Alex Noerdin Kembali Bicara di Forum Internasional
A
A
A
NEW YORK - Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin kembali hadir dan berbicara dalam forum internasional terkait kemitraan pengelolaan lanskap. Kali ini, Alex khusus diundang berbicara pada World Economic Forum Sustainable Forestry and Agriculture di New York, Kamis (22/9/2016).
Dengan inisiasi Green Growth Development melalui Kemitraan Pengelolaan Lanskap, Alex dinilai oleh TFA (Tropical Forest Alliance) sebagai pemimpin yang mempunyai terobosan kegiatan yang murni dari lokal atau bottom up melalui pendekatan lokal atau jurisdictional approach.
Fakta ini tidak dapat dipungkiri dan menjadi kebanggaan masyarakat Sumsel. Apalagi, pada forum tersebut hanya dua gubernur dari kawasan hutan tropis yang tampil yakni Alex Noerdin, representasi kawasan hutan tropis Asia Pasifik, dan Provinsi San Martin, Peru, respesentasi dari wilayah Amerika Latin dan Afrika atau wilayah Atlantik. Topik yang dikemukakan adalah Perspective of Jurisdictional Leader. Pembicara lainnya dalam sesi ini berasal dari Brazil, Liberia, dan Kongo.
Jurisdictional Leader adalah pemimpin di tingkat provinsi yang mempunyai komitmen dan leadership yang berani menghasilkan suatu inisiasi atau terobosan melalui pendekatan yurisdiksi.
Kegiatan tersebut pada awalnya hanya untuk diimplementasikan oleh masing-masing kepala daerah di wilayah kerjanya masing-masing dan dapat menjadi suatu model untuk dikembangkan dalam skala yang lebih luas di tingkat nasional maupun tingkat dunia.
Pada forum tersebut di sesi lainnya, terkait dengan perspektif pemanfaatan lahan untuk hutan dan pertanian berkelanjutan, tampil juga sebagai pembicara yakni Menteri Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Norwegia, wakil dari Kementerian Kerja Sama Inggris, dan wakil dari Pemerintah Amerika Serikat, Dirjen Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, dan Ketua Badan Restorasi Gambut Indonesia. Hadir juga Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari United Nation Paris Climate Agreement untuk mewujudkan Sustainable Development Goals melalui mitigasi perubahan iklim dan pengelolaan hutan dan pertanian yang berkelanjutan.
Menteri Lingkungan dan Iklim Norwegia Vidar Helgesen, yang berbicara pada sesi berikutnya, menyebutkan model jurisdictional yang ada di Sumsel menjadi contoh dunia internasional yang telah berhasil diimplementasikan dengan dukungan banyak aktor, termasuk Pemerintah Norwegia.
Pada forum tersebut, Alex Noerdin mengemukakan bahwa latar belakang yang menjadi tantangan mengapa kemitraan pengelolaan lanskap diinisiasi karena berdasarkan fakta perlunya koordinasi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengaturan tata air dalam suatu kawasan, dan penanganan konflik sambil melakukan perlindungan hutan dan peningkatan produktivitas berbagai produk pertanian.
"Dari aspek kehutanan yang berkelanjutan, Sumsel sebagai provinsi yang pertama sampai sekarang di Indonesia yang memulai kemitraan pengelolaan lanskap secara terstruktur dan melembaga. Lanskap pertama yang menjadi model berada di Taman Nasional Sembilang-Danku yang didukung oleh konsorsium donor dari berbagai negara," ujarnya.
Staf khusus Gubernur Sumsel bidang Perubahan Iklim yang menyertai gubernur di New York, Najib Asmani menyatakan, hasil dari High Level Forum Bonn Challenge Amerika Latin dan Afrika di Panama akhir Agustus lalu, pada bulan Februari 2017 Sumsel menjadi tuan rumah High Level Forum Bonn Challenge tingkat Asia Pasifik. (Baca juga: Alex Noerdin Paparkan Paradigma Baru Sustainable Landscape Management di Sumsel).
Sebagai tindak lanjut dari hasil International Union Of Conservation Nature (IUCN) World Conservation Congress di Hawaii awal September lalu bahwa UKCCU, IDH, dan Yayasan Belantara akan mengembangkan dukungannya terhadap restorasi lanskap di Sumatera Selatan dan mendukung inisiasi gubernur Sumsel berkolaborasi dengan para gubernur se-Sumatera untuk memelopori Restorasi Ekoregion Sumatera. berli/rel
Dengan inisiasi Green Growth Development melalui Kemitraan Pengelolaan Lanskap, Alex dinilai oleh TFA (Tropical Forest Alliance) sebagai pemimpin yang mempunyai terobosan kegiatan yang murni dari lokal atau bottom up melalui pendekatan lokal atau jurisdictional approach.
Fakta ini tidak dapat dipungkiri dan menjadi kebanggaan masyarakat Sumsel. Apalagi, pada forum tersebut hanya dua gubernur dari kawasan hutan tropis yang tampil yakni Alex Noerdin, representasi kawasan hutan tropis Asia Pasifik, dan Provinsi San Martin, Peru, respesentasi dari wilayah Amerika Latin dan Afrika atau wilayah Atlantik. Topik yang dikemukakan adalah Perspective of Jurisdictional Leader. Pembicara lainnya dalam sesi ini berasal dari Brazil, Liberia, dan Kongo.
Jurisdictional Leader adalah pemimpin di tingkat provinsi yang mempunyai komitmen dan leadership yang berani menghasilkan suatu inisiasi atau terobosan melalui pendekatan yurisdiksi.
Kegiatan tersebut pada awalnya hanya untuk diimplementasikan oleh masing-masing kepala daerah di wilayah kerjanya masing-masing dan dapat menjadi suatu model untuk dikembangkan dalam skala yang lebih luas di tingkat nasional maupun tingkat dunia.
Pada forum tersebut di sesi lainnya, terkait dengan perspektif pemanfaatan lahan untuk hutan dan pertanian berkelanjutan, tampil juga sebagai pembicara yakni Menteri Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Norwegia, wakil dari Kementerian Kerja Sama Inggris, dan wakil dari Pemerintah Amerika Serikat, Dirjen Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, dan Ketua Badan Restorasi Gambut Indonesia. Hadir juga Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari United Nation Paris Climate Agreement untuk mewujudkan Sustainable Development Goals melalui mitigasi perubahan iklim dan pengelolaan hutan dan pertanian yang berkelanjutan.
Menteri Lingkungan dan Iklim Norwegia Vidar Helgesen, yang berbicara pada sesi berikutnya, menyebutkan model jurisdictional yang ada di Sumsel menjadi contoh dunia internasional yang telah berhasil diimplementasikan dengan dukungan banyak aktor, termasuk Pemerintah Norwegia.
Pada forum tersebut, Alex Noerdin mengemukakan bahwa latar belakang yang menjadi tantangan mengapa kemitraan pengelolaan lanskap diinisiasi karena berdasarkan fakta perlunya koordinasi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengaturan tata air dalam suatu kawasan, dan penanganan konflik sambil melakukan perlindungan hutan dan peningkatan produktivitas berbagai produk pertanian.
"Dari aspek kehutanan yang berkelanjutan, Sumsel sebagai provinsi yang pertama sampai sekarang di Indonesia yang memulai kemitraan pengelolaan lanskap secara terstruktur dan melembaga. Lanskap pertama yang menjadi model berada di Taman Nasional Sembilang-Danku yang didukung oleh konsorsium donor dari berbagai negara," ujarnya.
Staf khusus Gubernur Sumsel bidang Perubahan Iklim yang menyertai gubernur di New York, Najib Asmani menyatakan, hasil dari High Level Forum Bonn Challenge Amerika Latin dan Afrika di Panama akhir Agustus lalu, pada bulan Februari 2017 Sumsel menjadi tuan rumah High Level Forum Bonn Challenge tingkat Asia Pasifik. (Baca juga: Alex Noerdin Paparkan Paradigma Baru Sustainable Landscape Management di Sumsel).
Sebagai tindak lanjut dari hasil International Union Of Conservation Nature (IUCN) World Conservation Congress di Hawaii awal September lalu bahwa UKCCU, IDH, dan Yayasan Belantara akan mengembangkan dukungannya terhadap restorasi lanskap di Sumatera Selatan dan mendukung inisiasi gubernur Sumsel berkolaborasi dengan para gubernur se-Sumatera untuk memelopori Restorasi Ekoregion Sumatera. berli/rel
(zik)