Seba Baduy, Perjalanan Membawa Pesan Luhur

Sabtu, 14 Mei 2016 - 18:04 WIB
Seba Baduy, Perjalanan Membawa Pesan Luhur
Seba Baduy, Perjalanan Membawa Pesan Luhur
A A A
SERANG - Cuaca panas Kota Serang, Sabtu (14/5/2016), ditambah bisingnya suara knalpot yang keluar dari kendaraan, tak menyurutkan ribuan masyarakat Baduy berjalan menyusuri jalan protokol Ibu Kota Provinsi Banten itu, demi menjalankan ritual Seba Baduy.

Dengan didorong rasa kasih sayang, setelah melakukan perjalanan sekitar 115 kilometer dari Desa Kanekes, Kecamatan Luwidamar, Kabupaten Lebak sejak Jumat (13/5/2016), sebanyak 1.317 warga Baduy Dalam maupun Luar, tanpa mengenakan alas kaki, membawa sejumlah hasil bumi ke Ibu Kota Provinsi Banten.

Ini bukan sekadar hasil bumi seperti pisang, gula aren, beras, ubi-ubian, dan yang lainnya. Namun, ini bentuk ketulusan dan keikhlasan mereka setiap tahun setia tanpa mengeluh menjalaninya.

Dengan menempuh perjalanan panjang, naik turun bukit, panas hujan pun tetap mereka terjang, hanya demi satu tujuan, bertemu dan bersilaturahmi dengan Ibu Gede (Bupati Lebak) dan Bapak Gede (Gubernur Banten).

Penyerahan komoditi pertanian, selain wujud syukur selama setahun diberikan kehidupan lebih baik, juga merupakan suatu bentuk terima kasih kepada pemerintah yang sudah memberikan perlindungan, kesejahteraan, dan keamanan bagi warga Baduy.

Sesampainya di Kota Serang, sebanyak 16 warga Baduy Dalam, mulai dari yang tua hingga anak-anak, berbaris beriringan. Tak terlihat letih di raut mereka, walaupun telapak kaki sudah penuh dengan luka akibat tajamnya kerikil, panasnya aspal jalanan setelah melakukan perjalanan panjang.

Sesuai tradisi dan pantangan warga Baduy Dalam, selama perjalanan dari Kampung Cibeo, Cikartawana dan Cikeusik menuju Pendopo Gubernur Banten, tak diperbolehkan untuk menaiki kendaraan. Sementara, Baduy Luar diperbolehkan menaiki bus yang sudah disiapkan pemerintah.

Perayaan Seba, menurut warga Baduy, merupakan peninggalan leluhur tetua (Kokolot) yang harus dilaksanakan sekali dalam setiap tahun sejak zaman Kesultanan Banten.

Ritual Seba digelar setelah musim panen dan menjalani ritual Kawalu selama tiga bulan. Pada saat ritual Kawalu, wisatawan dilarang memasuki wilayah Baduy Dalam di tiga kampung.

Salah satu perwakilan warga Baduy, akan menyampaikan amanat dari Puun (pimpinan tertinggi adat Baduy) oleh Jaro Pamarentah kepada Bapak Gede dengan apa adanya, jujur, tidak boleh menutup-nutupi atau memamerkan yang baik.

Istilahnya, lojor teu meunang diteukteuk, pendek teu menang disambung (panjang tak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung atau ajaran kejujuran dan apa adanya.

Setiap tahun, warga Baduy memberikan pesan untuk selalu menjaga kelestarian alam, hutan, dan lingkungan, kepada Ibu Gede atau Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya dan Bapak Gede atau Gubernur Banten Rano Karno.

"Kami meminta kepada pemerintah dan pihak keamanan untuk menjaga kelestarian alam di Taman Nasional Gunung Halimun, dan kami meminta bantuan lahan seluas enam hektare untuk pertanian," kata Jaro Kanekes, Saija.

Selain itu, warga Baduy menginginkan kolom agama di Kartu Tanda Identitas (KTP) tidak dikosongkan, melainkan mencantumkan agama Sunda Wiwitan.

Nanti malam, setelah acara puncak Seba kelar, ribuan masyarakat Baduy yang tetap setia menggunakan pakaian khasnya, Jamang Sangsang Hitam, Lomar, Sarung Koja tanpa alas kaki, dihibur pertunjukan wayang golek semalam suntuk.

Tahun ini, berdasarkan keinginan dan pilihan warga Baduy, Dalang Ki Mursidin Ajeng dan Pedepokan Ucu Parwa Pujangga akan menghibur ribuan warga yang sudah melakukan perjalanan spiritual selama dua hari.

Keesokan harinya, Minggu (15/5/2016) pagi, warga Baduy Luar dan Dalam kembali ke kampungnya masing-masing untuk beraktivitas seperti biasa, bercocok tanam mempersiapkan hasil pertanian untuk ritual Seba Baduy tahun depan.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4591 seconds (0.1#10.140)