Bogor. Pemerintah Indonesia sejak kemerdekaan tidak pernah membeli lokomotif listrik untuk mengganti atau menambah jumlah lokomotif listrik yang beroperasi.
Namun, setelah usia lokomotif-lokomotif ini telah mencapai setengah abad dipandang tidak lagi memadai dan mulai digantikan dengan rangkaian kereta rel listrik baru buatan Jepang sejak 1976. Mulai saat itu unit KRL rheostatik 2 pintu buatan Nippon Sharyo datang menggantikan lokomotif yang sudah uzur.
Sejak 2000, Pemerintah Indonesia rutin mendapatkan hibah rangkaian maupun pembelian kereta listrik dari Jepang, yang kemudian digunakan untuk menambah armada kereta listrik Jakarta. Salah satunya, adalah KRL eks East Japan Railway Company (JR East) 205, yang tiba di Indonesia pada 3 November 2013.
KRL ini dulunya beroperasi di jalur Saikyo dan dimiliki oleh Dipo Kawagoe sebanyak 18 rangkaian (180 unit). KRL ini mudah dikenal karena memiliki unit dengan 6 pintu per sisinya. Unit ini merupakan kereta dengan bangku yang bisa dilipat untuk memaksimalkan kapasitas saat jam sibuk. Namun ada juga rangkaian standar dengan seluruh unit dengan 4 pintu per sisi.
Pada 2008 dibentuk anak perusahaan PT KA, yakni PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), yang fokus pada pengoperasian jalur kereta listrik di wilayah Daerah Operasional (DAOP) 1 Jabotabek. Saat itu memiliki 37 rute kereta yang melayani wilayah Jakarta Raya. PT KCJ memulai proyek modernisasi angkutan KRL pada 2011, dengan menyederhanakan rute yang ada menjadi 5 rute utama, penghapusan KRL ekspress, penerapan gerbong khusus wanita, dan mengubah nama KRL ekonomi-AC menjadi Kereta Commuter.
Proyek ini dilanjutkan dengan renovasi, penataan ulang, dan sterilisasi sarana dan prasarana termasuk jalur kereta dan stasiun kereta, serta penempatan satuan keamanan pada tiap gerbong. Saat Stasiun Tanjung Priok diresmikan kembali setelah dilakukan renovasi total pada 2009, jalur kereta listrik bertambah menjadi 6, walaupun belum sepenuhnya beroperasi. Pada Juli 2013, PT KCJ mulai menerapkan sistem tiket elektronik COMMET (Commuter Electronic Ticketing) dan perubahan sistem tarif kereta.
Sumber:
http://charleskkb.blogspot.co.id
http://haris9f.blogspot.co.id
http://jakartabytrain.com
(wib)