Cacat Hukum, Pernikahan Sejenis Suwarti dan Heni Harus Dibatalkan
A
A
A
BOYOLALI - Kepala Seksi Bimas Islami Kantor Kemenag Boyolali M Mualim menyatakan bakal berkoordinasi dengan Kantor Urusan Agama (KUA) Karanggede untuk mendalami prosedur pernikahan Suwarti dengan Heniyati.
“Kami harus lebih berhati-hati, lebih jeli. Kasus ini benar-benar menjadi perhatian kami,” katanya, kepada wartawan, Sabtu (16/7/2016).
Selain itu, Kemenag Boyolali juga berkoordinasi dengan Pengadilan Agama (PA) Boyolali terkait pembatalan akta pencatatan pernikahan atas nama Efendi Saputra dan Heniyati.
Menurut Mualim, pernikahan yang dilakukan Suwarti yang saat itu mengubah jender perempuan menjadi laki-laki, dan namanya diubah menjadi Efendi Saputra, sangat cacat hukum.
“Pernikahan mereka cacat dan rusak, tidak sah. Sehingga harus ada pembatalan lewat Pengadilan Agama. Tidak ada perceraian, tapi pembatalan pernikahan,” ujarnya.
Korban atau istri yang semestinya mengajukan pembatalan pernikahan ke PA Boyolali. Pernikahan itu harus dibatalkan secara hukum, karena pernikahan keduanya tercatat dalam register di Kemenag.
“Kalau kasusnya demikian, artinya yang perempuan itu tetap status belum menikah, karena memang tidak ada pernikahan. Pernikahan yang cacat hukum dan tidak sah,” katanya.
Kemenag pernah mendapati kasus serupa di wilayah Mojosongo. Saat itu ada seorang laki-laki yang memalsukan identitas mengganti gender menjadi perempuan agar bisa menikah dengan sesama lelaki. Namun, upaya tersebut berhasil digagalkan oleh Tim Kemenag.
“Memang ketelitian petugas di KUA sangat diperlukan untuk menghindari kasus-kasus seperti itu,” pungkasnya.
“Kami harus lebih berhati-hati, lebih jeli. Kasus ini benar-benar menjadi perhatian kami,” katanya, kepada wartawan, Sabtu (16/7/2016).
Selain itu, Kemenag Boyolali juga berkoordinasi dengan Pengadilan Agama (PA) Boyolali terkait pembatalan akta pencatatan pernikahan atas nama Efendi Saputra dan Heniyati.
Menurut Mualim, pernikahan yang dilakukan Suwarti yang saat itu mengubah jender perempuan menjadi laki-laki, dan namanya diubah menjadi Efendi Saputra, sangat cacat hukum.
“Pernikahan mereka cacat dan rusak, tidak sah. Sehingga harus ada pembatalan lewat Pengadilan Agama. Tidak ada perceraian, tapi pembatalan pernikahan,” ujarnya.
Korban atau istri yang semestinya mengajukan pembatalan pernikahan ke PA Boyolali. Pernikahan itu harus dibatalkan secara hukum, karena pernikahan keduanya tercatat dalam register di Kemenag.
“Kalau kasusnya demikian, artinya yang perempuan itu tetap status belum menikah, karena memang tidak ada pernikahan. Pernikahan yang cacat hukum dan tidak sah,” katanya.
Kemenag pernah mendapati kasus serupa di wilayah Mojosongo. Saat itu ada seorang laki-laki yang memalsukan identitas mengganti gender menjadi perempuan agar bisa menikah dengan sesama lelaki. Namun, upaya tersebut berhasil digagalkan oleh Tim Kemenag.
“Memang ketelitian petugas di KUA sangat diperlukan untuk menghindari kasus-kasus seperti itu,” pungkasnya.
(san)