Jejak Kepahlawanan Teuku Muhammad Hasan, Gubernur Pertama Sumatera

Minggu, 19 Februari 2017 - 05:00 WIB
Jejak Kepahlawanan Teuku...
Jejak Kepahlawanan Teuku Muhammad Hasan, Gubernur Pertama Sumatera
A A A
Beberapa hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden RI Soekarno membentuk Kabinet Pertama yang terdiri dari 16 menteri. Selain itu, diangkat pula delapan gubernur di delapan provinsi. Salah satunya, Teuku Muhammad Hasan yang menjadi gubernur Sumatera.

Siapa Teuku Muhammad Hasan? Tokoh ini lahir di Gampong Peukan, Pidie, Aceh, 4 April 1906. Dikutip dari Buku Seri Pengenalan Tokoh: Sekitar Proklamasi Kemerdekaan yang dikeluarkan Direktorat Nilai Sejarah Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2010), Teuku Muhammad Hasan awalnya bernama Teuku Sarung atau Teuku Sarong. Karena dia sering sakit, akhirnya ayah dan ibunya yakni Teuku Bintara Pineung Ibrahim dan Cut Manyak, mengganti namanya menjadi Teuku Muhammad Hasan.

Teuku Muhammad Hasan mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (Volksschool) di Lampoeh Saka 1914-1917. Pada tahun 1924, dia bersekolah di sekolah berbahasa Belanda Europeesche Lagere School (ELS), lalu ke Koningen Wilhelmina School (KWS) di Batavia (sekarang Jakarta). Kemudian, dia masuk Rechtschoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum).

Memasuki usia 25 tahun, Teuku Muhammad Hasan bersekolah di Leiden University, Belanda. Dia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia yang dipelopori Muhammad Hatta, Ali Sastroamidjojo, Abdul Madjid Djojodiningrat, dan Nasir Datuk Pamuntjak.

Teuku Muhammad Hasan mendapatkan gelar Meester in de Rechten (Master of Laws) tahun 1933. Dia kembali ke Indonesia. Begitu tiba di Pelabuhan Ulee Lheue, Kutaraja, buku-bukunya disita untuk diperiksa karena dicurigai terdapat buku paham pergerakan yang akan membahayakan kedudukan pemerintah kolonial Belanda, khususnya di Aceh.

Selama di Kutaraja, Hasan menjadi pegiat di bidang agama dan pendidikan. Di bidang agama, ia bergabung dengan organisasi Islam Muhammadiyah sebagai konsul di bawah pimpinan RO Armadinata.

Selain di Muhammadiyah, Hasan juga aktif dalam dunia pendidikan. Ia turut memelopori berdirinya organisasi Atjehsche Studiefonds (Dana Pelajar Aceh) yang bertujuan membantu anak-anak Aceh yang cerdas namun tidak punya biaya untuk sekolah.

Hasan juga menjadi komisaris organisasi pendidikan yang bernama Perkumpulan Usaha Sama Akan Kemajuan Anak (PUSAKA). Tujuan organisasi ini adalah mendirikan sebuah sekolah rendah berbahasa Belanda seperti Hollandsch-Inlandsche School.

Aktivitas kependidikan Hasan yang lain ialah mendirikan Perguruan Taman Siswa di Kutaraja pada 11 Juli 1937. Dalam kepengurusan lembaga yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara ini, Hasan menjadi ketua, sementara Teuku Nyak Arief menjadi sekretaris.

Sesaat setelah pembentukannya, Hasan mengirim utusannya yaitu Teuku M. Usman el Muhammady untuk menemui Ki Hajar Dewantara di Yogyakarta. Tujuannya, memohon agar Taman Siswa memperluas jaringan dengan mendirikan cabang di Aceh. Majelis Luhur Taman Siswa mengirim tiga orang guru ke Aceh, yaitu Ki Soewondo Kartoprojo beserta istrinya yang juga sebagai guru dan Soetikno Padmosoemarto.

Dalam waktu relatif singkat, Hasan dan pengurus Taman Siswa di Kutaraja berhasil membuka empat sekolah Taman Siswa di Kutaraja, yaitu sebuah Taman Anak, Taman Muda, Taman Antara, dan Taman Dewasa.

Berkat pengalaman di bidang pendidikan tersebut, Hasan memutuskan pergi ke Batavia dan bekerja sebagai pengawai di Afdeling B, Departemen Van Van Onderwijsen Eiredeienst (Departemen Pendidikan). Pada tahun 1938, Hasan kembali lagi ke Medan untuk bekerja pada Kantor Gubernur Sumatera sampai tahun 1942. Pada era penjajahan Jepang ini, yakni antara tahun 1942 sampai 1945, Hasan tetap berada di Medan dan bekerja di sejumlah tempat.

Ketika Jepang hendak angkat kaki dari Aceh tahun 1945, Hasan merupakan salah satu tokoh Aceh yang bersedia bergabung dengan para nasionalis di Jakarta. Pada 7 Agustus 1945, Teuku Muhammad Hasan dipilih menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai Soekarno.

Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 22 Agustus 1945, Teuku Muhammad Hasan diangkat menjadi gubernur Sumatera, dengan ibu kota provinsi di Medan. Dia lalu mengangkat semua residen dan wali kota di seluruh Sumatera.

Teuku Muhammad Hasan menginstruksikan seluruh residen dan wali kota bahwa terhitung 4 Oktober 1945 di setiap kantor, rumah-rumah penduduk, dan tempat keramaian harus mengibarkan bendera Merah Putih.

Dalam rapat umum di Lapangan Fukuraido (sekarang Lapangan Merdeka) pada 4 Oktober 1945, Teuku Muhammad Hasan mengumumkan kembali Proklamasi Kemerdekaan RI yang dibacakan Soekarno pada 17 Agustus 1945 di Jakarta. Kepada rakyat yang membanjiri Lapangan Merdeka, Teuku Muhammad Hasan meminta agar rela berkorban mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI.

Teuku Muhammad Hasan menjabat gubernur Sumatera hingga 1948. Setelah itu, pada 1948 Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi yakni Sumatera Utara dipimpin Sultan M Amin Nasution, Sumatera Tengah dipimpin Muhammad Nasroen, dan Sumatera Selatan dipimpin Mohammad Isa.

Teuku Muhammad Hasan yang juga pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wakil Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, dan Menteri Agama itu meninggal pada 21 September 1997.

Atas jasa dan pengorbanannya, Teuku Muhammad Hasan dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 085/TK/Tahun 2006 tertanggal 3 November 2006.

Sumber
:
- id.wikipedia.org
- Buku Seri Pengenalan Tokoh: Sekitar Proklamasi Kemerdekaan yang dikeluarkan Direktorat Nilai Sejarah Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2010).
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0983 seconds (0.1#10.140)