Pasien Kurang Mampu Ini Berharap Miliki Alat Bantu Oksigen
A
A
A
YOGYAKARTA - Severinus Meas (37), warga Kelurahan Letmafo Timur, Kecamatan Insana Tengah, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur sudah berbulan-bulan menderita sakit. Badannya kurus. Bernapas pun sulit. Beberapa kali masuk dan keluar rumah sakit, kondisinya belum juga pulih. Kini untuk bertahan, bapak satu orang anak itu pun hanya mengandalkan bantuan oksigen.
Kakaknya, Martinus Meas, yang menjaganya setiap hari di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menceritakan, awal adik bungsunya itu sakit terjadi Desember 2015. Waktu itu, di kampung saat tengah berkebun dan mengambil air untuk menyiram tanaman tiba-tiba Severinus Meas merasakan tak memiliki tenaga. Karena kondisinya di kampung jauh dari rumah sakit, adiknya itu hanya dirawat di rumah, namun sakitnya tak juga sembuh. Bahkan, kedua kaki, tangan, dan wajahnya bengkak.
Februari 2016, Severinus Meas masuk RSUD Kefamenanu yang berada di Kabupaten Timor Tengah Utara. Kondisi kesehatannya pun tak ada perkembangan dan akhirnya sekitar bulan April, Severinus Meas dirujuk untuk dirawat di RSUD Prof. DR.W.Z Johanes Kupang.
"Di rumah sakit itu tidak sembuh tapi keluar masuk rumah sakit, padahal di rumah sakit itu dia sudah tergantung oksigen," terangnya, Kamis (30/6/2016).
Begitu pulang, tak sampai berganti hari, di rumah Severinus Meas sudah kesulitan bernapas dan akhirnya kembali dibawa ke RSUD Prof. DR.W.Z Johanes Kupang. Untuk biaya berobat, Severinus Meas bergantung pada asuransi BPJS mandiri kelas 3. Sehingga untuk mencukupi kebutuhan yang di luar tanggungan pun sulit.
Severinus bekerja honorer pada bagian Tata Usaha (TU) di salah satu SMP Negeri yang ada di daerahnya dengan gaji Rp200 ribu/bulan. Sehari-harinya untuk tambahan penghasilan dia mengandalkan dari hasil berkebun.
Menurut Martinus Meas, karena kondisi adiknya yang belum bisa lepas dari oksigen, akhirnya oleh pihak RSUD Prof. DR.W.Z Johanes Kupang, pada bulan Mei 2016 dirujuk ke RSUP Dr Sardjito Yogyakarta dan mulai masuk di rumah sakit tipe A di DIY ini pada 21 Mei.
Perjalanan dari Kupang menuju Yogyakarta yang ditempuh dengan pesawat, Severinus pun masih harus menggunakan bantuan oksigen. "Untuk naik pesawat ke sini, kita saudara-saudaranya iuran," ucapnya.
Kini, sekitar satu bulan dirawat, Severinus Meas masih harus menggunakan bantuan oksigen. Dengan berbagai pertimbangan, dokter yang menangani tidak bisa mengambil risiko untuk melepas oksigen itu.
Ra Aditya Adhi Puruhita, dokter RSUP Dr Sardjito yang tengah mengambil program pendidikan dokter spesialis penyakit dalam menerangkan, pasien mengalami gangguan tulang bawaan sehingga mengakibatkan perkembangan paru-paru tidak maksimal.
Pembuluh darah dari jantung menuju paru-paru tersumbat dan mengakibatkan pasien gagal jantung. Untuk bertahan, pasien tergantung dari oksigen. Sementara, untuk melakukan operasi tulang belakang pasien pun sangat berisiko sebab pasien harus dibius.
"Pembiusan itu syaratnya paru-paru dan jantung (kondisinya) baik, padahal kondisi paru-paru dan jantung pasien tidak baik, jadi tidak bisa dioperasi," terangnya.
Aditya menyampaikan, harapan dari Severinus Meas saat kondisinya saat ini yakni dengan pembuatan korset khusus di dada, setidaknya bisa untuk membantu meluruskan tulang. Hanya saja untuk mendapatkan korset itu harus biaya sendiri karena tidak ditanggung BPJS.
Harga korset berkisar Rp4.000.000. Kemudian, untuk bisa pulang, pasien membutuhkan bantuan oksigen. Namun begitu, bila memakai tabung pun tidak memungkinkan karena harus isi ulang, sedang letak tempat tinggal Severinus Meas jauh dari kota.
Dari masukan dokter ahli yang menangani, satu-satunya yang bisa dilakukan dengan adanya mesin oxygen concentrator yang dipasang di ruangan dan bisa menghasilkan oksigen. Harga mesin ini pun kisaran Rp8.000.000.
Untuk mendapatkan peralatan-peralatan itu dan juga biaya di luar tanggungan BPJS, masih sulit bagi keluarga Severinus Meas. "Pengin punya alat itu, biar alat-alat ini bisa dilepas dan bisa pulang kerja lagi," ucap Severinus Meas sambil memegang selang oksigen yang menempel di hidungnya.
Severinus yang memiliki keahlian komputer dan biasa mengetik di tempatnya bekerja memiliki harapan bila dia memiliki mesin oxygen concentrator itu dia bisa segera pulang ke rumahnya. Berkumpul bersama anak istri yang sudah lama tak bertemu sangat dinantikan.
Dia sadar, mesin itu hanya bisa dipasang di ruangan sehingga aktivitasnya pun akan terbatas. Untuk itu dia bercita-cita nantinya bisa memiliki usaha sendiri seperti pengetikan yang bisa dilakukan di dalam ruangan sehingga bisa mencari nafkah untuk anak istrinya.
Kakaknya, Martinus Meas, yang menjaganya setiap hari di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menceritakan, awal adik bungsunya itu sakit terjadi Desember 2015. Waktu itu, di kampung saat tengah berkebun dan mengambil air untuk menyiram tanaman tiba-tiba Severinus Meas merasakan tak memiliki tenaga. Karena kondisinya di kampung jauh dari rumah sakit, adiknya itu hanya dirawat di rumah, namun sakitnya tak juga sembuh. Bahkan, kedua kaki, tangan, dan wajahnya bengkak.
Februari 2016, Severinus Meas masuk RSUD Kefamenanu yang berada di Kabupaten Timor Tengah Utara. Kondisi kesehatannya pun tak ada perkembangan dan akhirnya sekitar bulan April, Severinus Meas dirujuk untuk dirawat di RSUD Prof. DR.W.Z Johanes Kupang.
"Di rumah sakit itu tidak sembuh tapi keluar masuk rumah sakit, padahal di rumah sakit itu dia sudah tergantung oksigen," terangnya, Kamis (30/6/2016).
Begitu pulang, tak sampai berganti hari, di rumah Severinus Meas sudah kesulitan bernapas dan akhirnya kembali dibawa ke RSUD Prof. DR.W.Z Johanes Kupang. Untuk biaya berobat, Severinus Meas bergantung pada asuransi BPJS mandiri kelas 3. Sehingga untuk mencukupi kebutuhan yang di luar tanggungan pun sulit.
Severinus bekerja honorer pada bagian Tata Usaha (TU) di salah satu SMP Negeri yang ada di daerahnya dengan gaji Rp200 ribu/bulan. Sehari-harinya untuk tambahan penghasilan dia mengandalkan dari hasil berkebun.
Menurut Martinus Meas, karena kondisi adiknya yang belum bisa lepas dari oksigen, akhirnya oleh pihak RSUD Prof. DR.W.Z Johanes Kupang, pada bulan Mei 2016 dirujuk ke RSUP Dr Sardjito Yogyakarta dan mulai masuk di rumah sakit tipe A di DIY ini pada 21 Mei.
Perjalanan dari Kupang menuju Yogyakarta yang ditempuh dengan pesawat, Severinus pun masih harus menggunakan bantuan oksigen. "Untuk naik pesawat ke sini, kita saudara-saudaranya iuran," ucapnya.
Kini, sekitar satu bulan dirawat, Severinus Meas masih harus menggunakan bantuan oksigen. Dengan berbagai pertimbangan, dokter yang menangani tidak bisa mengambil risiko untuk melepas oksigen itu.
Ra Aditya Adhi Puruhita, dokter RSUP Dr Sardjito yang tengah mengambil program pendidikan dokter spesialis penyakit dalam menerangkan, pasien mengalami gangguan tulang bawaan sehingga mengakibatkan perkembangan paru-paru tidak maksimal.
Pembuluh darah dari jantung menuju paru-paru tersumbat dan mengakibatkan pasien gagal jantung. Untuk bertahan, pasien tergantung dari oksigen. Sementara, untuk melakukan operasi tulang belakang pasien pun sangat berisiko sebab pasien harus dibius.
"Pembiusan itu syaratnya paru-paru dan jantung (kondisinya) baik, padahal kondisi paru-paru dan jantung pasien tidak baik, jadi tidak bisa dioperasi," terangnya.
Aditya menyampaikan, harapan dari Severinus Meas saat kondisinya saat ini yakni dengan pembuatan korset khusus di dada, setidaknya bisa untuk membantu meluruskan tulang. Hanya saja untuk mendapatkan korset itu harus biaya sendiri karena tidak ditanggung BPJS.
Harga korset berkisar Rp4.000.000. Kemudian, untuk bisa pulang, pasien membutuhkan bantuan oksigen. Namun begitu, bila memakai tabung pun tidak memungkinkan karena harus isi ulang, sedang letak tempat tinggal Severinus Meas jauh dari kota.
Dari masukan dokter ahli yang menangani, satu-satunya yang bisa dilakukan dengan adanya mesin oxygen concentrator yang dipasang di ruangan dan bisa menghasilkan oksigen. Harga mesin ini pun kisaran Rp8.000.000.
Untuk mendapatkan peralatan-peralatan itu dan juga biaya di luar tanggungan BPJS, masih sulit bagi keluarga Severinus Meas. "Pengin punya alat itu, biar alat-alat ini bisa dilepas dan bisa pulang kerja lagi," ucap Severinus Meas sambil memegang selang oksigen yang menempel di hidungnya.
Severinus yang memiliki keahlian komputer dan biasa mengetik di tempatnya bekerja memiliki harapan bila dia memiliki mesin oxygen concentrator itu dia bisa segera pulang ke rumahnya. Berkumpul bersama anak istri yang sudah lama tak bertemu sangat dinantikan.
Dia sadar, mesin itu hanya bisa dipasang di ruangan sehingga aktivitasnya pun akan terbatas. Untuk itu dia bercita-cita nantinya bisa memiliki usaha sendiri seperti pengetikan yang bisa dilakukan di dalam ruangan sehingga bisa mencari nafkah untuk anak istrinya.
(zik)